Sekolah Dasar

Di halaman ini kamu akan mendapatkan banyak materi Sekolah Dasar

Sekolah Menengah Pertama

Di halaman ini kamu akan mendapatkan banyak materi Sekolah Menengah Pertama

Sekolah Menengah Atas

Di halaman ini kamu akan mendapatkan banyak materi Sekolah Menengah Atas

Materi Umum

Di halaman ini kamu akan mendapatkan banyak Pengetahuan Umum

Kelas Online

Jika kamu membutuhkan bimbingan untuk belajar online, kamu bisa gabung di kelas online.

Rabu, 27 November 2024

Gerakan Pemuda dan Mahasiswa yang Memengaruhi Perubahan Tata Negara di Indonesia - Reformasi

Reformasi memiliki pengertian sebagai sebuah gerakan radikal yang bertujuan memperbaiki kondisi masyarakat atau negara di segala bidang. Reformasi menghendaki digantinya tatanan kehidupan lama dengan sebuah tatanan kehidupan baru, berdasarkan pada hukum yang berlaku dan mengarah kepada sebuah perbaikan. Pada 21 Mei 1998 menjadi momentum penting dari sejarah sosial politik di Indonesia, Presiden Soeharto yang berkuasa lebih dari 30 tahun menjadi karakter tunggal, simbol pemersatu kekuatan militer, serta pemegang kekuasaan birokrasi dan korporasi, dapat dilengserkan oeh kekuatan sosial yang dimotori oleh para mahasiswa.

Lengsernya Presiden Soeharto didahului oleh gelombang aksi protes dan keresahan sosial yang menyebar ke seluruh Indonesia. Menurut Samuel P. Hutington (1991), kondisi ini telah membuat Indonesia masuk pada suatu fase "Gelombang Demokrasi Ketiga" (The Third Wave World of Democratization). Gelombang aksi protes yang dimotori oleh mahasiswa ini dipicu oleh beberapa faktor, diantaranya krisis multidimensional yang bermuara pada krisis kepercayaan pada pemerintahan yang telah berkuasa sangat lama. 

Keterpurukan perekonomian Indonesia pada masa akhir Orde Baru didorong oleh adanya krisis di dunia perbankan nasional. Pemerintah Indonesia saat itu telah melikuidasi 16 bank swasta dan pada 1997 melakukan pengawasan terhadap 40 bank bermasalah melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Pemerintah juga telah mengeluarkan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) agar bank-bank bermasalah itu dapat keluar dari kondisi krisis. Sayangnya, kredit yang diberikan banyak dimanipulasi sehingga bank-bank bermasalah tersebut tidak dapat mengembalikan pinjamannya. Akibatnya, beban keuangan yang ditanggung pemerintah semakin membengkak. Kondisi ini berdampak pada berkurangnya kepercayaan dunia Internasional terhadap kondisi politik dan ekonomi di Indonesia. Pemerintahan Presiden Soeharto dinilai tidak mampu memecahkan masalah ekonomi dan politik yang terus bergulir. 

Perlu kita pahami bahwa peristiwa Reformasi 1998 tidak hanya sekadar periode pergantian kekuasaan, tetapi juga harus dimaknai sebagai sebuah akumulasi dari krisis multidimensional. Hal ini merupakan dampak dari sistem politik yang tidak demokratis. Di samping itu, kurangnya kemandirian dari lembaga-lembaga negara dalam membuat kebijakan yang memihak kepada kepentingan rakyat. Pada akhirnya berujung pada sebuah aksi massa yang menyuarakan tuntutan terhadap beberapa masalah, yakni sebagai berikut. 
  1. Menganti kepemimpinan yang selama 30 tahun lebih berada di tangan Presiden Soeharto.
  2. Melakukan amandemen terhadap UUD 1945 yang telah dijadikan sebagai konstitusi negara dan menjadi dasar dari seluruh undang-undang.
  3. Menghapus dwifungsi ABRI, yakni tugas tambahan yang diberikan kepada ABRI berupa tugas politik telah membawa dapak yang kurang baik untuk ABRI sendiri maupun seluruh bangsa Indonesia. Eksistensi dwifungsi ABRI dipandang telah memberikan keleluasaan kepada militer untuk terlibat dalam agenda-agenda sosial politik pemerintah. Keterlibatan ini tentu saja telah melampaui kewenangan ABRI jika dilihat dari tugas pokoknya, yaitu menjaga keamanan dan pertahanan negara. Hal ini terlihat selama pemerintahan Presiden Soeharto, eksistensi ABRI digunakan untuk mengawasi dan membatasi hak-hak politik rakyat sipil maupun hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya warga negara Indonesia.
  4. Memberikan otonomi daerah yang seluas-luasnya. Pemerintahan Orde Baru telah menerapkan sistem pemerintahan yang sentralistik sehingga seluruh urusan diatur pemerintah pusat. Pemerintah daerah hanya sebagai pelaksana instruksi. Sistem ini telah mematikan kreativitas pemerintah daerah sehingga pembangunan daerah berjalan tersendat.
  5. Penegakan supremasi hukum. Sudah seharusnya pemerintahan Orde Baru melanjutkan cita-cita para pendiri bangsa bahwa keadilan bagi rakyat harus terlaksana. Namun, hal ini tidak dapat terwujud menjadi kenyataan karena aparat penegak hukum berada di bawah kendali pemerintah.
  6. Dibentuk pemerintahan yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Pengawasan DPR dan para penegak hukum yang lemah telah menyuburkan praktik KKN. Hasil-hasil pembangunan hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang yang memiliki kedekatan dengan pusat kekuasaan.
Sementara gerak pemuda dan mahasiswa semakin keras menyuarakan agenda reformasi, pemerintah menerapkan kebijakan yang sangat reaktif, yaitu mencabut subsidi BBM yang diumumkan pada 4 Mei 1998. Suasana yang penuh ketidakpastian ini menggoyahkan stabilitas politik. Suara rakyat yang didukung mahasiswa, semakin gencar meminta presiden Soeharto turun dari jabatannya. Puncaknya, ketika aparat keamanan mulai menembaki kampus Trisakti pada 12 Mei 1998. Saat itu sedang berlangsung aksi demonstrasi anti-pemerintah yang berlangsung dengan penuh semangat. Peristiwa penembakan ini mengakibatkan tewasnya empat mahasiswa Trisakti, yaitu Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan,Heri Hartanto, dan Hendrawan Sie. Penembakan ini kemudian memicu aksi demonstrasi yang lebih besar lagi. Mahasiswa mulai turun ke jalan, dan dengan cepat berkembang hingga ke luar Jakarta, seperti di Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi sambil terus meneriakkan tuntutan Reformasi. 

Aksi demonstrasi kemudian disusul dengan kerusuhan massal yang berlangsung dari 13-15 Mei 1998. Aktivitas ini dengan cepat merambat ke kota-kota besar, seperti Solo, SUrabya, Yogyakarta, Lampung, dan Palembang. Kerusuhan diwarnai dengan tindakan anarkis, seperti penjarahan dan pembakaran toko-toko, penyerangan pos polisi, serta pusat-pusat perdagangan yang mengakibatkan kegiatan ekonomi lumpuh total. Kerusuhan kemudian berkembang menjadi kerusuhan etnis dengan sasaran utama etnis Tionghoa. Banyakyang menjadi korban, tidak saja dalam bentuk moril, tetapi juga materiil. Hal yang lebih mengherankan adalah ketika kerusuhan terjadi tidak ada tindakan pencegahan yang serius dari aparat keamanan sehingga kerusuhan menjadi sangat anarkis.

Selanjutnya para mahasiswa berhasil menduduki gedung DPR/MPR pada 18 Mei 1998. Mereka terus menyerukan agar Presiden Soeharto segera turun dari jabatannya. Dua minggu setelah peristiwa di kampus Trisakti, pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya selaku Presiden ke-2. Ia kemudian menyerahkan jabatannya kepada Wakil Presiden B.J. Habibie. Sekali lagi kekuatan perjuangan mahasiswa yang murni dapat menumbangkan rezim otoriter dan mengubah sistem ketatanegaraan di Indonesia. 

Rabu, 20 November 2024

Gerakan Pemuda dan Mahasiswa yang Memengaruhi Perubahan Tata Negara di Indonesia - Tritura (Tri Tuntutan Rakyat)

Pada awal 1965, kondisi dan situasi politik semakin terasa tidak kondusif. Politik luar negeri Indonesia pun telah meninggalkan konsep bebas aktif. Indonesia membangun dengan hubungan dengan Tiongkok, dan membentuk poros Jakarta-Hanoi-Peking-Pyong Yang, dan sebagai konstelasi politik dunia yang baru. dengan demikian, Indonesia semakin jauh dari negara-negara Barat dan semakin sejalan dengan haluan politik dari negara-negara blok Timur. Sikap permusuhan juga ditujukan secara khusus terhadap Amerika Serikat, dan semakin memuncak ketika 7 Januari 1965, Indonesia menyatakan secara resmi keluar dari keanggotaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Situasi politik dalam negeri sendiri semakin menunjukkan kondisi meresahkan. PKI berhasil melakukan konsolidasi dalam tubuh partainya sendiri sejak tahun 1960-1965. Pada masa itu, kegiatan politik yang muncul di permukaan selalu menonjolkan kegiatan PKI dalam segala bidang. Hal ini menunjukkan bahwa partai ini telah duduk dengan kokoh dalam percaturan politik di Indonesia. Di kalangan mahasiswa, berkembang perseteruan antara kelompok consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI), organisai mahasiswa yang berafiliasi dengan PKI, dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Rapat-rapat yang diselenggarakan CGMI di Istora Senayan Jakarta, selalu bertemakan "Bubarkan HMI". Hal tersebut merupakan sebuah tindakan agresif yang ingin menekan Presiden Soekarno agar segera membubarkan HMI. Akan tetapi, Soekarno sendiri tetap bertahan dengan ide Nasakomnya (Nasionalis, Agama, dan Komunis) dan tetap berkeinginan agar ketiga elemen politik tersebut tetap bersatu.

Konflik pro dan kontra terhadap PKI terus berlanjut hingga akhirnya bermuara pada sebuah tragedi nasional, yakni meletusnya peristiwa Gerakan 20 September 1965. Gerakan ini melibatkan anggota PKI dan kelompok tentara dari kesatuan Resimen Cakrabirawa yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung sebagai dalang dari peristiwa tersebut. Selama melakukan konsolidasi dan membangun kekuatan partai, PKI selalu memperlihatkan sikap-sikap nonkompromi terhadap mereka yang tidak berhaluan kiri. Perbuatan yang dinilai telah melebihi batas kemanusiaan ketika terjadi penculikan dan pembunuhan terhadap para jenderal senior angkatan darat oleh Resimen Cakrabirawa, telah membangkitkan kemarahan di kalangan rakyat Indonesia. Gerakan mahasiswa non-komunis mulai bangkit dan membentuk organisasi baru yang mereka namakan Kesatuan Aksi Pengganyangan Kontra revolusi Gerakan Tiga Puluh September yang disingkat menjadi KAP Gestapu. Wadah baru organisasi mahasiswa ini juga menampung aspirasi masyarakat dan terus mengikuti perkembangan situasi.

KAP-Gestapu kemudian mengadakan rapat umum setelah sebelumnya mengadakan pertemuan untuk melakukan konsultasi dengan Letnan Jenderal Soeharto, (ketika itu menjabat sebagai Pangkopkamtib (Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban)) di Taman Surapati, Jakarta, pada 8 Oktober 1965. Hasil rapat tersebut menghasilkan kesepakatan, di antaranya tetap berada di belakang Presiden Soekarno dalam menumpas G30S dan mendesak Presiden agar segera membubarkan PKI dan semua ormas-ormasnya. Puncak gerakan KAP-Gestapu adalah ketika berhasil mengerahkan massa secara besar-besaran pada 9 November 1965 di Lapangan Banteng, Jakarta. Pada Januari, KAP-Gestapu menjadi Front Pancasila dengan kegiatan yang lebih berfokus dalam bidang politik.

