Rabu, 09 Oktober 2024

Upaya Penumpasan Pemberontakan G30S/PKI oleh Pemerintah Indonesia

Operasi penumpasan G30S/PKI dilakukan dengan cepat di bawah pimpinan Panglima Kostrad, Mayor Jenderal Soeharto. Pada hari yang sama, 1 Oktober 1965, Mayor Jenderal Soeharto memimpin Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) dan Batalyon 328/Kujang/Siliwangi dalam operasi penumpasan G30S/PKI 1965 melalui cara-cara berikut.

  1. Mengumpulkan dan menyadarkan kembali kesatuan serta badan-badan yang sebelumnya sudah terpengaruh oleh PKI. Selanjutnya, mereka segera tergabung ke dalam operasi penumpasan G30S/PKI.
  2. Pada 1 Oktober 1965 sore, pasukan RPKAD di bawah pimpinan Kol. Inf. Sarwo Edhie Wibowo berhasil merebut kembali studi RRI dan Kantor Negara Telekomunikasi di kajarta.
  3. Menjelang petang, pasukan RPKAD mulai menuju daerah Pondok Gede, Jakarta. Sempat terjadi perselisihan antara pasukan RPKAD dan kelompok PKI, tetapi tidak berlangsung lama. Pada 2 Oktober 1965 siang, pasukan RPKAD sudah menguasai daerah Pondok Gede, Jakarta. 
  4. Pada 3 Oktober 1965, pasukan RPKAD menemukan sumur yang menjadi lokasi pembuangan jenazah perwira AD yang diculik atas bantuan seorang perwira polisi, Sukitman. Ia pun ikut diculik PKI karena memergoki para pelaku saat sedang melakukan operasi penculikan Mayor Jenderal D. I. Pandjaitan. Akan tetai, Sukitman berhasil meloloskan diri dari Lubang Buaya.
  5. Pada 4 Oktober 1965, Panglima Kostrad, Mayor Jenderal Soeharto memerintahkan penggalian dan pengangkatan jenazah para perwira AD untuk selanjutnya disemayamkan dahulu di Markas Besar Angkatan Darat, Jakarta.
  6. Pada 5 Oktober 1965, jenazah para perwira AD dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
  7. Operasi penumpasan G30S/PKI terus dilakukan engan menangkap tokoh-tokoh PKI, membekukan semua kegiatan PKI beserta ormas-ormasnya. Pada 9 Oktober 1965, Kolonel Latief, salah satu tokoh G30S/PKI 1965, berhasil ditangkap di Jakarta. Pada 11 Oktober 1965, Letnan Kolonel Untung pun berhasil ditangkap di daerah Tegal, Jawa Tengah.
Peristiwa G30S/PKI 1965 menimbulkan kemarahan bangsa Indonesia. Tuntutan rakyat Indonesia agar PKI dan ormas-ormasnya dibubarkan semakin marak. Kelompok mahasiswa dan pelajar pun turut melakukan aksi demonstrasi. Mereka menggabungkan diri dalam front Pancasila pada 26 Oktober 1965.
Pada 12 Januari 1966, Front Pancasila mendatangi gedung Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) dan mengajukan tiga tuntutan yang dikenal dengan nama Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura), yang berisi perihal:
  1. bubarkan PKI dan ormas-ormasnya,
  2. bersihkan kabinet dari unsur-unsur PKI, dan
  3. turunkan harga.
Pada 11 Maret 1966, Presiden Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar). Sebagai pemegang Supersemar, Jenderal Soeharto bekerja dengan cepat. Tindakan Jenderal Soeharto sebagai pemegang Supersemar adalah sebagai berikut.
  1. Pada 12 Maret 1966, Jenderal Soeharto segera mengumumkan pembubaran dan pelarangan PKI beserta ormas-ormasnya di seluruh wilayah Indonesia
  2. Pada 18 Maret 1966, dilakukan penahanan terhadap lima belas orang menteri yang terlibat dalam G30S/PKI 1965.
  3. Sebagai pengganti Kabinet 100 Menteri, jenderal Soeharto yang telah diberi wewenang untuk melakukan tindakan yang dianggap perlu guna menyelamakan bangsa dan negara, segera membentuk Kabinet Ampera pada 28 Juli 1966.
Pemberontakan PKI 30 September 1965 membuat kekuasaan Presiden Soekarno luntur. Pada 10 November 1967, Presiden Soekarno membacakan pidato pertanggungjawaban berjudul "Nawaksara" dan "Pelengkap Nawaksara" dala Sidang Umum MPRS. Naun, pidato tersebut ditolak karena dianggap tidak menjelaskan kebijakannya terhadap peristiwa G30S/PKI 1965.

Pada 23 Februari 1967, Presiden Soekarno sebagai Panglima tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Jenderal Soeharto, pemegang Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966. Dengan demikian, berakhirlah masa pemerintahan Presiden Soekarno dan sekaligus menandai berakhirnya Demokrasi Terpimpin di Indonesia.

0 Comments:

Posting Komentar