Pada 8 Agustus 1967, lima negara di Asia Tenggara menandatangani pembentukan organisasi regional di kawasan Asia Tenggara. Organisasi ini diberi nama Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Kelima negara yang telah menandatangani kesepakatan di Bangkok ini adalah Indonesia (Adam Malik), Malaysia (Tun Abdul Razak), Filipina (Narciso Ramos), Thailand (Thanat Khoman), dan Dingapura (S. Rajaratnam).
Tujuan dari pendirian organisasi regional ini adalah untuk:
- meningkatkan perdamaian dan stabilitas keamanan di kawasan Asia Tenggara,
- melakukan perluasan perdagangan, baik secara regional maupun internasional,
- melakukan kerja sama aktif dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
- mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan perkembangan kebudayaan, dan
- meningkatkan kerja sama dalam bidang produksi, industri, dan pertanian secara lebih efektif.
Peran Indonesia dalam ASEAN selain sebagai salah satu negara pemrakarsa, Indonesia juga merupakan negara yang terbesar di kawasan ini. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN yang pertama diselenggarakan di Bali, Indonesia, pada 23-24 FEbruari 1976. Sekretaris Jenderal ASEAN dijabat oleh H.R. Dharsono. Pembentukan ASEAN ini bertepatan dengan tengah berkobarnya konflik yang terjadi di Indocina. Konflik tersebut melibatkan negara-negara besar, seperti Amerika Serikat, Prancis, Uni Soviet, dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Sejak awal berdirinya, ASEAN memiliki cara pendekatan yang berbeda dengan negara-negara maju. Pada umumnya, negara-negara maju mengedepankan pendekatan secara militer dalam mengatasi masalah konflik. Namun, ASEAN melakukan pendekatan melalui bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Berdasarkan pendekatan inilah, ASEAN kemudian memelopori pertemuan-pertemuan informal bagi pihak-pihak yang bertikai, seperti dalam konflik Indoshina. Keanggotaan ASEAN bertambah dengan masuknya Brunei Darussalam dan Myanmar, serta tiga negara dari wilayah Indochina, yaitu Kamboja, Laos, dan Vietnam. Setiap negara anggota ASEAN dilarang mencampuri urusan dalam negeri masing-masing anggota. Peraturan ini berhasil mencegah konflik antarnegara di kwasan ini sehingga terwujudlah perdamaian di wilayah Asia Tenggara.
Peran Indonesia dalammewujudkan perdamaian dunia selaras dengan kebijakan politik luar negerinya yang bebas dan aktif. Hal ini tampaknya akan terus dipertahankan Indonesia dalam semua kegiatan hubungan internasional dengan negara-negara lain di dunia. Dunia terus berkembang dan saat ini telah muncul kekuatan baru di Asia, yaitu Tiongkok. Tiongkok terus berbenah diri untuk meningkatkan pertahanan keamanan bagi negaranya.
Membangun kekuatan militer memang merupakan hak dari setiap negara. Setiap negara berkepentingan untukmelindungi negara dan rakyatnya dari kemungkinan adanya ancaman invasi dari negara lain. Ada pepatah atau adagium Latin yang mengatakan si vis pacem, para bellum. Pepatah tersebut berarti jika menginginkan perdamaian, bersiaplah untuk berperang.
Jadi, wajar ada negara yang membangun pertahanannya untuk menjaga perdamaian. Hal yang perlu diperhatikan adalah kekuatan militer tersebut tidak dibangun secara provokatif sehingga dapat memancing negara lain untuk membangun kekuatan militer dan mendorong terjadinya perlombaan senjata, seperti pada masa Perang Dingin.
Bagaimanapun juga kawasan Asia Timur, Tenggara, dan Selatan selama 24 tahun, yaitu sejak berakhirnya konflik di Kamboja pada 1991 telah merasakan perdamaian. Untuk mendukung hal itu, negara-negara di kawasan ini perlu untuk terus daling mengingatkan akan sangat berbahaya jika sampai terjadi perlombaan senjata kembali. Bangsa-bangsa di Asia harus belajar dari pengalaman masa lalu, belajar dari penderitaan yang pernah mereka alami akibat perang dan penjajahan.
0 Comments:
Posting Komentar