Gerakan para mahasiswa ini terus berlanjut, namun berjalan sendiri-sendiri di kota-kota besar di seluruh Indonesia. Mereka dengan aktif mengadakan rapat-rapat dan menyerukan anti-PKI. Kegiatan ini akhirnya menghasilkan pemikiran untuk membentuk sebuah wadah yang dapat mempersatukan gerakan agar perjuangan berjalan semakin efektif. Paa 25 Oktober 1965, diadakan pertemuan dari seluruh pimpinan mahasiswa di rumah Menteri Perguruan Tinggi Ilmu Pengetahuan (PTIP), Syarif Thayeb. Dari hasil pertemuan ini, akhirnya dibentuk wadah baru bagi gerakan mahasiswa Indonesia dengan nama Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Meskipun pada awal pembentukannya KAMI belum memiliki anggara dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART), KAMI telah memiliki tekad dan perjuangan, yakni:

  1. mengamankan dan mengamalkan Pancasila
  2. anti kepada Nelikom (neokolonialisme dan imperialisme) dan segala bentuk penjajahan, dan
  3. membantu ABRI mengganyang G30S dan PKI beserta ormas-ormasnya.
Smentara itu, kondisi perekonomian negara semakin merosot. Hal ini menimbulkan keprihatinan bagi KAMI, terutama ketika pemerintah mengumumkan pemotongan nilai mata uang rpiah dari nilai semula Rp1.000,- menjadi Rp1,- utuk nilai uang baru. Kebijakan ini dilakukan pemerintah untuk mengatasi laju inflasi yang telah mencapai 650%. Masalah lain yang meresahkan adalah ketika Presiden Soekarno belum juga membubarkan PKI yang menjadi tuntutan utama masyarakat. Gelombang demonstrasi para pemuda dan mahasiswa yang menuntut pembubaran PKI semakin meluas bahkan mengarah pasa situasi konflik politik. Perasaan tidak puas mencetuskan lahirnya Tri Tuntutan Rakyat (Tritura).

Pada 12 Januari 1966, KAMI bersama-sama dengan rayat beserta Front Pancasila dan kesatuan aksi lainnya mendatangi DPR-GR mengajukan Tritura yang berisi:
  1. pembubaran Partai Komunis Indonesia,
  2. pembersihan kabinet dari unsur-unsur G30S dan PKI, dan 
  3. penurunan harga/perbaikan ekonomi.
Aksi demonstrasi terus bergulir. Mahasiswa dan rakyat bergerak setiap hari memenuhi jalan-jalan di ibu kota. Hal ini berlangsung selama 60 hari. Menanggapi aksi mahasiswa ditambah dengan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Presiden Soekarno kemudian mengundang perwakilan mahasiswa/pelajar untuk mengikuti Sidang Paripurna Kabinet Dwikora pada 15 Januari 1966 di Istana Bogor. Akan tetapi, di dalam sidang tersebut Presiden Soekarno menuding aksi mahasiswa yang terjadi telah ditunggangi oleh kekuatan Nekolim, khususnya oleh Central Intelligenie Agency (CIA). Presiden Soekarno kemudian mengajar para mahasiswa/pelajar dan seluruh rakyat Indonesia untuk membentuk "Barisan Soekarno". Namun, upaya ini mengalami kegagalan. Bahkan, ketika pelantikan anggota Kabinet Dwikora pada 24 februari 1966, para demonstran kembali melakukan aksi serentak turun ke jalan dengan melakukan pengempisan ban-ban kendaraan roda empat yan gmelintas di jalan raya. Akibatnya lalu lintas ibu kotra praktis terhenti. Dalam bentrokan dengan aparat keamanan, seorang mahasiswa Fakultas Kedokteran UI, Arief Hakim tewas tertembak peluru aparat. Terjadinya insiden berdarah ini membuat situasi semakin memanas, ditambah lagi dengan krisis kepemimpinan nasional. Melihat perkembangan kondisi ini, Presiden Soekarno kemudian memutuskan untuk membubarkan KAMI.

Meskipun KAMI dibubarkan, aksi pergerakan massa tidak ikut berhenti. Para peimimpin KAMI merasa perlu membentuk wadah baru yang akan meneruskan perjuangannya sehingga terbentuklah Laskar Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat). Gelombang demonstrasi terus berlanjut hingga ke berbagai kota di Indonesia, yang terus menyuarakan Tritura. Ketika pemerintahan Presiden Soekarno mendekati masa akhir pembubaran PKI dilaksanakan oleh Jenderal Soeharto sebagai pengemban amanah Surat Perintah 11 Maret 1966 pada 12 Maret 1966. Sejaksaat itu, Jenderal Soeharto lebih berperan banyak di pemerintahan. Pada akhirnya, Soeharto diangkat menjadi Presiden RI ke-2 menggantikan Presiden Soekarno dan dimulailah masa Orde Baru. Pemerintahan Orde Baru bertekad untuk melakukan koreksi secara total atas segala penyelewengan yang dilakukan Demokrasi Terpimpin.

Selasa, 19 November 2024

Gerakan Pemuda Setelah Kemerdekaan Indonesia

Setelah pelaksanaan proklamasi kemerdekaan, memang tidak dengan serta merta membawa Indonesia ke dalam situasi yang aman dan tenteram. Layaknya sebuah negara yang baru saja menikmati kebebasan dari cengkraman kolonialisme, masih banyak persoalan pemerintahan, politik, dan ekonomi yang harus diselesaikan. Berbagai peristiwa pengalihan kekuasaan terjadi di hampir semua kota di Jawa dan Sumatra. Hal ini seiring dengan berbagai usaha yang dilakukan untuk memperkuat barisan pemuda. Seruan dan tulisan-tulisan bernada heroik, sepperti "Merdeka atau Mati" dan "Sekali Merdekar Tetap Merdeka", terdengar dan tertulis dimana-mana. Bendera Merah Putih dikibarkan di kantor-kantor penting. Situasi ini akan dengan mudah memicu konflik dengan pihak Jepang.

Para pemuda juga menentang simbol-simbol yang menunjukkan kesan akan kembalinya kekuasaan Belanda di Indonesia, seperti ketika di Hotel Yamato, Surabaya, dikibarkan bendera Belanda yang berwarna merah, putih, dan biru. Para pemuda kemudian menyerbu hotel tersebut pada 19 September 1945. Beberapa orang dari mereka naik ke tiang bendera untuk menurunkan bendera tiga warna itu, merobek warna birunya, dan mengibarkan kembali dengan warna merah dan putih.

Peristiwa yang sangat mengundang risiko ini telah menunjukkan adanya keinginan yang dalam dari bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan meskipun harus berkorban jiwa. Insiden bendera ini selalu menjadi kenangan bagi bangsa Indonesia karena semangat patriotis yang ditunjukkan oleh para pemuda yang sangat spontan dan tanpa pamrih. Sama halnya dengan peristiwa Rapat Raksasa di Lapangan Ikada yang terjadi di Jakarta. Ketika massa pemuda berkumpul di Lapangan Ikada untuk mendengarkan Presiden Soekarno berpidato setelah pelaksanaan proklamasi. Namun karena alasan keamanan, Soekarno membatalkan pidatonya.

Pada masa awal kemerdekaan, pemerintahan yang baru terbentuk ini harus menghadapi sejumlah permasalahan yang harus segera diselesaikan, seperti menyusun pemerintahan, membentuk Komite Nasional sebagai pembantu presiden mengurus tawanan Jepang, menyelesaikan sejumlah konflik yang terjadi antara para pemuda dan rakyat, baik dengan tentara Jepang maupun dengan tentara Sekutu dan NICA yang sudah mulai berdatangan untuk menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang.

Bentrokan bersenjata terbesar antara para pemuda dan tentara Jepang terjadi di Semarang. Ribuan pemuda gugur dalam pertempuran yang berlangsung selama lima hari. September hingga memasuki awal November 1945, keadaan di Indonesia memang semakin rumit dan genting. Hal ini disebabkan masuknya tentara Sekutu ke kota-kota besar di Jawa.

Awalnya, kedatangan tentara Sekutu dalam kesatuan South East Asian Command (SEAC) di bawah pimpinan Laksamana Lord Louis Mountbatten, disabut biasa saja oleh bangsa Indonesia. Pasukan khusus dari SEAC yang ditugaskan untuk menerima penyerahan kekuasaan dari Jepang adalah Allied forces Netherlands Eas Indies. Pasukan khusus tersebut membawa serta orang-orang Belanda dalam kesatuan Netherlands Indies Civil Administration (NICA). Tujuan kedatangannya adalah untuk menegakkan kembali pemerintahan Hindia Belanda.

Rakyat Indonesia dengan cepat memberikan reaksi melalui pertempuran yang tercatat dalam sejarah, antara Oktober hingga Desember 1945 terjadi pertempuran di Medan, Palembang, Surabaya, dan Bandung. Pertempuran terbesar terjadi di Surabaya pada 10 November 1945. Ribuan nyawa melayang demi mempertahankan kemerdekaan. Untuk mengenang peristiwa tersebut, setiap 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan. Di Bandung, perjuangan rakyatnya kemudian dikenang sebagai peristiwa Bandung Lautan Api. Peran pemuda dalam periode mempertahankan kemerdekaan ini sangat besar. Mereka berjuang bersama dan mengangkat senjata demi kehormatan bangsa Indonesia.

Senin, 18 November 2024

Gerakan Pemuda Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang

Kegiatan pemuda Indonesia pada masa kependudukan Jepang secara umum terbagi dalam tiga hal, yaitu :

  1. gerakan organisasi pemuda yang bersifat militer dan semimiliter
  2. organisasi pemuda yang bergerak secara sembunyi-sembunyi atau yang lebih dikenal dengan gerakan bawah tanah, dan
  3. organisasi pemuda bentukan Jepang yang disiapkan menbantu Jepang menghadapi Perang Asia Timur Raya.
Pada 1943, organisas-organisasi militer dan semimiliter mulai dibentuk, diantaranya Keibodan, Heiho, Seinendan dan Peta, Giyugun di Sumatra, serta Fujinkai yang diperuntukkan khusus untuk perempuan. Dalam kelompok semimiliter dan militer ini, Jepang memilih para pemuda Indonesia dengan kategori usia 14-25 tahun. Selain diberi pendidikan militer, mereka juga dikenalkan dengan berbagai budaya dan tradisi Jepang. Seinendan yang merupakan sumber kekuatan pertahanan, diharapkan dapat bergerak di semua kegiatan. Mereka diberi latihan kemiliteran dan indoktrinasi budaya serta tradisi Jepang selama 1,5 tahun secara ebrsama-sama dengan aseluruh anggota Seinendan dari seluruh Pulau Jawa. Demikian pula dengan Keibodan yang dibentuk untuk membantu tugas-tugas kepolisian dan secara khusus diberikan latihan cara-cara menjaga keamanan, meliputi wilayah udara, pantai, dan laut.

