Kamis, 17 Oktober 2024

Perkembangan Politik Indonesia Masa Demokrasi Liberal

Salah satu hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah terbentuknya negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Pembentukan negara federal yang diprakarsai oleh Belanda untuk melemahkan integrasi Indonesia sebagai negara kesatuan ternyata tidak mendapatkan tempat di hati masyarakat Indonesia. Banyak negara bagian yang menatkan ingin kembali ke negara kesatuan.

Pada 15 Agustus 1950, Perdana Menteri Kabinet RIS, Mohammad Hatta, kemudian menyerahkan mandatnya kepada Presiden Soekarno. Selanjutnya, pada 17 Agustus 1950, Indonesia kembali menjadi negara kesatuan.

Maka, dimulailah usaha-usaha untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan yang telah susah payah diperjuangkan. Masa revolusi fisik atau masa perjuangan harus segera ditinggalkan. Gangguan keamanan yang selama ini banyak menyita perhatian, waktu, dan dana negara harus segera digantikan dengan langkah-langkah konkret. Hal ini agar perbaikan berbagai bidang, seperti sistem politik dan pemerintahan, perekonomian, pertahanan, dan keamanan negara.

Setelah berakhirnya pemerintahan RIS pada 1950, pemerintah Republik Indonesia masih melaanjutkan model demokrasi parlementer yang liberal. Kabinet dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada parlemen. Presiden hanya berkedudukan sebagai kepala negara.

Pada kurun waktu 1950-1959, kembali terjadi silih berganti kabinet. Kabinet jatuh bangun karena munculnya mosi tidak percata dari partai lawan. Di samping itu, terjadi perdebatan dalam Konstituante yang sering menimbulkan konflik berkepanjangan.

Berikut ini sejumlah kabinet yang pernah memerintah pada masa Demokrasi Liberal.

  • 06/09/1950 - 21/03/1951 : Kabinet Natsir (Masyumi)
  • 27/04/1951 - 03/04/1952 : Kabinet Sukiman (Masyumi)
  • 03/04/1952 - 03/06/1953 : Kabinet Wilopo (PNI)
  • 31/07/1953 - 12/08/1955 : Kabinet Ali Sastroamidjojo I (koalisi PNI dan NU)
  • 12/08/1955 - 03/03/1956 : Kabinet Burhanuddin Harahap (Masyumi)
  • 20/03/1956 - 04/03/1957 : Kabinet Ali Sastroamidjojo II (koalisi PNI, Masyumi, dan NU)
  • 09/04/1957 - 05/07/1959 : Kabinet Djuanda
Jatuh bangunnya kabinet-kabinet yang berkuasa pada masa Demokrasi Liberal lebih disebabkan oleh kegagalan-kegagalan atau dianggap gagal dalam mengendalikan pemerintahan. Contoh, Kabinet Wilopo yang harus mengakhiri masa tugas karena tidak berhasil menyelesaikan masalah peristiwa 17 Oktober 1952. Peristiwa 17 Oktober dipicu oleh adanya gerakan yang diprakarsai oleh sejumlah perwira angkatan darat yang tidak puas terhadap kebijakan pemerintah. Mereka menghendaki agar Presiden Soekarno membubarkan parlemen.

Pada 17 Oktober 1952, sejumlah perwira senior TNI-AD, Kepala Staf Angkatan Perang Mayor Jenderal T.B. Simatupang, Kepala Staf Angkatan Darat A.H. Nasution, dan para panglima tentara dan teritorium menghadap presiden. Tujuannya adalah menuntut presiden membubarkan parlemen karena menganggap para politisi tersebut terlalu mencampuri urusan internal TNI-AD, terutama masalah kepemimpinan TNI-AD. Sementara itu, terjadi demosntrasi di luar Istana Merdeka dan di belakang para demonstran telah berderet meriam milik pasukan arteri Resimen 7 di bawah pimpinan Mayor Kemal Idris. Moncong-moncong meriam tersebut diarahkan ke Istana. Presiden Soekarno menolak tuntutan tersebut karena tidak mau dianggap diktator. Sebenarnya, sumber utama konflik adalah ketidakkompakan yang terjadi dalam tubuh TNI-AD sendiri. Peristiwa ini mengakibatkan terjadinya pergantian KSAD dari A.H. Nasution kepada Kolonel Bambang Sugeng.

Pada masa pemerintahan Kabinet Ali Sastroamidjojo I atau sering juga disebut dengan Kabinet Ali-Wongso (Ali Sastroamijoyo sebagai perdana menteri dan Wongsonegoro sebagai wakil perdana menteri), diselenggarakan Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung pada 18-15 April 1955. Konferensi ini dihadiri 19 negara Asia dan Afrika yang kemudian membawa pengaruh penting bagi terbentuknya solidaritas dan perjuangan kemerdekaan dari bangsa-bangsa Asia-Afrika. Pemilihan umum pertama yang diselenggarakan pada 1955 juga merupakan rancangan kabinet ini, tetapi pelaksanaanya kemudian dilanjutkan oleh kabinet berikutnya.

0 Comments:

Posting Komentar