Setelah proklamasi kemerdekaan, melalui sidang PPKI, Soekarno ditetapkan sebagai presiden dan Hatta sebagai wakil presiden. Pada masa ini, negara belum dapat mengatur sistem pemerintahan dengan sempurna. Negara masih menghadapi tantangan dan hambatan yang seringkali berujung pada terjadinya konflik bersenjata.
Ada hambatan dan tantangan yang berasal dari luar negeri, seperti kedatangan tentara Sekutu yang akan mengambil alih kekuasaan Jepang di Indonesia. Ada pula tantangan yang muncul dari dalam negeri sendiri berupa pemberontakan di beberapa wilayah di Indonesia.
Guna memenuhi alat kelengkapan negara yang sesuai dengan sistem pemerintahan dalam UUD 1945, dibentuklah kabinet pertama yang dinamakan Kabinet Presidensial. Kabinet ini diketuai oleh Presidensial. Kabinet ini diketuai oleh Soekarno dengan masa jabatan 4 September - 14 November 1945.
Pada awal kemerdekaan, masih tampak adanyan sentraslisasi kekuasaan yang diperkuat dengan adanya Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945, "Sebelum MPR, DPR, dan DPA dibentuk maka segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden dengan dibantu oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) ". Untuk menghindarkan absolutisme dari kekuasaan presiden yang mungkin terjadi, pemerintah mengeluarkan beberapa maklumat berikut.
- Maklumat Wakil Presiden Nomor X 16 Oktober 1945 bahwa KNIP berubah menjadi lembaga legislatif.
- Maklumat Pemerintah 3 November 1945 tentang pembentukan partai-partai politik.
- Maklumat Pemerintah 14 November 1945 tentang perubahan sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem pemerintahan parlementer.
Kabinet pertama tidak berlangsung lama, pada 14 November 1945, dibentuk Kabinet Republik Indonesia yang kedua yang dipimpin oleh Sutan Syahrir sebagai perdana menteri. Menjelang akhir 1945, keamanan di Jakarta semakin memburuk, tentara Belanda melakukan sejumlah aksi teror terhadap masyarakat. Kedatangan pasukan marinir Belanda di Pelabuhan Tanjung Priok pada 30 Desember 1945 semakin memperparah situasi. Mengingat situasi yang semakin memburuk itu, presiden dan wakil presiden memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan ke yogyakarta pada 4 Januari 1946 untuk sementara. Namun, Perdana Menteri Syahrir tetap berada di Jakarta untuk mempermudah hubungan dengan dunia Internasional demi kepentingan perjuangan.
Selanjutnya, perundingan yang dijalandkan pemerintah RI dengan Belanda tidak mendapat dukungand ari semua golongan. Akibatnya, Syahrir menyerahkan mandatnya kembali kepada presiden. Ketika pembentukan Kabinet Republik Indonesia yang ketiga, Soekarno tetap menunjuk Sutan Syahrir sebagai perdana menteri sehinga kabinetnya dinamakan Kabinet Syahrir II. Kabinet ini berakhir pada 2 Oktober 1946.
Selanjutnya, dibentuklah kabinet keempat, yaitu Kabinet Syahrir III (2 Oktober 1946 - 3 Juli 1947). Pada tanggal yang sama, presiden kemudian mengeluarkan Maklumat Nomor 6/1947. Isinya menetapkan kekuasaan sepenuhnya berada di tangan presiden. Melalui maklumat tersebut, akhirnya Kabinet Syahrir III masuk masa demisioner.
Selanjutnya, pada 3 Juli 1947 dibentuk lagi kabinet yang kelima (3 Juli 1947 - 11 November 1947) dengan Amir Syarifuddin sebagai perdana menteri. Program kabinet ini memang tidak pernah diumumkan karena masih melanjutkan program-program dari kabinet sebelumnya.
Selanjutnya, pada 11 November 1947, dibentuk kabinet keenam dengan Amir Syarifuddin tetap pada posisi sebagai perdana menteri. Kabinet kembali dinyatakan demisioner pada 19 Januari 1948 arena mundurnya 5 orang menteri dari partai Masyumi. Kemudian, dibentuk kembali kabinet yang ke-7 dengan Mohammad Hatta sebagai perdana menteri. Kabinet ini pun berakhir pada 4 Agustus 1948. Kondisi politik ketika itu masih berada dalam bayang-bayang ancaman perang dan konflik di dalam negeri.
Ketika Yogyakarta diserbu dan para pemimpin pemerintahan ditangkap pada 19 Desember 1948, dibentuklah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berkedudukan di Bukittinggi. Kabinet PDRI dibentuk berdasar instruksi presiden kepada Syarifuddin Prawiranegara yang dikirim dari Yogyakarta sesaat sebelum tentara Belanda menguasai Yogyakarta. Kabinet PDRI ini dipimpin oleh Syarifuddin Prawiranegara dan berakhir pada 13 Juli 1949. Selanjutnya, PDRI digantikan oleh kabinet ke-8 dengan Mohammad Hatta kembali sebagai perdana menteri. Program kabinet ini tidak pernah diumumkan, tetapi usaha-usaha dan kebijakannya disesuakan dengan kepentingan negara pada saat itu.
Pada 20 Desember 1949 - 21 Januari 1950 dibentuk kabinet ke-9 yang dipimpin oleh Mr. Susanto Tirtoprodjo. Ia adalah seorang pimpinan kabinet yang berperan penting dalam kabinet masa transisi dari RI ke RIS. Kabinet ini dibentuk dan mulai bekerja ketika Perdana Menteri Mohammad Hatta bersama dengan menteri-menterinya diangkat menjadi Kabinet Republik Indonesia Serikat (RIS) pada 20 Desember 1949 - 6 September 1950. Kabinet ini sering juga disebut sebagai kabinet peralihan. Pada masa sebelumnya, yakni pada masa pemerintahan RIS, dibentuk pula kabinet yang dipimpin oleh Moh. Hatta. Kabinet ini merupakan satu-satunya kabinet yang dibentuk pada masa pemerintahan RIS.
Ketika Republik Indonesia menjadi negara bagian RIS, dibentuk kabinet yang dipimpin oleh dr. A. Halim. Kabinet ini bertugas dari 21 Januari - 6 September 1950. Usia kabinet ini pun sangat singkat, mengingat Indonesia kembali menjadi negara kesatuan pada September 1950.
0 Comments:
Posting Komentar