Mereka dilatih untuk dapat melakukan penyelidikan terhadap isu-isu yang berkembang di masyarakat, mencari penjahat, dan mengawasi orang-orang yang tidak dikenal atau yang dicurigai pemerintah. Sama halnya dengan Seinendan, Keibodan juga mendapat latihan dasar-dasar kemiliteran secara umum dan intensif. Selain itu, ada Heiho yang diperuntukan bagi para pemuda yang berhasil menamatkan pelajaran di sekolah menengah. Mereka mempunyai tugas khusus, yaitu menjadi bagian dari kegiatan angkatan perang Jepang yang tersebar di semua wilayah kekuasaan Jepang sebagai pembantu prajurit Jepang. Adapun Pembela Tanah Air (Peta), dibentuk dengan tujuan khusus, yaitu bekal bagi  bangsa Indonesia ketika merdeka untuk dapat mempertahankan wilayahnya. Selain memperoleh pendidikan kemiliteran, anggota Peta juga diberi keterampilan memimpin pasukan dan strategi pertahanan. Tidaklah mengherankan tokoh-tokoh utama yang berasal dari tentara Peta banyak yang bergabung menjadi Tentara Nasional Indonesia.

Para pemuda yang bersikap nonkooperatif dan tidak menyukai fasisme Jepang, memilih melakukan gerakan bawah tanah. Umumnya gerakan ini dilakukan dan dimotori oleh para pemuda yang tinggal di asrama-asrama mahasiswa, seperti asrama Angkatan Baru Indoensia yang berlokasi di Jalan Menteng Raya 31, asrama mahasiswa di Jalan Prapatan 10, dan kelompok mahasiswa dari Jalan Bungur 56. Syahrir dan Amir Syarifuddin merupakan dua orang motor penggerak organisasi bawah tanah ini. Mereka memiliki idealisme yang kuat untuk tercapainya kemerdekaan yang harus direbut dengan tangan bangsa Indonesia sendiri. Sikap menolak kerja sama dengan pemerintah, membuat kelompok ini sering menemui konflik dengan penguasa Jepang.

Adapun organisasi-organisasi bentukan Jepang lainnya adalah Gerakan Tiga A (3A), Djawa Hokokai, Putera yang dipimpin oleh tokoh-tokoh, seperti Bung Karno, Bung Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K. H. Mas Mansyur. Mereka dikenal dengan nama 4 Serangkai yang bertugas melakukan mobilisasi umum, seperti pengarahan tenaga Romusha dan melakukan persiapan-persiapan penting bagi sebuah negara merdeka (Cuo Sangi In).

Kemerdekaan Indonesia akhirnya dapar diperoleh berkat perjuangan bangsa Indonesia. Sejak saat itu terjadi perubahan dalam tata negara, dari negara terjajah menjadi negara merdeka.

Minggu, 17 November 2024

Tokoh Pergerakan Kaum Muda dan Pemikirannya - Maria Walanda Maramis

Maria Walanda Maramis berasal dari manado yang lahir pada 1872 dan berasal dari keluarga yang cukup mapan. Pada 1878, kedua orang tuanya wafat karena wabah penyakit kolera. Setelah kedua orang tuanya meninggal, ia beserta saudara-saudaranya diasuh oleh paman dari pihak ibu yang juga merupakan keluarga terpandang di Maumbi. Ia dan kakak perempuannya, Ance, kemudian disekolahkan di Sekolah Melayu, Maumbi, dengan pelajaran utamanya membaca, menulis, berhitung, dan menyanyi.

Pada 1890, Maria kemudian menikah dengan Joseph Frederick Calesung dan dikaruniai tiga orang anak. Maria sebenarnya masih ingin melanjutkan sekolah ke Batavia, tetapi tidak diizinkan oleh pamannya. Suaminya adalah seorang guru bahasa Melayu dan mengajar di salah satu sekolah Belanda di Manado, sehingga setelah menikah Maria pindah lagi ke Manado.

Pada 1917, Maria mendirikan organisasi yang diberi nama Percintaan Ibu Kepada Anak Turunannya (PIKAT). Maria sangat mengagumi Kartini yang telah memberinya inspirasi untuk memperjuangkan nasib kaum perempuan agar memperoleh persamaan hak dengan laki-laki terutama dalam memperoleh pendidikan. Meskipun secara formal tidak lagi mendapat kesempatan untuk memperoleh pendidikan, Maria banyak belajar dari seorang pendeta bernama Jan Ten Hoeven. Pendeta inilah yang banyak mengajarkan pengetahuan kemasyarakatan, adat istiadat, dan tata cara Barat di samping hal-hal yang berhubungan dengan keagamaan. Maria banyak memperoleh pengetahuan mengenai suku bangsa di dunia dengan berbagai kehidupan, kebiasaan, dan adat istiadat yang dimilikinya.

sumber : www.ikpni.or.id

Maria berpendapat bahwa perempuan seharusnya diberi kesempatan untuk mengenyam pendidikan agar menjadi istri dan ibu yang baik bagi anak-anaknya. Dalam organisasi PIKAT, Maria merumuskan tiga tujuan utama, yaitu sebagai berikut.

  1. menyediakan wadah bagi perempian Munahasa agar saling mengenal dan bergaul
  2. membina dan mendidik kaum muda perempuan Minahasa sebagai calon ibu yang akan melahirkan generasi penerus bangsa
  3. membiasakan perempuan Minahasa untuk mengemukaan dan merumuskan pendapat, pandangan, serta pemikirannya secara bebas.
Maria juga memiliki kemampuan menulis. Ia membuat sejumlah artikel yang dimuat pada surat kabar lokal. Kemampuan menulis ini kemudian menjadi alat yang ampuh dalam mengembangkan program-program PIKAT. cita-citanya adalah menerbitkan majalah bagi perempuan dan mendirikan sekolah kerumahtanggaan. Sekolah ini akhirnya didirikan dengan syarat utama bagi siswi yang berminat harus sudah menamatkan Hollans Inlandsche School (HIS). Sekolah ini bukanlah sekolah keahlian, tetapi lebih berperan sebagai wadah untuk melatih para perempuan muda dalam mengelola rumah tangga dengan cara-cara yang modern. Sekolah ini kemudian memperoleh pengesahan dari pemerintah Belanda pada 19 Januari 1919.

Sabtu, 16 November 2024

Tokoh Pergerakan Kaum Muda dan Pemikirannya - Silas Papare

Silas Papare lahir di Serui, Papua, pada tanggal 18 Desember 1918. Ia berhasil menamatkan pendidikan di Sekolah Juru Rawat pada 1935. Pemikirannya ia curahkan bagi terbebasnya Indonesia dari kekuasaan Belanda serta membebaskan tanah kelahirannya, Irian Barat, dari kekuasaan Belanda. Ia juga tercatat aktif di percaturan politik dengan mendirikan sebuah partai.

Demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, di bawah bimbingan Harjono dan Suprapto, ia membentuk Komite Indonesia Merdeka (KIM) pada tanggal 29 September 1945. Komisi tersebut dimaksudkan untuk menghimpun kekuatan, mengatur strategi dan memulangkan para tawanan. Perjuangan ia lanjutkan pada Desember 1945, bersama Marthen Indey dan Cornelis Krey, untuk mempengaruhi Batalion Papua agar mau memberontak terhadap Belanda guna mewujudkan kemerdekaan di tanah kelahirannya. Namun, usaha tersebut terendus oleh pihak Belanda dan menemui jalan buntu meski sempat mendatangkan bantuan dari Rabaul (Papua Timur). Ia pun dipenjarakan di Holandia (Jayapura) bersama Marthen Indey.

Silas Papare terus mencoba untuk mengusik kekuasaan Belanda dengan mendirikan sebuah partai politik bernama Partai Kemerdekaan Irian pada 23 November 1946 di mana ia bertindak sebagai ketua umum. Pihak Belanda yang tak menyukai pendirian partai tersebut, kembali menangkap Silas Papare dan memenjarakannya di Biak.

sumber : www.papua.go.id

Setelah menghirup alam kebebasannya kembali, Konferensi Meja Bundar pada 1949 yang diproyeksikan sebagai penyelesaian konflik antara Indonesia dengan Belanda, melibatkan Silas Papare sebagai delegasi Republik Indonesia mewakili Partai Kemerdekaan Irian. Ia juga terlibat dalam pembentukan Kompi Irian di Markas Besar Angkatan Darat dengan tujuan mengembalikan Irian ke pangkuan Indonesia pada forum internasional tahun 1951. Pemerintah lalu membentuk Provinsi Irian Barat sebagai tandingan Pemerintah Belanda pada 1954. Titik terang baru nampak ketika perundingan di New York yang menghasilkan "New York Agreement" di mana Belanda setuju mengembalikan Irian ke pemerintah Republik Indonesia. Silas Papare ditunjuk pemerintah menjadi anggota delegasi Indonesia mewakili Irian Barat pada perundingan yang diselenggarakan pada 1962 tersebut.

Silas Papare memberikan andil besar bagi kembalinya Irian menjadi bagian integral Republik Indonesia. Ia menjadi pelopor bagi tumbuhnya cinta tanah air dan nasionalisme di Papua. Pemerintah membalas jasanya dengan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional pada 14 September 1993.

Jumat, 15 November 2024

Tokoh Pergerakan Kaum Muda dan Pemikirannya - Mohammad Natsir

Semangat Islam begitu mendarah daging dan mengilhami untuk membebaskan diri dari belenggu kolonialisme. Mohammad Natsir adalah seorang yang turut berkontribusi besar dalam percaturan politik Indonesia dalam mengapai kemerdekaan. Perkenalannya dengan A. Hasan, seorang pembaharu Islam, ketika bersekolah di Bandung, membawa Ntsir semakin mendalami pengetahuannya tentang Islam.

Mohammad Natsir menempuh pendidikan awalnya di Sekolah Kelas II di Maninjau pada 1916. Hanya berselang beberapa bulan, ia memutuskan untuk pindak ke sekolah swasta, Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Adabiyah di Padang. Keinginannya untuk mengenyam pendidikan di HIS milik pemerintah harus terbentur akibat ayahnya hanya seorang pegawai rendahan. namun, ketika pemerintah membuka HIS di Solok, ia diterima dan langsung duduk di kelas dua.

Pasca menamatkan pendidikannya di HIS, Natsir bersekolah di Meer Uitgebreid Lageree School (MULO) di Padang lewat jalur beasiswa. Pendidikan di MULO berhasil ia rapungkan pada 1927. Natsir kemudian meneruskan pendidikannya di Algemeene Middelbare School (AMS), mengambil jurusan sastra Barat klasik dan lulus tiga tahun berselang. Ia sempat menolak tawaran beasiswa di Recht Hogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) karena ingim memperdalam ajaran Islam.

Nafas pergerakan seorang Natsir diasah melalui berbagai organisasi. Ketika masih sekolah, ia masuk organisasi Natipij. Ia juga bergabung dengan Jong Islamieten Bond (JIB), bahkan menduduki jabatan sebagai wakil ketua pada 1929-1932 ketika ia di Bandung. Kegemilingannya di JIB membawanya mengemban jabatan sebagai ketua Kern-Lichaam (Badan Inti) JIB Pusat. Sementara itu, demi memajukan dunia pendidikan, terutama Islam, ia mendirikan sekolah sendiri bernama Pendidikan Islam.

Berawal dari keaktifannya di JIB, Natsir mulai merambah dunia politik dengan menjadi Ketua Parati Islam Indonesia (PII) Cabang Bandung. Ketika Jepang mulai menggantikan Belanda untuk menduduki Nusantara, Natsir memegang jabatan sebagai Kepala Jawatan Pengajaran Kotapraja Bandung dan menjadi Sekretaris Majelis Islam Ala Indonesia (MIAI). MIAI merupajan cikal bakal Majelis Syuro Mislimin Indonesia (Masyumi). Setelah Indonesia merdeka, Natsir memegang pucuk pimpinan partai tersebut pada 1948 sampai 1959.

Natsir dipecaya menjadi anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP) pada November 1945. Karir politiknya berlanjut dengan menduduki jabatan Menteri Penerangan pada tiga kabinet yang berbeda, yakni Kabinet Syahrir, Amir Syarifuddin, dan Hatta. Ia sempat dipenjarakan ketika Belanda berhasil menduduki Ibu Kota Yogyakarta, 19 Desember 1948.

