Haji Samanhudi adalah salah satu tokoh pergerakan Islam modern, khususnya di bidang perdagangan. Seluruh potensi yang ia miliki digunakan untuk memperjuangkan kondisi ekonomi rakyat yang terjajah. Dapat dikatakan Haji Samanhudi adalah seorang pemikir ekonomi kerakyatan di Solo pada 1878, di desa Sodokan Laweyan, dengan nama kecil Supardi Wiryowikoro. Ayahnya adalah seorang pedagang batik yang namanya cukup terkenal di kota itu, yaitu Haji Muhammad Zein.
Pendidikan formal pertamanya ditempuh ketika Samanhudi menjadi siswa di Sekolah Dasar Bumi Putra (Eerste Inlandsche School) dengan lama pendidikan 6 tahun. Samanhudi tidak melanjutkan ke pendidikan formal yang lebih tinggi dan memilih untuk berdagang batik seperti ayahnya. Berkat ketekunannya, pada 1888 ia berhasil mendirikan usaha sendiri. Melalui bakat berdagang dari ayahnya, dalam waktu singkat ia telah mampu mengembangkan usaha ke kota-kota lainnya, seperti Surabaya, Banyuwangi, Tulungagung, dan Purwokerto. Seiring dengan perkembangan usaha perdagangannya, Samanhudi melihat para pedagang prbumi ternyata tidak memiliki daya saing yang kuat dengan para pesaingnya sesama pedagang batik dari etnis Tionghoa. Samanhudi pun mulai menyadari diperlukannya sebuah wadah organisasi untuk mempersatukan para pedagang pribumi.
Ketika Boedi Oetomo berdiri pada 1908, dengan para anggotanya yang berasal dari etnis Jawa dan terpelajar, hal ini pun memberikan inspirasi kepadanya untuk mendirikan organisasi yang anggotanya berasal dari kalangan pedagang muslim. Pada 1911 berdirilah sebuah organisasi yang diberi nama Sarekat dagang Islam (SDI) di Kota Solo. Organisasi ini dengan cepat menarik perhatian para pedagang pribumi, tidak hanya di Kota Solo, tetapi juga dari kota-kota lainnya. Sebagai ketua, Samanhudi kemudian mulai menyampaikan ide-idenya, diantaranya memperkuat sektor perekonomian. Namun demikian, Samanhudi menjadikan SDI sebagai organisasi yang bergerak di bidang ekonomi yang taat asas dan mengikuti semua peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial. Hal ini membuat keberadaan organisasi ini diakui secara legal.
Hal tersebut menjadi SDI potensial untuk berkembang menjadi organisasi yang dapat bergerak lebih luas ke bidang politik. Mempertimbangkan hal ini, para pengurus SDI mengubah nama organisasi menjadi Sarekat Islam (SI), dengan mengembangkan aktivitas yang lebih luas, terutama ke bidang politik. Pada 1914, kepemimpinan SI dialihkan kepada H.O.S Tjokroaminoto, dengan beberapa pertimbangan. Tokoh ini adalah pribadi yang kharismatik, berpendidikan tinggi, berpengalaman luas, dan yang lebih penting, dapat diandalkan untuk memimpin SI. Pemikiran ini tidak luput dari pemikiran Samanhudi yang tajam melihat ke masa yang akan datang. Samanhudi sangat memahami dan percaya bahwa kekuatan ekonomi dan kecerdasan bangsa sangat diperlukan dalam perjuangan selanjutnya.
0 Comments:
Posting Komentar