Revolusi hijau yang dilaksanakan di negara-negara berkembang, dilaksanakan pula di Indonesia. Pada masa Orde Baru, pemerintah mulai fokusmelaksanakan revolusi hijau. Hal tersebut dilakukan dengan mengeluarkan berbagai kebijakan yang mendukug atau menunjang bidang pertanian. Pemerintah berusaha meningkatkan produksi pertanian dengan ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian. Sementara itu, intensifikasi dilakukan melalui Pascausaha Tani, yakni:
- teknik pengolahan lahan pertanian
- pengaturan irigasi
- pemupukan
- pemberantasan hama, dan
- penggunaan bibit unggul
Selain itu, pemerintah juga melaksanakan program transmigrasi. Kebanyakan penduduk dari Pulau Jawa dikirim ke daerah-daerah lain yang masih jarang penduduknya. Daerah tersebut, misalnya Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Sebenarnya program ini sudah dimulai sejak pemerintahan Soekarno, tepatnya 1950. Program transmigrasi ini dilakukan untuk menunjang program pembukaan lahan-lahan pertanian dan juga perluasan lahan pertanian.
Revolusi hijau masa Orde Baru dilaksanakan sesuai dengan Pelita atau Pembangunan Lima Tahun.
- Pelita I : Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974. Pelita I menekankan pada sektor pertanian dan industri untuk fokus dalam industri yang mendukung sektor pertanian.
- Pelita II : Dilaksanakan pada 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Pelita II menitikberatkan sektor industri untuk mendukung sektor pertanian dengan mengolah bahan mentah menjadi bahan baku,
- Pelita III : Dilaksanakan pada 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III menitikberatkan sektor pertanian dan industri pada pengolahan bahan baku menjadi barang jadi.
- Pelita IV : Dilaksanakan pada 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. Pelita IV menitikberatkan sektor pertanian dan industri pada industri yang menghasilkan mesin-mesin industri, baik untuk industri berat maupun ringan.
- Pelita V : Dilaksanakan pada 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Pelita V menekankan sektor pertanian dan industri untuk dapat menghasilkan barang ekspor industri yang menyerap banyak tenaga kerja, industri yang mampu mengolah hasil pertanian dan swasembada pangan serta industri yang dapat menghasilkan barang-barang industri.
- Pelita VI : Dilaksanakan pada 1 April 1994 hingga 31 Maret 1998. Pelita VI menitikberatkan sektor pertanian dan industri pada pembangunan industri nasional. Pembangunan industri nasional mengarah pada penguatan dan pendalaman struktur industri yang didukung dengan kemampuan teknologi yang makin meningkat.
Pada Pelita I, pemerintah menerapkan program intensifikasi masyarakat (inmas). Pemerintah kemudian mendirikan beberapa pusat penelitian padi. Bersama pusat penelitian yang ada sebelumnya, pusat penelitian padi yang baru didirikan ini berhasil mengembangkan berbagai jenis padi baru yang unggul. Selain pusat penelitian padi milik pemerintah, penelitian juga dilakukan oleh berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Berkat program inmas, produksi beras di Indonesia mengalami kenaikan yang cukup pesat. Para petani di beberapa tempat dengan didukung kualitas padi yang unggul dan sistem irigasi yang baik mampu mencapai panen sebanyak tiga kali dalam satu tahun. Hal ini memberi kesempatan kepada para petani mencapai tingkat produksi maksimal pada setiap tahunnya. Namun, harga jual sebagian besar gabah ini sangat rendah.
Pada 1972 produksi beras Indonesia terancam oleh musim kering yang panjang. Usaha peningkatan produksi beras nasional sekali lagi terganggu. Hal ini terjadi karena serangan gama yang mencakup wilayah yang sangat luas pada 1977. Namun, pada 1980, ketika program intensifikasi khusus (insus) dilaksanakan, produksi pangan mengalami kenaikan. Hasilnya, jika pada 1977 dan 1979 Indonesia merupakan pengimpor beras terbesar di dunia, pada 1984, Indonesia mampu mencapai tingkat swasembada beras dan berhenti mengimpor beras.
Pada musim tanam 1985/1986, produksi beras Indonesia mengalami penurunan. Jika ada musim tanam 1983/1984 produksi beras mencapai 7,8%, pada musim tanam 1985/1986, produksi beras turun menjadi 1,7%. Pada musim panen tahun berikutnya, kenaikan produksi hanya 0,7%. Akibatnya Indonesia kembali menjadi negara pengimpor beras.
Untuk mengatasi penurunan produksi beras, pemerintah melaksanakan program supra intensifikasi khusus (supra insus) sejak tahun 1987. Hasilnya, sejak tahun 1993 Indonesia kembali mencapai swasembada beras. Padahal, pada tahun 1991, terjadi kegagalan panen karena kekeringan yang berkepanjangan.
Peningkatan produksi beras di Indonesia tidak hanya karena padi yang unggul, tetapi didukng beberapa hal. Di antaranya penggunaan pupuk kimia, mekanisasi pengolahan tanah, pola tanam, pengembangan teknologi pascapanen, penggunaan bahan kimia untuk membasmi hama pengganggu, pencetakan sawah baru, dan perbaikan serta pembangunan sarana dan prasarana irigasi.
Pelaksanaan revolusi hijau di Indonesia pada masa Orde Baru membuat Indonesia meningkatkan produksi pandan dan meningkatkan taraf hidup petani. Di samping itu, berkat program Pascausaha Tani. Indonesia dianggap berhasil karena sejak tahun 1984, Indonesia telah mengalami surplus beras atau telah mencapai tingkat swasembada pangan. Oleh karena itu, pada tahun 1988, organisasi pangan dunia (FAO) memberikan penghargaan kepada pemerintah Indonesia. Penghargaan tersebut diberikan atas keberhasilan Indonesia dalam mencapai swasembada pangan.
Dampak negatif dari revolusi hijau bagi petani Indonesia di antaranya sebagai berikut.
- Sistem panen secara bersama-sama pada masa sebelumnya mulai digeser oleh sistem upah. Pembeli memborong seluruh hasil panen dan biasanya menggunakan sedikit tenaga kerja. Akibatnya, kesempatan kerja di pedesaan menjadi berkurang.
- Pengaruh ekonomi uang di dalam berbagai hubungan sosial di daerah pedesaan makin kuat.
- Kebergantungan pada pupuk kimia dan zat kimia pembasmi hama berdampak pada tingginya biaya produksi yang harus ditanggung petani.
- Meningkatnya produksi pangan tidak diikuti oleh pendapatan petani secara keseluruhan karena penggunaan teknologi modern hanya dirasakan oleh petani kaya.
0 Comments:
Posting Komentar