Setelah tercapai kesepatakan antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Belanda melalui Konferensi Meja Bundar akhir 1949, sebagai konsekuensinya, Indonesia berbentuk negara serikat (Republik Indonesia Serikat) yang terdiri dari beberapa negara bagian, Natsir menolak konsep tersebut dengan mengajukan "Mosi Integral Natsir". Mosinya diterima oleh parlemen dan Indonesia kembali menjadi neagara kesatuan semenjak 17 Agustus 195.

Kembalinya Indonesia menjadi negara kesatuan ternyata menyebabkan beberapa konflik yang muncul dari daerah. Sebagai Perdana Menteri sejak 6 September 1950, Natsir harus menghadapi berbagai persoalan seperti separatisme yang dilancarkan oleh Andi Aziz, Republik Maluku Selatan, DI/TII; masalah otonomi di Aceh; serta mengembalikan laskar pejuang ke masyarakat. Kabinet yang dipimpinnya tak bertahan lama. Ia harus melepaskan jabatannya sejak April 1951 dan kembali memimpin fraksi Masyumi di Parlemen (1951-1958) serta Konstituante (1956-1958).

Tak hanya berkiprah di bidan gpolitik, latar belakang pendidikan agamanya yang kuat sejak kecil membawanya mendapat pengakuan dunia internasional. Pada 1976, ia diangkat sebagai Wakil Presiden Muktamar Alam Islami yang berpusat di Karachi, Pakistan serta menjadi anggota Liga Muslimin Dunia. Ia juga tercatat sebagai bagian dari Majelis Ta'sisi rabithah Alam Islami pada 1972. Tak lama ia diganjar penghargaan "Faisal Award" dari Kerajaan Arab Saudi.

Setelah tak aktif di bidang politik praktis, Natsir masih menyumbangkan perannya bagi pemerintah Indonesia. Ia turut membantu pemerintah dalam pemulihan hubungan dengan beberapa negara seperti Malaysia, Jepang, dan negara-negara Timur Tengah.

Natsir menghembuskan nafas terakhirnya pada 7 februari 1993. Namun, jejak jasanya bagi Indonesia begitu terasa. Tak hanya memajukan dunia keislaman Indonesia yang mampu melancarkan agitasi terhadap pendudukan asing, tetapi ia mampu menumbuhkan sikap cinta tanah air serta menjada Indonesia tetap bersatu. Sebagai bentuk apresiasi, Pemerintah Indonesia mengganjarnya gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 041/TK/Tahun 2008 tanggal 6 November 2008.

Kamis, 14 November 2024

Tokoh Pergerakan Kaum Muda dan Pemikirannya - Mohammad Yamin

Lahir di sebuah desa kecil bernama Talawi, dekat Sawahlunto, Sumatra Barat, 23 Agustus 1903, Mohammad Yamin adalah anak ketiga dari lima bersaudara. Usman, ayahnya bekerja di perkebunan kopi milik sebuah perusahaan Belanda sebagai seorang pengawas. Kelak, saat dewasa, ia berperan besar bagi tumbuhnya identitas kebangsaan Indonesia.

Hasrat kemajuan sudah tertanam di pikiran Yamin sejak kecil. Merasa tak mendapatkan pengetahuan bahasa Belanda saat belajar di Sekolah Kelas II Bumiputra, ia memilih berpindah ke Hollandsch-Inlandsche School (HIS). Ia lalu meneruskan pendidikannya ke Sekolah Guru di Bukittinggi. Ketertarikannya kepada sejarah, sastra, kebudayaan, maupun politik membawanya ke AMS (Algemeene Middelbare School) Yogyakarta, setelah sebelumnya tak betah ketika belajar di Sekolah Dokter Hewan dan Pertanian di Bogor. Pendidikan tinggi ia tamatkan di RHS Hoge School, Perguruan Tinggi Hukum yang memberikan gelar Mr. (Meester in de rechten [Sarjana Humum]) kepadanya pada 1932.

Kegemarannya membaca dan menulis membuat pengetahuannya kian terasah. Ia memiliki koleksi buku melebihi 20.000 buah. Tercatat, ia menerbitkan beberapa karya seperi Ken Arok dan Ken Dedes (1934), Gajahmada (1948), Diponegoro (1945), Tan Malaka (1946), dan Sapta Darma (1950). Lewat karyanya, ia memberi semangat kepada bangsa Indonesia untuk maju dan mencintai kebudayaannya demi kemerdekaan. 

Mohammad Yamin turut menyumbangkan perannya bagi pergerakan pemuda. Saat masih bersekolah di Sumatra Barat, ia menjadi pemimpin Jong Sumatranen Bond. Pada perayaan organisasi tersebut yang ke-5 di Jakarta, pada 1923, ia menyampaikan pidato berintikan bahwa bahasa Melayu akan menjadi bahasa kebangsaan. Pemikiran mengenati pentingnya bahasa kebangsaan kembali ia utarakan saat berlangsungnya Kongres Pemuda I yang di selenggarakan pada 30 April - 2 Mei 1926, di Jakarta. Ia menutup pidatonya dengan "Sejarah kini ialah, menuju nasionalisme yang dalam dan luas, ke arah kemerdekaan dan tujuan yang lebih tinggi, agar Indonesia dapar mempersembahkan kepada dunia hadiah yang lebih berharga dan lebih indah selaras dengan kebangsaan kita". Gagasan Yamin akhirnya mengilhami para pemuda saat berlangsungnya Kongres Pemuda II, 27-28 Oktober 1928 dengan mengikrarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.

Dalam pidatonya pada Kongres Pemuda II, Yamin mengajak para pemuda untuk menumbuhkan nasionalisme Indonesia. Kecintaan kepada sebuah negara yang didasari keluruhan bangsa dan tanah air dengan sepenuh hati. Yamin mengatakan bahwa cita-cita kemerdekaan bukanlah hanya sebatas harapan yang tak akan diraih, tetapi kerja keras adalah jalan untuk mencapai tujuan tersebut.

Partai politik menjadi wadah Yamin guna menyalurkan aspirasi politiknya. Ia sempat bergabung dengan Partai Partindo dan Gerindo, sebelum akhirnya mendirikan Parpindo (Partai Persatuan Indonesia) pada 1939. Yamin beberapa kali menduduki jabatan penting di pemerintahan. Perselisihannya dengan Gerindo malah membawanya menduduki jabatan sebagai anggota volksraad (Dewan Rakyat era kolonialisme Belanda) karena dicalonkan oleh kelompok Minangkabau pada periode 1938-1942. Ketika Jepang mengambil alih kekuasaan Belanda atas Nusantara, ia dipercaya menjabat sebagai penasihat (Sanyo) pada Departemen Propaganda (Sendebu). Menjelang masa akhir kependudukan Jepang, Yamin terlibat dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbi Cosakai). Ketika cita-cita kemerdekaan semakin mendekai kenyataan, ia bergabung dengan Panitia Sembilan menyusun Piagam Jakarta yang nantinya disebut Pancasila, ideologi negara Indonesia.

Kebebasan dari penjajah akhirnya dapat diraih setelah Sukarno memproklamasikan kemerdekaan yang menandai berdirinya Indonesia. Namun, Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia dan melancarkan serangan militer di beberapa daerah. Revolusi fisik menjadi usaha Indonesia untuk mempertahankan diri, di samping menempuh usaha jalur diplomasi. Sebagai seorang birokrat, Yamin terlibat menjadi Penasihat Delegasi Indonesia dalam usahanya menyelesaikan konflik dengan Belanda lewat Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1949. Kesepakatan akhirnya dicapai oleh kedua belah pihak yang sedang berseteru.

Pascarevolusi, Yamin kembali dipercaya menduduki beberapa jabatan di pemerintahan. Menteri Kehakiman (1951), Menteri Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan (1953-1955), dan Ketua Dewan Perancang Nasional (1962) adalah sederet jabatan yang pernah diemban oleh Yamin. Kontribusi Yamin bagi Indonesia begitu nyata. Selain mampu menumbuhkan semangat nasionalisme, ia menanamkan semangat kemajuan bagi kaum muda untuk mencapai keberhasilannya.

Rabu, 13 November 2024

Tokoh Penggerak Kaum Muda dan Pemikirannya - Tan Malaka

Tan Malaka memiliki peran penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Namun, namanya hampir tidak pernah disebut dalam buku pelajaran sejarah, apalagi ketika rezim Orde Baru berkuasa. Hal ini karena ideologi Tan Malaka adalah aliran marxisme. Setelah peristiwa Gerakan 30 September 1965, tokoh ini dilarang untuk diketahui apalagi dipelajari di ranah pendidikan. 

Tan Malaka lahir pada 2 Juni 1897 di Desa Suliki, Pandam Gadang, Sumatera Barat, dari keluarga terpandang dengan nama asli Ibrahim. Pendidikan dasarnya dimulai ketika ia memasuki Sekolah Latihan Guru (Kweekschool) di Bukittinggi. Tan Malaka merupakan siswa yang cerdas di sekolahnya. Kecerdasan yang dimilikinya menarik perhatian salah seorang gurunya yang bernama G.H. Horensma yang berkebangsaan Belanda. Ia kemudian mencarikan dana beasiswa agar Tan Malaka dapat bersekolah guru di Haarlem Belanda. Haarlem merupakan sebuah kota kecil yang nyaris mengalami kebangkrutan karena ditinggalkan oleh ratusan pabrik bir yang gulung tikar. Di tempat ini, Tan Malaka mulai berkenalan dengan sosialisme dan Marxisme. 

Marxisme merupakan ideologi yang berasal dari Karl Mark. Dalam ajarannya, Karl Marx menggariskan bahwa penindasan yang terjadi dalam sebuah masyarakat berakar dari ulah para kapitalis atau para pemilik modal. Dalam mencari keuntungan, para kapitalis ini tidak ragu-ragu untuk melakukan eksploitasi dari hasil kerja para buruh. Mereka akan memberikan upah yang rendah atau mengikat para buruh ini dengan utang yang diperlukan untuk menutup kebutuhan hidup sehari-hari.

Pada 1919, setelah kembali dari pendidikannya di Belanda, Tan Malaka berkesempatan menjadi guru pada Maskapai Sanembah di Tanjung Morawa, Deli, Sumatra Timur, untuk mengajar anak-anak para buruh dan kuli yang bekerja di maskapai tersebut. Selama menjadi guru, Tan Malakan selalu melakukan pengamatan terhadap nasib para buruh yang ternyata berada dalam kondisi yang sangat menyedihkan. Upah yang kecil, bekerja antara 8-12 jam sehari, dan diberi tempat tinggal yang tidak layak huni. Dari pengamatannya inilah ideologi Marxisme semakin lekat di hati dan mendominasi pikiran, kepribadian, serta tindakan Tan Malaka.

Pada 1921, Tan Malaka pergi ke Jawa dan bertemu dengan tokoh-tokoh Sarekat Islam. Tan Malaka juga dekat dengan ide-ide Pan-islamisme (persatuan Islam dunia) yang membuat dirinya dianggap sebagai tokoh yang kontroversial oleh rekan-rekannya dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Menurutnya, antara komunisme dan Islam seharunya tidak boleh terjadi perpecahan. Hal ini dikemukakan Tan Malaka ketika SI pecah menjadi dua aliran, yaitu SI Putih yang tetap bertahan sebagai organisasi berlandaskan nilai-nilai keislaman, dan SI Merah yang berdasarkan komunisme. 

