Kebijakan sistem tanam paksa (1830) dan politik pintu terbuka (1870) sangat menyengsarakan penduduk bumiputra. Melihat kondisi ini, tokoh-tokoh humanis dari kelompok sosial demokrat di Belanda mengeluarkan sejumlah gagasan baru untuk mengubah kebijakan politik pemerintah kolonial yang menyengsarakan ini. Dalam kelompok ini, tercatat nama-nama seperti Conrad Theodore van Daventer dan van Kool yang gigih memperjuangkan politik kolonial yang lebih menyejahterakan pribumi kepada parlemen Belanda. Mereka menunjukkan sejumlah bukti tentang buruknya kondisi sosial ekonomi masyarakat jajahan di Hindia Belanda akibat eksploitasi yang berlebihan. Menurut mereka, pemerintah Belanda sudah seharusnya melakukan upaya atau gagasan lain yang dapat mendatangkan kemakmuran bagi rakyat di tanah jajahan. Gagasan baru itu kemudian terwujud dalam politik etis pada 1901. Inti kebijakan ini adalah pengadaan irigasi untuk meningkatkan produksi pertanian rakyat, melaksanakan migrasi untuk mengurangi kepadatan penduduk Jawa agar perbaikan ekonomi lebih merata, dan menyelenggarakan edukasi untuk penduduk bumiputra.
Untuk meningkatkan produksi pertanian, pemerintah Hindia-Belanda memperluas saluran irigasi di daerah pertanian. Secara bertahap didirikan pula bank perkreditan pertanian, bank simpan pinja, lumbung-lumbung desa, rumah gadai, dan sebagainya. Akan tetapi, pembangunan sarana irigarsi ini ternyata lebih banyak digunakan untuk mengalirkan ait ke perkebunan-perkebunan milik pengusaha swasta asing dan tanah-tanah pertanian milik pengusaha swasta.
Migrasi yang dilakukan secara besar-besaran dimaksudkan untuk mengurangi kepadatan penduduk di Jawa. Mereka yang dipindahkan ke Lampung dan Sumatra Timur dipekerjakan sebagai kuli/buruh di perkebunan-perkebunan dengan diberi upah rendah.
Untuk edukasi, pemerintah Hindia Belanda memperluas jaringan sekolah rendah yang memungkinkan anak-anak dari kalangan rakyat biasa dapat memperoleh pendidikan. Sebelumnya, hanya anak-anak bumiputra dari golongan bangsawan atau yang berstatus tinggi di dalam masyarakat saja dapat memeproleh pendidikan. Kebutuhan masyarkat terhadap pendidikan ternyata sangat tinggi. Sekolah tidak hanya tempat untuk memperoleh pengetahuan dan membuka wawasan, tetapi pendidikan akan meningkatkan derajat dan status sosial seseorang.
Ada dua kategori sekolah formal pada masa itu, yaitu pendidikan untuk bumiputra dan nonbumiputra . Untuk pendidikan nonpribumi disebut dengan sekolah desa (volkschool), dibangun di desa-desa dengan biaya yang diperoleh dari penduduk setempat, tetapi tetap memperoleh subsidi dan pengawasan dari pemerintah kolonial. Pendidikan dinyatakan selesai ketikan anak-anak ini telah menamatkan pelajaran hingga kelas tiga. Hasil pendidikan hanya untuk mencapai target memiliki kemapuan membaca, menulis, dan berhitung. Adapun bagi anak-anak yang cukup cerdas dan orang tuanya mapu membiayai boleh melanjutkan ke sekolah lanjutan (vervogschool) dengan lama pendidikan dua tahun. Tamat dari pendidikan tersebut, mereka akan mendapat julukan sebagai semicendikiawan. Julukan itu tampaknya memang tidak terlalu berlebihan untuk masa itu karena banyak dari kalangan mereka melahirkan organisasi pergerakan kebangsaan. Golongan ini sudah dapat dipandang sebagai golongan terpelajar jika dibandingkan dengan penduduk desa lainnya. Sekolah semacam ini juga dikenal dengan sebutan Tweese Klase School atau orang Jawa menyebutnya sebagai "sekolah ongko loro". Anak-anak yang tamt dari sekolah ini dapat dipekerjakan sebagai pegawai administari rendahan di kantor-kantor milik Belanda.
Untuk sekolah nonpribumi, ada Holland Inlandsche School (HIS) yang mempunyai program pendidikan selama tujuh tahun. Mereka yang dapat bersekolah di sini, selain anak-anak Belanda, juga anak-anak dari golongan bangsawan bumiputra, orang terkemuka, atau mempunyai status sosial tinggi dengan tingkat ekonomi yang mapan. Mereka dilatih untuk menjadi pegawai negeri dengan pengantar bahasa Belanda. Selain itu, didirikan pula sekolah yang lebih bersifat khusus, seperti Europeesche Lagere School (ELS), meskipun sebenarnya tingkatnya setara dengan "sekolah ongko loro", tetapi dalam proses belajarnya menggunakan bahasa Belanda sebagai pengantar.
Khusus pendidikan menengah umum yang bersifat lebih khusus adalah Hoogere Burger School (HBS) dengan program pendidikan selama lima tahun. Selanjutnya, ada sekolah yang bersifat lebih umum, seperti Meer Uitbreid Lager Onderwijs (MULO) dengan program pendidikannya selama tiga tahun. Berawal dari MULO, mereka dapat melanjutkan ke Algemene Middlebare Scholen (AMS) selama tiga tahun. Setelah tamat HBS atau AMS, mereka dapat melanjutkan ke sekolah tinggi.
Pendidikan tinggi banyak didirikan di Batavia (sekarang Jakarta), misalnya pendidikan kedokteran (STOVIA), hukum (Recht Hooge School), sastra (Faculteit der Letteren en Wijsbegerte), kemudian pendidikan teknik (Technische Hooge School) di Bandung, dan kedokteran di Surabaya. Untuk pendidikan hukum dan ekonomi, terbuka kesempatan untuk memperolehnya di Belanda. Di samping itu, berdiri pula sekolah-sekolah swasta yang dikelola oleh bumiputra, seperti Muhammadiyah dan Taman Sswa dengan sistem pengajaran yang telah menggunakan sisitem pembelajaran Barat.
Tujuan Belanda mendirikan sekolah-sekolah, terutama bagi bumiptra, adalah menghasilkan tenaga-tenaga kerja terampil dan terdidik yang patuh kepada Pemerintah Hindia Belanda. Tujuan tersebut ternyata tidak sepenuhnya tercapai karena malah muncul elite politik yang melawan Belanda. Elite politik tersebut umumnya adalah para pemuda terpelajar yang tergerak karena melihat adanya realitas sosial yang mengecewakan di masyarakat. Realitas sosial seperti diskriminasi ni ternyata tidak dapat dihilangkan. Meskipun mereka berhasil memperoleh tingkat pendidikan yang sama, orang kulit putih atau mereka yang termasuk sebagai golongan bangsawan dan memiliki status terpandang tetap saja didahulukan.
Oleh karena itu, golongan pemuda terpelajar ini bukan saja menginginkan kesetaraan dalam segala hal, tetapi juga terpanggil untuk membangun dan memimpin pergerakan kemerdekaan. Suatu pandangan baru yang dapat mengubah realitas sosial yang lebih baik di masa yang akan datang.
0 Comments:
Posting Komentar