Senin, 14 Oktober 2024

Tokoh Pejuang Mempertahankan Integrasi Bangsa - Sri Sultan Hamengku Buwono IX

Sri Sultan Hamengku Buwono IX memiliki nama asli Bendoro Raden Mas Dorodjatun. Beliau lahir di Yogyakarta pada tahun 1912 dan merupakan putra sulung Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Sejak muda, Sri Sultan Hamengku Buwono IX telah mengecap pendidikan Belanda. Setelah lulus dari Hogere Burger School (HBS), ia melanjutkan kuliahnya ke Belanda di Rijksuniversiteit Leiden dengan mengambil dua jurusan sekaligus, yaitu ekoonomi dan indologie (keilmuan tentang Indonesia). Ketika Perang Dunia II meletus, Sri Sultan kembali ke tanah air, dan kemudian dilantik sebagai sultan menggantikan ayahnya.

Walaupun pendidikan Belanda sangat lekat dengan dirinya, hal tersebut tidak memengaruhi perilaku kesehariannya. Dalam sikap politiknya, ia sangat menentang Belanda dan ketidaksetujuannya dengan penjajah terus berlanjut ketika Jepang berkuasa di Indonesia. Pascakemerdekaan Indonesia, ia terus aktif di dunia politik dan pernah menjabat sebagai menteri negara pada masa Kabinet Syahrir III, Amir Syarifuddin I, dan Kabinet Hatta I. Pada 25 Maret 1973, ia diangkat sebagai wakil presiden kedua pada masa Orde Baru.

Nasionalisme sultan tidak diragukan lagi dan telah ditunjukkan sejak awal pemerintahan RI. Ketika negara baru ini dibentuk, tanpa ragu ia menyatakan secara resmi bahwa Yogyakarta berada dalam wilayah NKRI. Hal ini menunjukkan sikap prointegrasi, meskipun sebagai raja ia dapat saja mempertahankan pemerintahannya sendiri di Yogyakarta.

Hamengku Buwono IX dikenal juga sebagai Bapak Pramuka Indonesia, penghargaan yang diterimanya dari Boy Scout od America. Lencana Tunas Kencana Pramuka Indonesia menunjukkan perhatiannya terhadap pembinaan generasi muda. Menurutnya, kegiatan kepemudaan harus mendapat perhatian serius dari pemerintah. Di tangan pemudalah semangat nasionalisme atau kebangsaan dan semangat cinta tanah air akan diwariskan untuk terus dipertahankan.

Peran penting Hamengku Buwono IX lainnya adalah ketika Jakarta sebagai pusat pemerintahan Indonesia dapat dikuasai Sekutu. Oleh karena itu, pada 4 Januari 1956, pusat pemerintahan dialihkan ke Yogyakarta. Soekarno dan Hatta serta yang lainnya beserta keluarganya juga pindah ke Yogyakarta.

Sultan Hamengku Buwono IX juga memiliki peran besar dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1946, ketika Belanda berhasil menguasai Yogyakarta selama 6 jam. Serangan tersebut dimaksudkan untuk memberikan peringatan kepada Belanda dan dunia interansional bahwa perjuangan rakyat Indonesia masih terus berlanjut.

0 Comments:

Posting Komentar