Tan Malaka kemudian diangkat menjadi ketua PKI dalam usianya yang ke-25 saat itu. Menurut para pendiri PKI yang lebih senior ketika itu, seperti Semaun dan Darsono, hal ini dianggap sebagai posisi yang terlalu cepat diraih Tan Malaka. Di bawah kepemimpinan Tan Malaka, PKI mengobarkan semangat antikapitalisme dan memperjuangkan nasib rakyat yang tertindas. Akibatnya, terjadi aksi-aksi mogok kerja di berbagai maskapai atau perusahaan Belanda yang mempekerjakan banyak buruh pribumi. Pemerintah Belanda tidak tinggal diam, ribuan buruh kemudian ditangkap dan dibuang ke Boven Digul. 

Tan Malaka pun tidak luput dari penangkapan, tetapi ia diminta kepala pemerintah kolonial Belanda untuk dibuang ke negeri Belanda saja. Semua ongkos pembuangan akan ditanggung oleh Tan Malaka sendiri. Dari Belanda, ia kemudian pergi e Berlin (Jerman) dan selanjutnya ke Moskow (Uni Soviet) untuk mengikuti Kongres Komintern (Komunis Internasional) sebagai utusan dari PKI. Nama-nama seperti Vladimir Lenin, Joseph Stalin, dan Leon Trotsky bagi aktivis komunis pada 1920-1n bukan nama-nama biasa. Mereka dianggap sebaga tokoh yang paling berpengaruh bagi gerakan kaum revolusioner dunia. Tan Malaka tentu sangat beruntung ketika dapat bertemu dengan mereka. Dalam kongres tersebut, Tan Malaka mendapat kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya dengan berpidato. Melalui pdato yang disampaikan dalam bahasa Jerman yang tidak terlalu lancar, Tan Malaka mengatakan bahwa dalam pemikirannya masih diperlukan persatuan antara kekuatan Islam (Pan-islamisme) dan gerakan komunisme. Menurutnya, hal ini merupakan alat yang paling cocok untuk membebaskan rakyat dari ketertindasan. Meskipun tidak mendapat tanggapan yang serius dalam kongres Komintern tersebut, Tan Malaka kemudian diberi tugas untuk mengembangkan organisasi-organisasi komunis di Asia. Tugas inilah yang sempat membawanya ke Tiongkok bertemu dengan Dr. Sun Yat Sen.

Ketika PKI melakukan pemberontakan terhadap pemerintah kolonial Belanda pada 1926, Tan Malaka menyetujui tindakan tersebut. Akibat sikapnya ini, ia dianggap telah mengkhianati perjuangan partai. Pada saat pemberontakan terjadi Tan Malaka tengan berada di Manila, Filipina. Selah itu pada 1927, Tan Malaka mendirikan Partai Republik Indonesia (Pari) di Bangkok, Thailand. Meskipun bukan merupakan partai massa, organisasi ini hidup selama sepuluh tahun. Selama hidupnya, Tan Malaka banyak menulis buku diantaranya Materialisme, Dialektika, Logika (Madilog) dan Gerilya, Politik, dan Ekonomi (Gerpolek). Salah satu bukunya yang berjudul Menuju Republik Indonesia, yang ditulis pada tahun 1925, banyak dibaca oleh para pemimpin pergerakan pada masa itu. Tan Malaka memang bukan tokoh yang selalu tampil ke depan, tetapi lebih seperti legenda di belakang layar. Namun demikian, ia adalah tokoh yang memiliki sikap konsisten dalam berpolitik. Dalam Madilog, ia menuliskan tentang pentingnya ilmu pengetahuan untuk membangun masyarakat dan menganjurkan tentang kemandirian bangsa. 

Di seputar proklamasi, Tan Malaka mencatatkan peran yang penting dalam memobilisasi para pemuda ke rapat raksasa di Lapangan Ikada (kini kawasan Monas) pada 19 September 1945. Inilah rapat yang menunjukkan dukungan massa pertama setelah pelaksanaan proklamasi kemerdekaan. Namun sejak 1946, Tan Malaka bersikap bersebrangan dengan pemerintahan yang baru ini. Ia menentang diplomasi yang dianggap sangat merugikan Indonesia. Ia menyuarakan dengan keras bahwa perundingan baru dilakukan apabila Belanda telah mengaki kemerdekaan Indoenesia 100%. Meskipun tumbuh sebagai tokoh yang melanglang buana berjuang untuk bangsa dengan ideologi yang dipahaminya, hidup Tan Malaka pun berakhir di ujung senapan tentara Republik Indonesia saat perang gerilya pada 1949.

Selasa, 12 November 2024

Tokoh Penggerak Kaum Muda dan Pemikirannya - Haji Samanhudi

Haji Samanhudi adalah salah satu tokoh pergerakan Islam modern, khususnya di bidang perdagangan. Seluruh potensi yang ia miliki digunakan untuk memperjuangkan kondisi ekonomi rakyat yang terjajah. Dapat dikatakan Haji Samanhudi adalah seorang pemikir ekonomi kerakyatan di Solo pada 1878, di desa Sodokan Laweyan, dengan nama kecil Supardi Wiryowikoro. Ayahnya adalah seorang pedagang batik yang namanya cukup terkenal di kota itu, yaitu Haji Muhammad Zein.

Pendidikan formal pertamanya ditempuh ketika Samanhudi menjadi siswa di Sekolah Dasar Bumi Putra (Eerste Inlandsche School) dengan lama pendidikan 6 tahun. Samanhudi tidak melanjutkan ke pendidikan formal yang lebih tinggi dan memilih untuk berdagang batik seperti ayahnya. Berkat ketekunannya, pada 1888 ia berhasil mendirikan usaha sendiri. Melalui bakat berdagang dari ayahnya, dalam waktu singkat ia telah mampu mengembangkan usaha ke kota-kota lainnya, seperti Surabaya, Banyuwangi, Tulungagung, dan Purwokerto. Seiring dengan perkembangan usaha perdagangannya, Samanhudi melihat para pedagang prbumi ternyata tidak memiliki daya saing yang kuat dengan para pesaingnya sesama pedagang batik dari etnis Tionghoa. Samanhudi pun mulai menyadari diperlukannya sebuah wadah organisasi untuk mempersatukan para pedagang pribumi.

Ketika Boedi Oetomo berdiri pada 1908, dengan para anggotanya yang berasal dari etnis Jawa dan terpelajar, hal ini pun memberikan inspirasi kepadanya untuk mendirikan organisasi yang anggotanya berasal dari kalangan pedagang muslim. Pada 1911 berdirilah sebuah organisasi yang diberi nama Sarekat dagang Islam (SDI) di Kota Solo. Organisasi ini dengan cepat menarik perhatian para pedagang pribumi, tidak hanya di Kota Solo, tetapi juga dari kota-kota lainnya. Sebagai ketua, Samanhudi kemudian mulai menyampaikan ide-idenya, diantaranya memperkuat sektor perekonomian. Namun demikian, Samanhudi menjadikan SDI sebagai organisasi yang bergerak di bidang ekonomi yang taat asas dan mengikuti semua peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial. Hal ini membuat keberadaan organisasi ini diakui secara legal.

Hal tersebut menjadi SDI potensial untuk berkembang menjadi organisasi yang dapat bergerak lebih luas ke bidang politik. Mempertimbangkan hal ini, para pengurus SDI mengubah nama organisasi menjadi Sarekat Islam (SI), dengan mengembangkan aktivitas yang lebih luas, terutama ke bidang politik. Pada 1914, kepemimpinan SI dialihkan kepada H.O.S Tjokroaminoto, dengan beberapa pertimbangan. Tokoh ini adalah pribadi yang kharismatik, berpendidikan tinggi, berpengalaman luas, dan yang lebih penting, dapat diandalkan untuk memimpin SI. Pemikiran ini tidak luput dari pemikiran Samanhudi yang tajam melihat ke masa yang akan datang. Samanhudi sangat memahami dan percaya bahwa kekuatan ekonomi dan kecerdasan bangsa sangat diperlukan dalam perjuangan selanjutnya.

Senin, 11 November 2024

Tokoh Penggerak Kaum Muda dan Pemikirannya - Soetomo

Nama dokter lulusan STOVIA ini memang tidak dapat dipisahkan dari organisasi sosial budaya yang berdiri pada 20 Mei 1908 dengan nama Boedi Oetomo. Sebelum mendirikan organisasi ini, Soetomo sempat bekerja sebagai dokter di beberapa kota, seperti di Lubuk  Pakam, Malang, Kepanjen, Blora, dan Magetan.

Pada 1919, Soetomo memperoleh beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya di negeri Belanda. Di sana, ia turut aktif berkegiatan di Perhimpunan Indonesia. Ketika pulang ke Indonesia pada 1923, ia diangkat menjadi dokter di RSU Surabaya. Kesibukannya sebagai dokter tidak menghalangi minatnya untuk tetap membina pemuda dalam wadah organisasi. Ia mendirikan sebuah Studie Club yang menjadi wadah dalam mempersatukan sebuah pelajar untuk mengembangkan wawasan tentang sebuah gerakan kebangsaan yang lebih luas. Meskipun demikian, strategi yang diterapkannya masih kooperatis dan meletakkan masalah pendidikan sebagai dasar perjuangan organisasi bukan gerakan politik.

Soetomo kemudian mengarahkan organisasi ini dengan memberikan pendidikan kepada rakyat, terutama kepada para buruh dan petani. Ia memberikan saran, terutama kepada para buruh, agar mereka dapat membentuk organisasi yang mandiri, tidak berafiliasi dengan partai politik yang ada maupun dengan organisasi keagamaan. Hal ini dimaksudkan agar mereka lebih dapat berkonsentrasi untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. 

Soetomo juga memandang bahwa petani merupakan salah satu unsur penting yang harus dibina, mengingat wilayah Hindia Belanda merupakan negara pertanian (agraris) dan sebagian besar rakyatnya adalah petani. Berbagai kebijakan pemerintah kolonial telah mengakibatkan mereka kehilangan tanah garapan sehingga mereka harus bekerja sebagai buruh di perkebunan-perkebunan milik Belanda. Kegiatan Studie Club telah banyak memberikan bantuan kepada para petani, misalnya mendirikan organisasi perdagangan hasil bumi atau mendirikan koperasi dan berupaya keras untuk dapat memberantas lintah darat. 

Menurut pemikirannya, perjuangan politik tidak dapat dijalankan selama rakyat yang hidup di desa-desa masih dilanda kesengsaraan, kemiskinan, dan kebodohan. Perjuangan pergerakan politik hanya sapat berjalan jika rakyat dapat memberdayakan dirinya secara ekonomi.

Minggu, 10 November 2024

Gerakan Kepanduan

Gerakan kaum muda lainnya adalah gerakan kepansuan (sekarang dikenal dengan Pramuka), sebuah wadah organisasi yang jauh lebih tertata. Gerakan ini semula dipelopori oleh orang Belanda bernama Baden Powell. Kegiatan kepanduan pertama didirikan di Jakarta pada 1912 dengan mana Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO).

Awalnya, organisasi kepanduan ini hanya diperuntukkan bagi orang kulit putih, kemudian diganti menjadi Nederlands Indische Padivinders Vereeniging (NIPV). Keanggotaannya pun meluas dan terbuka untuk pemuda Indonesia. Sejak saat itu, gerakan kepanduan ini berkembang dengan pesat.

Organisasi ini memberikan banyak latihan keterampilan dan kepemimpinan sehingga banyak disukai oleh kaum muda. Meskipun gerakan ini memiliki asas yang berbeda-beda, seperti asas keagamaan dan kedaerahan, ada satu titik temu yang penting, yaitu nasionalisme Indonesia. Gerakan kepanduan inilah yang menjadi cikal bakal gerakan Pramuka yang ada sekarang.

