Pembentukan Gerakan Nonblok (Non-aligned Movement) diilhami oleh keberhasilan KAA. Konferensi Asia Afrika telah berhasil menambah keyakinan dari bangsa-bangsa yang baru merdeka. Keyakinan dari bangsa-bangsa yang baru merdeka. Keyakinan yang dimaksud adalah keyakinan untuk tidak memihak kepada salah satu blok kekuasaan dunia yang sedang bersaing, yaitu Blok Barat dan Blok Timur. Mereka kemudian mempertegas politik ketidakberpihakan dengan mendirikan sebuah organisasi bernama Gerakan NonBlok (GNB). Gerakan ini bertujuan mewujudkan perdamaian dunia. Prinsip-prinsip dasarnya, yaitu pengakuan terhadap kadaulatan, meningkatkan hak dan martabat seluruh negara, serta menghormati hak asasi manusia. Oleh karena itu, GNB sangat menentang segala bentuk imperialisme, kolonialisme, dan diskriminasi ras.
Gerakan Nonblok ini diprakarsai oleh Presiden Yugoslavia, Josip Broz Tito; Presiden Indonesia Ir. Soekarno; Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser; Perdana Menteri India Shri Pandit Jawaharlal Nehru; dan Perdana Menteri Ghana Kwame Nkrumah. Perbedaan mendasar antara KAA dan GNB, yaitu KAA mengkhususkan diri untuk negara-negara yang ada di Asia dan Afrika saja, sedangkan GNB mencakup seluruh negara di dunia.
Pada awal pembentukannya pada 1961, keanggotaan GNB yang berhasil dihimpun sebanyak 25 negara. Kedua puluh lima negara tersebut terdiri atas 14 negara Asia, 9 negara Afrika, 1 negara Eropa, yaitu Yugoslavia, dan 1 negara Amerika Latin, yaitu Kuba. Yugoslavia merupakan satu-satunya negara Eropa yang aktif sebagai anggota GNB. Meskipun tidak memperoleh dukungan dari negara-negara Eropa lainnya, tetapi Presiden Tito dari Yugoslavia bersedia menjadi tuan rumah penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) GNB di Beogard pada 1961, sekaligus merupakan deklarasi pendirian GNB.
Keanggotaan GNB terus bertambah pada KTT kedua yang diselenggarakan di Kairo, Mesir, pada 1964. Tercatat 48 negara yang menjadi anggota. Pada KTT ketiga GNB yang diadakan di Lusaka, Zambia, anggotanya bertambah menjadi 54 negara dan ditambah 9 negara pengamat. Keanggotaan yang terus bertambah ini telah menunjukkan bahwa banyak negara yang tidak ingin terlibat dalam Perang Dingin dan dijadikan ajang perebutan pengaruh yang berujung perang saudara. Hal tersebut seperti yang terjadi di Yaman, Vietnam, dan Korea.
Pada dasarnya, KTT GNB disepakati untuk dilaksanakan setiap tiga tahun sekali. Namun, beberapa KTT dipaksa ditunda pelaksanaannya karena beberapa kendala. Kendala tersebut, antara lain perubahan politik di Indonesia pada 1966-1968, dan meletusnya Perang Iran-Irak pada 1980-1988.
Bagaimana peran Indoensia di GN? Presiden Soeharto pernah dipilih secara aklamasi pada September 1991. Ia menjabat sebagai ketua GNB pada peride 1992-1995. Pemilihan tersebut dilaksanakan dalam acara Konferensi Tingkat Tinggi pada Menteri Luar Negeri di Accra, Ghana. Bersamaan dengan itu, Indonesia juga terpilih sebagai tuan rumah dalam penyelenggaraan KTT GNB yang ke-10. Untuk mempersiapkan KTT tersebut, pada Mei 1992, yaitu lima bulan sebelum pelaksanaan KTT tersebut, diadakan Konferens Tingkat Menteri Biro Koordinasi di Bali.
Sebagai ketua GNB, Presiden Soeharto mengagendakan kerja sama ekonomi di samping masalah-masalah yang berkaitan dengan politik. Hasil dari KTT GNB ke-10 yang berlangsung dari 1-6 September di Jakarta ini adalah peningkatan kerja sama ekonomi antara negara Selatan-Selatan dan Utara-Selatan. Negara-negara Selatan pada umumnya merupakan negara berkembang, sedangkan negara Utara adalah kelompok negara maju. Hasil KTT GNB ke-10 ini kemudian disampaikan Presiden Soeharto dalam forum Sidang Umum PBB yang diselenggarakan di New York pada akhir Sepember 1992.
Untuk mempelancar pelaksanaan hasil KTT GNB ke-10 ini, Presiden Soeharto mengangkat empat duta besar keliling GNB yaitu Acmad Tahir, Alamsyah Ratu Prawiranegara, SAyidiman Suryohadiprojo, dan Hasnan Habib. Mereka bertugas memantau perkembangan ekonomi di wilayah Eropa, Asia, Afrika, dan Amerika. Kepemimpinan Indonesia memang telah mengubah fokus kegiatan GNB. Pada awalnya, GNB hanya fokus pada permasalahan politik. Namun, kini GNB juga memperhatikan masalah ekonomi, Beberapa hal telah dilakukan Indonesia sebagai anggota GNB. Sebagai contoh, Indonesia membantu negara Bosnia-Herzegovina agar PBB mencabut embargo konflik perbatasan Kamerun-Nigeria. Ketua GNB periode 1995-1998 adalah Predisen Kolombia. Ia meneruskan terobosan yang telah dilakukan Indonesia, yaitu peningkatan kerja sama ekonomi di antara para anggotanya.
0 Comments:
Posting Komentar