Ide tentang KAA lahir pada masa Ali Sastroamidjojo menjadi perdana menteri dalam kabinet parlementer. Penyelenggaraan konferensi ini dilatarbelakangi oleh beberapa faktor politik yang berkembang pasca Perang dunia II, yaitu sebagai berikut.
- Bangsa-bangsa Asia dan Afrika merasa memiliki persamaan nasib, yaitu sejarah penderitaan yang panjang ketika kolonialisme berkuasa.
- Lahirnya kesadaran dari bangsa Asia dan Afrika untuk memperoleh kemerdekaan, memperjuangkan kesetaraan, dan menentukan masa depannya sendiri.
- Bagi negara yang telah merdeka, tetapi belum memiliki persatuan yang kuat, KAA diharapkan dapat mencegah pengaruh negara-negara adikuasa yang saat itu tengah berupaya berebut hegemoni dan berada dalam kondisi Perang Dingin.
Untuk mendukung kepentingan tersebut, Indonesia berperan sebagai penyelenggara Konferensi Asia Afrika (KAA). KAA dilaksanakan di Bandung pada 18-24 April 1955. Penyelenggaraan konferensi ini berjalan dengan sukses, meski Indonesia saat itu tengah menghadapi banyak pergolakan dari dalam negeri sendiri. Penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika ini mempunyai tujuan pokok, yaitu sebagai berikut.
- Mengembangkan sikap saling pengertian dan kerja sama antarnegara Asia dan Afrika serta menjajaki dan melanjutkan kepentingan timbal balik maupun kepentingan bersama.
- Meninjau berbagai permasalahan yang muncul dalam bidang sosial, ekonomi, dan budaya dalam kemungkinan membina hubungan dari negara-negara peserta.
- Mempertimbangkan secara bersama masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan-kepentingan bangsa Asia dan Afrika secara khusus. Sebagai contoh, masalah yang terkait dengan kedaulatan nasional, nasionalisme, dan kolonialisme.
- Meninjau kedudukan negara-negara Asia dan Afrika beserta seluruh rakyatnya dan memberikan dukungan aktif dalam meningkatkan perdamaian serta kerja sama internasional.
- Memperluas peranan negara-negara Asia dan Afrika di seluruh dunia.
Penyelenggaraan KAA memberikan beberapa pengaruh positif terhadap masalah yang terjadi pada masa itu. Pengaruh positif tersebut di antaranya berkurangnya ketegangan dan potensi peperangan. Potensi peperangan bersumber dari adanya konflik antara Taiwan dan Republik Rakyat Tiongkok dengan Amerika Serikat. Banyak negara peserta konferensi mulai menerapkan politik luar negeri yang bebas dan aktif. Hal tersebut seperti yang dilakukan oleh Indonesia, India, Burma, dan Srilanka. Penerapan politik luar negeri bebas aktif ini merupakan solusi terbaik untuk menghindarkan keberpihakan kepada negara-negara Blok Timur maupun Blok barat. Setelah konferensi selesai diselenggarakan, beberapa negara di Asia dan Afrika kemudian memproklamasikan kemerdekaannya. Hal tersebut seperti dilakukan oleh Ghana, Kongo, Maroko, Nigeria, Sudan, dan Yaman Utara. Penyelenggaraan konferensi ini memberikan semangat dan mendorong perjuangan kemerdekaan bagi bangsa-bangsa lain di dunia, khususnya bagi bangsa Asia dan Afrika sendiri.
0 Comments:
Posting Komentar