Pada periode kebangkitan nasional, kalangan perempuan turut menyumbangkan tenaga dan pikiran dalam memperluas dan memperkuat perasaan kebangsaan. Awalnya, kegiatan para perempuan muda ini hanya bersifat sosial dan umumnya menjadi bagian dari organisasi lokal kedaerahan atau keagamaan. Organisasi perempuan pertama yang terbentuk di Indonesia pada 1912 adalah Putri Mardika, bagian dari organisasi Boedi Oetomo. Setelah itu, muncul Kartini Fonds (Dana Kartini) yang diprakarsai oleh Nyonya van Deventer, berhasil mendirikan Sekolah Kartini di beberapa tempat di Indonesia, seperti Batavia (Jakarta), bgor, Semarang, Malang, dan Surabaya. Di Tasikmalaya, terbentuk organisasi perempuan lain yang diberi nama Keutamaan Istri (1913), kemudian di Sumatera Barat, berdiri Kerajinan Amai Setia (KAS) pada 1914. Organisasi-organisasi perempuan dengan cepat berkembang di seluruh Indonesia dan dipimpin oleh para perempuan yang terpelajar. Para perempuan terpelajar ini sempat memperoleh pendidikan di sekolah-sekolah yang didirikan Belanda. Organisasi perempuan ini pun sempat melaksanakan kongres pada 25-28 Desember 1928 di Yogyakarta dan Jakarta pada 1929.

Rabu, 06 November 2024

Gerakan Kebangsaan

Pada dasarnya, pelaksanaan edukasi melalui Politik Etis atau Politk Balas Budi oleh pemerintah kolonial Belanda memberikan kesempatan yang luas kepada bumiputra untuk memperoleh pendidikan. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, kebijakan ini telah memunculkan golongan elite baru yang berpendidikan Barat dan sadar akan harga dirinya. Mereka merasa kecewa atau realitas sosial yang mereka hadapi dalam situasi pemerintahan kolonial di masa itu.

Kesadaran akan harga diri inilah yang kemudian mendorong kaum muda terdidik untuk mendirikan organisasi, baik yang bercorak politik maupun sosial budaya. Atas inisiatif para pemuda pelajar School Tot Opleiding van Inlandesche Artsen (STOVIA) didirikan organisasi Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908. Organisasi ini bertujuan memperbaiki kehidupan masyarakat yang masih terbelakang dan ingin meningkatkan kualitas kehidupan mereka melalui pendidikan. Sikap nonpolitis yang ditunjukkan oeh organisasi ini membuat Boedi Oetom dapat bekerja sama dengan pemerintah Belanda. Pemerintah kolonial Belanda bahkan menilai bahwa lahirnya organisasi ini sebagai hasil positif dari pelaksanaan politik etis, yaitu organisasi yang lahir dari kalangan priayi Jawa terpelajar yang bersikap kooperatif terhada pemerintah kolonial. Van Deventer dalam majalah De Gids mengatakan terkait lahirnya Boedi Oetomo "Keajaiban telah terjadi, putri jelita yang tidur itu telah bangkit."

Tiga tahun setelah Boedi Oetomo, lahir organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan oleh Haji Samanhudi di Solo pada 1911. Tujuannya untuk menghadapi persaingan dalam bidang perdagangan, terutama dengan orang-orang Tionghoa. Organisasi yang berdiri dengan latar belakang masalah sosial dan ekonomi ini berkembang dengan pesat ketika H.O.S. Tjokroaminoto menjadi pimpinannya. Namun, pada akhirnya, organisasi ini berkecimpung di bidang politik dan mengubah namanya menjadi Sarekat Islam (SI). Sifat organisasinya yang terbuka memungkinkan masuknya tokoh-tokoh muda yang berhaluan kiri dan radikal, seperti Semaun, Darsono, dan Tan Malaka.

Konflik ideologi yang bersifat internal terjadi dalam tubuh Serikat Islam. Kelompok yang berhaluan kiri (komunis) makin radikal. Keadaan ini disusul dengan perpecahan dalam tubuh organisasi, anggotanya kemudian memisahkan diri dan membentuk organisasi baru berhaluan komunis pada 1921, yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI).

Ideologi kebangsaan selanjutnya lahir di dalam Perserikatan Nasional Indonesia yang didirikan oleh Ir. Soekarno dengan para anggota kelompok studi club (Algemene Studi Club) Bandung, yang kemudian menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI). Strategi perjuangan nonkooperatif, apalagi ketika para pemuda yang kembali dari Belanda ikut bergabung. Di sana, mereka adalah para pemuda yang akitf dalam gerakan Perhimpunan Indonesia (PI).

PNI kemudian mengupayakan terwujudnya persatuan di kalangan kaum muda Indonesia yang berada dalam kelompok organisasi pergerakan lainnya tanpa memandang strategi atau ideologi perjuangan. Upaya ini berhasil pada 1927. Pada waktu itu, organisasi Boedi Oetomo, Sarekat Islam, Paguyuban Pasundan, Sarekat Sumatera, Pemuda Betawi, dan Indonesische Studie Club bergabung dan membentuk Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).

PNI tidak berusia lama. Pada akhir 1931, partai ini bubar karena Ir. Soekarno ditangkap pemerintah kolonial Belanda. Tokoh pimpinan lainnya kemudian mendirikan Partai Indonesia (Partindo). Namun, pendirian partai baru ini menimbulkan perpecahan. Sebagian dari mereka kemudian membentuk partai baru yang diberi nama PNI Pendidikan atau yang lebih dikenal dengan PNI Baru yang dipimpin oleh Hatta. Dalam programnya, PNI Baru lebih menitikberatkan pada pembinaan kader. 

Awal 1930-an dianggap sebagai puncak pergerakan nasional Indonesia, apalagi ketika didukung oleh adanya kemantapan identitas nasional yang diikrarkan melalui Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Bertanah air, berbangsa, dan berbahasa satu telah menjadi kesepakatan bersama.

Pergerakan organisasi kebangsaan yang bermunculan ketika itu mendapatkan hambatan yang kuat dari pemerintah kolonial Belanda di bawah pemerintahan Gubernur Jenderal de Jonge. Beberapa peraturan yang menghambat gerak partai kemudian diberlakukan, seperti larangan untuk mengadakan rapat-rapat diperlukan izin khusus bagi pimpinan organisasi pergerakan jika ingin bepergian keluar meninggalkan daerahnya, pegawai negeri dilarang ikut dalam kegiatan partai, dan beberapa tokoh utama pergerakan yang bersikap nonkooperatif, seperti Soekarno, Hatta, dan Syahrir dibuang ke Boven Digul (Papua).

Organisasi-organisasi pergerakan digerakkan pula oleh kalangan pemuda pelajar, terutama yang tinggal di kota-kota besar, seperti Batavia (Jakarta), Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya. Hal ini terjadi karena mereka mempunyai hubungan sosial yang lebih luas dan pergaulan yang bersifat multikultur. Tumbuhnya organisasi-organisasi pelajar, bukan atas dasar ideologi. Organisasi pelajar yang lahir pertama kali adalah Trikoro Darmo (tiga tujuan mulia) pada Maret 1915. Sifatnya masih sangat Jawa-sentris, anggota-anggotanya berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur saja. Untuk memperluas keanggotaannya, namanya kemudian diubah menjadi Jong (pemuda) Java sehingga memberi kesempatan bagi mereka yang bukan etnis Jawa, tetapi tinggal di Jawa dapat menjadi anggota. 

Pada kongres Mei 1922, Jong Java kemudian mempertegas garis perjuangannya. Organisasi ini tidak mencampuri urusan politik dan hanya bergerak sebagai organisasi sosial budaya. Tak lama kemudian, lahirlah Jong Sumatranen Bond yan gdiikuti oleh gerakan organisasi pemuda pelajar daerah lainnya, seperti Jong Batak, Jong Ambon, Pemuda Betawi, dan Sekar Rukun.

Selanjutnya, lahir pula gerakan pemuda yang berlatas belakang keagamaan. Contohnya Muda Kristen Djawi (1920) dan Jong Islamieten Bond (1925). Adapun organisasi pemuda yang merupakan bagian dari partai politik, di antaranya Pemuda Muslimin Indonesia (PSII)(1928), Pemuda Ansor (1932), dan Pemuda Muhammadiyah (Muhammadiyah)(1932). Selain gerakan pemuda dari dalam negeri, berdiri gerakan pemuda di luar negeri (Belanda) yang sifatnya nasional. Contohnya Indische Vereeniging yang anggotanya adalah para pemuda Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di Belanda. Salah satu pemuda tersebut adalah R.M. Sosrokartono, kakak dari R.A. Kartini. Pada pertengahan 1930-an, para pemuda pelajar yang menuntut ilmu di Timur Tengah, seperti di Kairo, Baghdad, dan Mekah mendirikan pula Persatuan Talabah Indonesia-Malaya. Para pemuda yang menjadi anggota dari organisasi-organisasi ini pada umumnya rajin mengirimkan berbagai macam majalah dan berbagi pengetahuan kepada organisasi-organisasi yang ada di Indonesia, baik secara kelompok maupun individu. Majalah dan pengetahuan yang mereka kirimkan telah memberikan sumbangan yang berharga bagi pergerakan nasional di Indonesia.

Selasa, 05 November 2024

Pelaksanaan Politik Etis

Kebijakan sistem tanam paksa (1830) dan politik pintu terbuka (1870) sangat menyengsarakan penduduk bumiputra. Melihat kondisi ini, tokoh-tokoh humanis dari kelompok sosial demokrat di Belanda mengeluarkan sejumlah gagasan baru untuk mengubah kebijakan politik pemerintah kolonial yang menyengsarakan ini. Dalam kelompok ini, tercatat nama-nama seperti Conrad Theodore van Daventer dan van Kool yang gigih memperjuangkan politik kolonial yang lebih menyejahterakan pribumi kepada parlemen Belanda. Mereka menunjukkan sejumlah bukti tentang buruknya kondisi sosial ekonomi masyarakat jajahan di Hindia Belanda akibat eksploitasi yang berlebihan. Menurut mereka, pemerintah Belanda sudah seharusnya melakukan upaya atau gagasan lain yang dapat mendatangkan kemakmuran bagi rakyat di tanah jajahan. Gagasan baru itu kemudian terwujud dalam politik etis pada 1901. Inti kebijakan ini adalah pengadaan irigasi untuk meningkatkan produksi pertanian rakyat, melaksanakan migrasi untuk mengurangi kepadatan penduduk Jawa agar perbaikan ekonomi lebih merata, dan menyelenggarakan edukasi untuk penduduk bumiputra.

Untuk meningkatkan produksi pertanian, pemerintah Hindia-Belanda memperluas saluran irigasi di daerah pertanian. Secara bertahap didirikan pula bank perkreditan pertanian, bank simpan pinja, lumbung-lumbung desa, rumah gadai, dan sebagainya. Akan tetapi, pembangunan sarana irigarsi ini ternyata lebih banyak digunakan untuk mengalirkan ait ke perkebunan-perkebunan milik pengusaha swasta asing dan tanah-tanah pertanian milik pengusaha swasta.

Migrasi yang dilakukan secara besar-besaran dimaksudkan untuk mengurangi kepadatan penduduk di Jawa. Mereka yang dipindahkan ke Lampung dan Sumatra Timur dipekerjakan sebagai kuli/buruh di perkebunan-perkebunan dengan diberi upah rendah.

Untuk edukasi, pemerintah Hindia Belanda memperluas jaringan sekolah rendah yang memungkinkan anak-anak dari kalangan rakyat biasa dapat memperoleh pendidikan. Sebelumnya, hanya anak-anak bumiputra dari golongan bangsawan atau yang berstatus tinggi di dalam masyarakat saja dapat memeproleh pendidikan. Kebutuhan masyarkat terhadap pendidikan ternyata sangat tinggi. Sekolah tidak hanya tempat untuk memperoleh pengetahuan dan membuka wawasan, tetapi pendidikan akan meningkatkan derajat dan status sosial seseorang.

