A. Latar Belakang
Pemberontakan Andi Azis berlangsung di Makassar yang dipimpin oleh Andi Azis. Andi Azis adalah seorang mantan perwira KNIL yang tergabung dalam pasukan APRIS dan juga mantan ajudan presiden Negara Indonesia Timur (NIT). Bersama pasukannya, masuknya pasukan APRIS/TNI ke wilayah Sulawesi Selatan.
Pada tahun 1950-an, kondisi di Makassar tidak kondusif. Rakyat antinegara federal sering mengadakan demonstrasi dan mendesak agar Negara Indonesia timur (NIT) segera bergabung dengan Republik Indonesia (RI). Golongan yang setuju dengan negara federal juga sering melakukan demonstrasi sehingga ketegangan di wilayah tersebut semakin memuncak.
Di tengah situasi politik dan sosial yang tidak kondusif, ada berita bahwa pemerintah RIS akan mengirimkan sejumlah 900 pasukan APRIS yang berasal dari TNI ke Makassar. Tujuannya melakukan pengamanan di wilayah tersebut. Kesatuan APRIS/TNI ini dipimpin oleh MAyor H.V. Worang yang diangkut dengan dua buah kapal. Pasukan ini berlabuh di luar pelabuhan Makassar. Berita ini sangat mengkhawatirkan pasukan mantan KNIL. Mereka takur terdesak oleh pasukan yang baru datang tersebut. Mereka kemudian bergabung dan menamakan diri "Pasukan Bebas" di bawah pimpinan Kapten Andi Azis.
B. Jalannya Pemberontakan
Pada 5 April pukul 05.00 pagi, Andi Azis beserta pasukannya yang dibantu oleh Koninklijk Leger (Tentara Kerajaan atau Tentara Belanda) dan KNIL menyerang markas APRIS di Makassar. Mereka berhasil menguasai markas APRIS dan juga Kota Makassar. Beberapa perwira ditawan, termasuk Letnan Kolonel A. J. Mokoginta dan beberapa prajurit APRIS/TNI menjadi korban.
C. Upaya Penumpasan Pemberontakan oleh Pemerintah Indonesia
Pada 8 April 1950, pemerintah pusat RIS, kemudian mengeluarkan ultimatum dan menginstruksikan kepada Andi Azis agar dalam kurun waktu 2 x 24 jam untuk datang melaporkan diri ke Jakarta guna mempertanggungjawabkan perbuatannya. Selain itu, diperintahkan agar semua pasukannya diawasi dan dikumpulkan di suatu tempat dan semua senjata dikembalikan. Andi Azis berangkat ke Jakarta pada 15 April setelah didesak oleh Presiden NIT, Sukawati. Ia terlambat sampai di Jakarta. Akibatnya, dia ditangkap dan diadili sebagai pemberontak. Pada 21 April 1950, Sukawati menyatakan NIT bersedia bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sementara itu, dalam menumpas sisa-sisa kelompok Andi Azis, dikirimkan pasukan TNI pimpinan Mayor H. V. Worang yang disusul dengan pasukan TNI pimpinan kolonel A. E. Kawilarang.
0 Comments:
Posting Komentar