Ada dua kategori sekolah formal pada masa itu, yaitu pendidikan untuk bumiputra dan nonbumiputra . Untuk pendidikan nonpribumi disebut dengan sekolah desa (volkschool), dibangun di desa-desa dengan biaya yang diperoleh dari penduduk setempat, tetapi tetap memperoleh subsidi dan pengawasan dari pemerintah kolonial. Pendidikan dinyatakan selesai ketikan anak-anak ini telah menamatkan pelajaran hingga kelas tiga. Hasil pendidikan hanya untuk mencapai target memiliki kemapuan membaca, menulis, dan berhitung. Adapun bagi anak-anak yang cukup cerdas dan orang tuanya mapu membiayai boleh melanjutkan ke sekolah lanjutan (vervogschool) dengan lama pendidikan dua tahun. Tamat dari pendidikan tersebut, mereka akan mendapat julukan sebagai semicendikiawan. Julukan itu tampaknya memang tidak terlalu berlebihan untuk masa itu karena banyak dari kalangan mereka melahirkan organisasi pergerakan kebangsaan. Golongan ini sudah dapat dipandang sebagai golongan terpelajar jika dibandingkan dengan penduduk desa lainnya. Sekolah semacam ini juga dikenal dengan sebutan Tweese Klase School atau orang Jawa menyebutnya sebagai "sekolah ongko loro". Anak-anak yang tamt dari sekolah ini dapat dipekerjakan sebagai pegawai administari rendahan di kantor-kantor milik Belanda. 

Untuk sekolah nonpribumi, ada Holland Inlandsche School (HIS) yang mempunyai program pendidikan selama tujuh tahun. Mereka yang dapat bersekolah di sini, selain anak-anak Belanda, juga anak-anak dari golongan bangsawan bumiputra, orang terkemuka, atau mempunyai status sosial tinggi dengan tingkat ekonomi yang mapan. Mereka dilatih untuk menjadi pegawai negeri dengan pengantar bahasa Belanda. Selain itu, didirikan pula sekolah yang lebih bersifat khusus, seperti Europeesche Lagere School (ELS), meskipun sebenarnya tingkatnya setara dengan "sekolah ongko loro", tetapi dalam proses belajarnya menggunakan bahasa Belanda sebagai pengantar.

Khusus pendidikan menengah umum yang bersifat lebih khusus adalah Hoogere Burger School (HBS) dengan program pendidikan selama lima tahun. Selanjutnya, ada sekolah yang bersifat lebih umum, seperti Meer Uitbreid Lager Onderwijs (MULO) dengan program pendidikannya selama tiga tahun. Berawal dari MULO, mereka dapat melanjutkan ke Algemene Middlebare Scholen (AMS) selama tiga tahun. Setelah tamat HBS atau AMS, mereka dapat melanjutkan ke sekolah tinggi.

Pendidikan tinggi banyak didirikan di Batavia (sekarang Jakarta), misalnya pendidikan kedokteran (STOVIA), hukum (Recht Hooge School), sastra (Faculteit der Letteren en Wijsbegerte), kemudian pendidikan teknik (Technische Hooge School) di Bandung, dan kedokteran di Surabaya. Untuk pendidikan hukum dan ekonomi, terbuka kesempatan untuk memperolehnya di Belanda. Di samping itu, berdiri pula sekolah-sekolah swasta yang dikelola oleh bumiputra, seperti Muhammadiyah dan Taman Sswa dengan sistem pengajaran yang telah menggunakan sisitem pembelajaran Barat.

Tujuan Belanda mendirikan sekolah-sekolah, terutama bagi bumiptra, adalah menghasilkan tenaga-tenaga kerja terampil dan terdidik yang patuh kepada Pemerintah Hindia Belanda. Tujuan tersebut ternyata tidak sepenuhnya tercapai karena malah muncul elite politik yang melawan Belanda. Elite politik tersebut umumnya adalah para pemuda terpelajar yang tergerak karena melihat adanya realitas sosial yang mengecewakan di masyarakat. Realitas sosial seperti diskriminasi ni ternyata tidak dapat dihilangkan. Meskipun mereka berhasil memperoleh tingkat pendidikan yang sama, orang kulit putih atau mereka yang termasuk sebagai golongan bangsawan dan memiliki status terpandang tetap saja didahulukan.

Oleh karena itu, golongan pemuda terpelajar ini bukan saja menginginkan kesetaraan dalam segala hal, tetapi juga terpanggil untuk membangun dan memimpin pergerakan kemerdekaan. Suatu pandangan baru yang dapat mengubah realitas sosial yang lebih baik di masa yang akan datang.

Senin, 04 November 2024

Gerakan Pemuda Masa Kolonial Belanda

Sejarah mencatat bahwa gerakan pemuda memegang peranan penting dalam perubahan-perubahan politik dan ketatanegaraan bangsa ini. Tidak dapat dimungkiri bahwa pemuda berperan dalam upaya memajukan bangsa dan negara ini.

Hal yang telah dilakukan para pemuda dalam perjalanan sejarah bangsa ini adalah perbuatan yang mereka sadari. Mereka memahami terlebih dahulu lingkungan dan realitas sosial yang terjadi pada masa itu. Segala yang dilakukan merupakan sebuah interpretasi terhadap situasi dan kondisi lingkungan sosial disekitarnya. Dengan demikian, pemuda selalu menjadi aktor penting dalam proses perjuangan bangsa ini. Memperiapkan dan mempertahankan kemerdekaan bangsa ini. Mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan serta mengkritisi sistem pemerintahan pada era kemerdekaan telah menjadi bagian yang tidak dapat dilepaskan dari gerakan para pemuda. 

Pendidikan bagi kaum muda menjadi faktor penting dalam membuka wawasan. Wawasan kaum muda terbuka setelah diberlakukannya politik etis oleh pemerintah Hindia Belanda yang menciptakan kaum muda terpelajar. Kaum muda terpelajar ini tidak lagi melihat realitas sosial seperti apa adanya, tetapi mereka mempersoalkan tentang bagaimana seharusnya. Realitas sosial yang mereka hadapi ketika itu adalah penjajahan, kebodohan, dan kemiskinan. Pada masa itu, cara untuk menaikkan derajat bangsa adalah dengan melepaskan diri dari belenggu penjajahan dan menjadi negara merdeka yang dapat menentukan nasibnya sendiri.

Pada awal kebangkitan nasional, seluruh gerakan dan pemikiran kaum muda disalurkan melalui organisasi-organisasi dengan berbagai macam ideologi. Segala peristiwa yang dialami pada masa kolonial tidak hanya sekedar dijalani, tetapi juga dijasikan sebagai sesuatu yang dapat mendewasakan wawasan, sikap, dan tindakan dari para pemuda. 

Kaum muda terpelajar menjadi perintis utama dari munculnya ide tentang kemerdekaan. Bukan hanya kaum terpelajar yang ada di Indonesia saja yang bergerak untuk menantang penjajahan, tetapi juga para pemuda yang memperolah kesempaan untuk belajar di negeri Belanda. Mereka ikut mendirikan organisasi perintis yang mempunyai inisiatif bagi masa depan bangsa. Organisasi tersebut diberi nama Perhimpunan Indonesia.

Pada awal 1920-an, lahir sejumlah organisasi kepemudaan yang bersifat kedaerahan, seperi Jong (muda) Java, Jong Sumatranen, Jong Celebes, Jong Ambon, dan lain-lain. Organisasi-organisasi ini masih terikat pada solidaritas kesukuan dan mulai menyadari arti pentingnya persatuan dan kesatuan. Dari pemikiran kaum muda ini lahirlah sebuah peristiwa penting, yaitu Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928. Peristiwa ini telah menjadi puncak pencapaian para pemuda dalam mencari identitas dari sebuah bangsa. 

Ketika masa pendudukan Jepang, pemerintah memperkenalkan organisasi yang bertujuan membela kepentingan Jepang. Akan tetapi, bagi mereka yang ingin tetap berjuang sesuai dengan tuntutan hati nurani lebih menyukai bentuk organisasi yang bergerak secara sembunyi-sembunyi atau yang lebih dikenal dengan gerakan bawah tanah.

Satu hal penting yang kita peroleh dari pemerintahan fasis ini adalah diajarkannya para pemuda Indonesia tentang kemiliteran. Mereka diajarkan kemiliteran melalui berbagai organisasi milter bentukan Jepang, seperti Sainendan dan Gokukotai atau Laskar Pelajar. Hal ini membuat para pemuda sadar bahwa perjuangan mencapai kemerdekaan tidak hanya melalui diplomasi, tetapi juga melalu perjuangan fisik. Hal yang nantinya menjadi salah satu faktor dari saluran perjuangan bangsa. Selanjutnya, peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar proklamasi dan pada masa perang kemerdekaan telah memperlihatkan arti dari pengalaman kaum muda yang diperoleh pada masa Pendudukan Jepang.

Gerakan kaum mudah tidak berhenti sampai kemerdekaan saja. Ketika akhirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk, muncul persoalan politik dan ketatanegaraan. Contohnya, upaya-upaya mempertahankan kemerdekaan, disintegrasi, dan penyelewengan terhadap UUD 1945 serta Pancasila. Sejarah telah mencatat, berakhirnya Demokrasi Terpimpin menjadi Orde Baru dan pada masa Orde Baru yang digantikan era Reformasi tidak dapat lepas dari peran para pemuda sebagai pelaku sejarah.

Jumat, 01 November 2024

Latihan Soal Bab Kehidupan Politik dan Ekonomi Indonesia pada Masa Orde Baru dan Reformasi

1. Titik tonggak lahirnya pemerintahan Orde Baru adalah ...
a. Dekrit Presiden 5 Juli 1959
b. Surat Perintah 11 Maret 1966
c. Tap. MPRS No. IX/MPRS/1966
d. Tap. MPRS No. XII/MPRS/1966
e. Tap. MPRS No. XXIX/MPRS/1966

2. Demokrasi Pancasila pada Masa Orde Baru mengutamakan ...
a. gotong royong
b. kerukunan bangsa
c. keadilan yang merata
d. kerja sama antarlembaga
e. musyawarah dan mufakat

3. Perhatikan informasi berikut.
1) Presiden harus bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
2) Pemerintahan dijalankan berdasarkan konstitusi
3) Kedaulatan rakyat sepenuhnya dijalankan oleh DPR
4) Pelaksanaan pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali
Ciri-ciri Demokrasi Pancasila yang diterapkan pemerintah Orde Baru ditunjukkan nomor ...
a. 1) dan 2)
b. 1) dan 3)
c. 2) dan 3)
d. 2) dan 4)
e. 3) dan 4)

4. Pemerintahan Orde Baru melakukan penyederhanaan partai politik pada 1971, yaitu ...
a. Partai Sosialis Indonesia, Golongan Karya, dan Nadhatul Ulama
b. Partai Kristen Indonesia, Partai Nasional Indonesia, dan Golongan Karya
c. Partai Serikat Islam Indonesia, Partai Nasional Indonesia, dan Golongan Karya
d. Partai Musyawarah Rakyat Banyak, Partai Nasional Indonesia, dan Golongan Karya
e. Partai Persatuan Pembangunan, Partai Demokrasi Indonesia, dan Golongan Karya

5. Pemerintahan Orde Baru melakukan kebijakan penyederhanaan dan penggabungan partai politik dengan tujuan ...
a. mencegah terjadinya persaingan tidak sehat antarpartai besar
b. menyusun unsur-unsur kepentingan partai dalam pemerintahan
c. menciptakan stabilitas nasional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
d. partai politik di Indonesia masih menyesuaikan dengan sistem demokrasi ala Barat
e. agar partai-partai terpilih dapat bersaing dengan aman dalam memperebutkan kekuasaan

6. Berikut ini yang tidak termasuk kebijakan politik pemerintahan Presiden Soeharto adalah ...
a. pembubaran PKI
b. penataran P-4
c. dwifungsi ABRI
d. penyederhanaan partai politik
e. penyusunan Garis Besar Haluan Negara

7. Perhatikan informasi berikut. 
1) Indonesia mengakui berdirinya Republik Singapura di bawah pemerintahan Perdana Menteri Lee Kuan Yew
2) Menjadi ketua dalam organisasi regional dan intenasional, antara lain OKI, OPEC, APEC, dan ASEAN
3) Pembekuan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Tiongkok.
4) Menarik seluruh staf Kedutaan Indonesia di Malaysia
Kebijakan pemerintah Orde Baru dalam politik luar negeri ditunjukkan nomor ...
a. 1) dan 2)
b. 1) dan 3)
c. 2) dan 3)
d. 2) dan 4)
e. 3) dan 4)

8. Dalam Kekaryaan ABRI, makna konsep dwifungsi ABRI adalah ...
a. ABRI bertugas sebagai penjaga pertahanan negara
b. ABRI bertugas menentukan haluan dan politik negara
c. ABRI fokus dalam setiap proses pengambilan keputusan pemerintah
d. urusan terkait perbatasan dan pertahanan negara diserahkan kepada ABRI sepenuhnya
e. ABRI tidak hanya bertugas menjaga pertahanan negara tetapi aktif dalam menentukan haluan dan politik negara

9. Berikut yang tidak termasuk dampak negatif dari menguatnya peran negara dalam bidang politik adalah ...
a. Golkar menjadi satu-satunya kekuatan politik yang dominan
b. terciptanya kestabilan politik yang mendorong kemajuan ekonomi
c. presiden memiliki kekuatan besar dalam mengatur pemerintahan
d. dilaksanakannya otonomi daerah menimbulkan banyak gerakan separatis
e. pemerintahan daerah tidak memiliki kekuasaan untuk mengatur daerahnya sendiri

10. Perhatikan informasi berikut.
1) Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya
2) Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi
3) Politik luar negeri yang bebas dan aktif
4) Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis
5) Pelaksanaan pembangunan lima tahun (repelita) di segala sektor
Trilogi Pembangunan Nasional ditunjukkan nomor ...
a. 1), 2), dan 3)
b. 1), 2), dan 4)
c. 1), 2), dan 5)
d. 2), 4), dan 5)
e. 3), 4), dan 5)

11. Program rencana pembangunan lima tahun (repelita) yang dicanangkan pemerintah Orde baru berhasil menjadikan Indonesia swasembada beras pada tahun ....
a. 1980
b. 1981
c. 1982
d. 1983
e. 1984

12. Dalam pembangunan ekonomi, pemerintah Orde Baru menitikberatkan pada pemngembangan sektor pertanian karena ketahanan pangan menjadi syarat utama bagi terwujudnya ....
a. masyarakat adil makmur
b. keadilan sosial bagi seluruh bangsa
c. masyarakat aman dan sejahtera
d. kestabilan ekonomi dan politik
e. negara industri yang maju

13. Berikut informasi yang tepat terkait kedudukan investor asing dalam pembangunan Indonesia masa Orde Baru adalah ....
a. pencegah krisis ekonomi di Indonesia
b. alat negara untuk menguasai pasar Eropa
c. sumber modal dan pemasukan terbesar pemerintahan Orde Baru
d. pengendali kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia
e. lebih tinggi kedudukannya dibandingkan lembaga-lembaga hukum di Indonesia

14. Perhatikan informasi berikut.
1) Menerapkan anggaran belanja yang berimbang
2) Menunda pembayaran utang luar negeri
3) Melunasi seluruh utang luar negeri
4) Melaksanakan kebijakan pembangunan lima tahun (pelita)
Kebijakan ekonomi masa Orde Baru periode 1966-1970 ditunjukkan nomor ...
a. 1) dan 2)
b. 1) dan 3)
c. 2) dan 3)
d. 2) dan 4)
e. 3) dan 4)

15. Pemerintah Orde Baru telah membawa perubahan dalam sistem pemerintahan yang berdampak pada kehidupan bangsa Indonesia. Berikut ini yang tidak termasuk dampak positif pemerintahan Orde Baru adalah ...
a. Indonesia menjadi negara swasembada beras di Asia
b. munculnya pemerintahan yang sentralistik dan dominatif
c. menciptakan pondasi yang kuat bagi jalannya pemerintahan
d. meningkatkan perekonomian melalui Program Revolusi Hijau
e. meningkatkan pendidikan melalui Program Wajib Belajar 9 Tahun

16. Perhatikan informasi berikut.

Salah satu peristiwa kelam sejarah Indonesia di masa Orde baru adalah Peristiwa Malari pada 15 Januari 1974. Berawal dari menguatnya investasi Jepang di Indonesia sehingga menghambat gerak ekonomi lokal, memicu gerakan demonstrasi besar-besaran. Pasca Peristiwa Malari, negara melakukan penangkapan terhadap tiga mahasiswa, di antaranya adalah Hariman Siregar dan Muhammad Aini. Selain itu, dilakukan Normalisasi Kehidupan Kampus dan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK). Sejak saat itu, berbagai pergerakan yang disinyalir berbeda haluan dengan asas tunggal Pancasila langsung ditindak dan dihukum.

Berdasarkan informasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa peran negara pada masa Orde baru adalah ...
a. mencegah masuknya ideologi asing di kalangan mahasiswa
b. tidak memihak aksi-aksi mahasiswa yang merugikan negara
c. pemanfaatan generasi muda dalam program-program pembangunan Orde Baru
d. memberikan penyuluhan bagi mahasiswa agar dapat mendukung program pembangunan negara
e. melakukan tindakan reward and punishment terhadap pihak-pihak yang mendukung atau menentang kebijakan pemerintah.

17. Gerakan Reformasi akhirnya berhasil mendesak Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden Republik Indonesia. Pengunduran dirinya dilakukan pada ...
a. 20 Mei 1998
b. 21 Mei 1998
c. 22 Mei 1998
d. 23 Mei 1998
e. 24 Mei 1998

18. Berikut ini yang tidak termasuk agenda reformasi 1998 adalah ...
a. bubarkan Orde Baru dan adili Soeharto beserta koloninya
b. laksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen
c. tegakkan supremasi hukum dan HAM
d. hapuskan dwifungsi ABRI
e. hapuskan praktik KKN

19. Pasca reformasi 1998, kedudukan Pancasila sebagai asas tunggal dalam partai politik dihapus. Ketentuan tersebut dikukuhkan dalam peraturan ... yang dikeluarkan pada masa pemerintahan B.J. Habibie.
a. Tap. MPR No. VII/MPR/1998
b. Tap. MPR No. VIII/MPR/1998
c. Tap. MPR No. XII/MPR/1998
d. Tap. MPR No. XIII/MPR/1998
e. Tap. MPR No. XVIII/MPR/1998 

20. Dampak positif lahirnya reformasi di Indonesia adalah ...
a. lunasnya hutang luar negeri Indonesia
b. kesempatan bagi siapa pun untuk berpolitik terbuka lebar
c. terjadinya ketidakseimbangan dalam sistem hukum Indonesia
d. munculnya golongan yang menginginkan hak-haknya dipenuhi oleh negara
e. terciptanya kesempatan bagi wilayah-wilayah yang ingin memisahkan diri dari NKRI

21. Perhatikan informasi berikut.
1) Persoalan-persoalan disintegrasi
2) Kerusuhan mahasiswa menuntut dirinya untuk mundur dari jabatan
3) Pemulihan ekonomi
4) Isu-isu kudeta terhadap pemerintahannya
Masalah-masalah krusial yang dihadapi oleh B.J. Habibie pada awal kepemimpinannya adalah ...
a. 1) dan 2)
b. 1) dan 3)
c. 2) dan 3)
d. 2) dan 4)
e. 3) dan 4)

22. Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan dekrit presiden pada 23 Juli 2001. Isi dekrit tersebut adalah ...
a. mengadakan pemilu, membubarkan kabinet persatuan pembangunan, dan menegakkan demokrasi
b. mengadakan pemilu, menurunkan harga bahan pokok, dan menegakkan supremasi hukum
c. membekukan MPR dan DPR dan mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat
d. membubarkan PKI, menurunkan harga bahan pokok, merombak kabinet
e. menghapus KKN, membubarkan PKI, dan menegakkan demokrasi

23. Perhatikan informasi berikut.
1) Membentuk Kabinet Persatuan Nasional
2) Membentuk DPR-Gotong Royong
3) Menghapus Departemen Penerangan dan Departemen Sosial
4) Menerapkan konsep penyederhanaan partai berdasarkan agama, nonagama, dan golongan karya
Kebijakan politik yang dilakukan oleh Presiden Abdurrahman Wahid ditunjukkan nomor ...
a. 1) dan 2)
b. 1) dan 3)
c. 2) dan 3)
d. 2) dan 4)
e. 3) dan 4)

24. Salah satu kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid yang banyak menuai tantangan dari banyak kalangan adalah ...
a. membentuk poros Jakarta-Beijing-New Delhi
b. menjalin hubungan dagang dengan India
c. menjalin kerja sama dengan Israel
d. menambah pinjaman ke IMf
e. mengganti maenteri tanpa alasan

25. Lembaga negara yang dibentuk pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri dan berperan besar dalam pemberantasan korupsi di kalangan pejabat negara adalah ...
a. Komisi Yudisial
b. Kejaksaan Agung
c. Mahkamah Agung
d. Mahkamah Konstitusi
e. Komisi Pemberantasan Korupsi

26. Pemerintahan Megawati Soeakrnoputri dan Hamzah Haz membentuk kabinet baru yang bernama ...
a. Gotong Royong
b. Demokrasi Indonesia
c. Pembangunan Nasional
d. Persatuan Pembangunan
e. Reformasi Pembangunan

27. Dalam menunjang terlaksananya demokrasi pada masa Megawati Soekarnoputri menjadi presiden telah diterbitkan undang-undang penting yang terkait dengan ...
a. kesepakatan perdamaian dengan Gerakan Aceh Merdeka
b. kesepakatan dengan warga Buyat yang wilayahnya terkena pencemaran
c. mengatur fungsi dan kewenangan TNI dan Polri yang terpisah
d. pembentukan Koalisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
e. upaya pembasmian praktik korupsi di kalangan birokrat

28. Dalam perkembangan demokrasi di Indonesia, pemilihan umum secara langsung dilakukan pertama kali pada 2004 untuk memilih ...
a. anggota legislatif dan presiden
b. presiden dan wakil presiden
c. anggota MPR dan presiden
d. presiden dan anggota MA
e. anggota DPR dan DPA

29. Salah satu institusi hukum yang ada di ranah eksekutif pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono adalah ...
a. Kejaksaan Agung
b. Mahkamah Agung
c. Mahkamah Konstitusi
d. Komisi Yudisial
e. Koalisi Perempuan

30. Berikut ini yang tidak termasuk masalah kependudukan yang perlu segera diatasi dengan bijaksana oleh pemerintahan sekarang ini adalah ...
a. pertumbuhan penduduk yang tinggi
b. persebaran penduduk yang tidak merata di wilayah Indonesia
c. ketidakseimbangan antara laki-laki dan perempuan
d. administrasi kependudukan yang kurang tertata
e. keualitas pendidikan yang masih sangat rendah