Sabtu, 19 Oktober 2024

Kondisi Politik Masa Demokrasi Terpimpin

Demokrasi Terpimpin adalah sistem demokrasi yang semua keputusan dan pemikiran terpusat kepada pemimpin, yakni Soekarno. Masa Demokrasi Terpimpin berlangsung pada 1959-1965 yang diawali dengan berakhirnya Demokrasi Liberal dan juga ditandai dengan mundurnya Ir. Djuanda sebagai perdana menteri. Landasan dari Demokrasi Terpimpin ditafsirkan dari sila ke-4 Pancasila. Menurut Ketetapan MPRS, Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong, di antara semua kekuatan nasional yang progresif-revolusioner dengan berporoskan nasionalisme, agama, dan komunisme (nasakom). 

Beli Buku Kronik Abad Demokrasi Terpimpin (klik disini)

Ada tiga hal yang kemudian melatarbelakangi keputusan Presiden memberlakukan Demokrasi Terpimpin di Indonesia, yaitu sebagai berikut.

  1. Dari segi politik, Konstituante dinilai gagal dalam manyusun UUD baru untuk menggantikan UUD Sementara 1950.
  2. Dilihat dari hal yang menyangkut masalah keamanan nasional, pada masa Demokrasi Liberal, banyak terjadi gebrakan separatis di berbagai wilayah yang menyebabkan ketidakstabilan keamanan negara.
  3. Dari sudut pandang perekonomian nasional, sering terjadi pergantian kabinet menyebabkan program-program yang telah dirancang tidak dapat dijalankan secara maksimal. Akibatnya, pembangunan ekonomi berjalan tersendat-sendat.
Berangkat dari tiga hal tersebut, apada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno membubarkan parlemen sekaligus menyatakan kembali pada UUD 1945. Soekarno kemudian membentuk Kabinet Kerja dengan dirinya beritindak sebagai Perdana Menteri, serta Ir. Djuanda menjadi menteri pertama. Kabinet ini kemudian dilantik  pada 10 Juli 1959 dengan program kerjanya Tri Program Kabinet Kerja. Tugasnya mengatasi masalah sandang pangat serta meningkatkan keamanan di dalam negeri dan mengembalikan wilayah negara, misalnya Irian Barat.

Pemerintah kemudian membentuk lembaga-lembaga MPRS (Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959) dengan keanggotaan yang ditunjuk dan diangkat oleh Presiden. Kemudian, dibentuk pula Dewan Pertimbangan Agung (DPA) melalu Penetapan Presiden Nomor 3 Tahun 1959. DPA dipimpin langsung oleh Presiden Soekarno dengan Roeslan Abdulgani sebagai wakil ketua.

Dalam pelaksanaan Demokrasi Terpimpin, Presiden Soekarno menerapkan sistem politik keseimbangan (balance of power). Hal ini diterapkan tidak hanya dalam lembaga pertahanan negara, seperti angkatan darat, laut, dan udara, tetapi juga antara institusi militer dan parta-partai politik yang ada. Presiden kemudian mengabil alih dengan membentuk Komando Operasi Tertinggi (Koti).

Perkembangan politik masa Demokrasi Terpimpin seluruhnya terpusat pada Presiden Soekarno dengan TNI AD (Angkatan Darat) dan PKI sebagai pendukung utama. Melalui semboyannya yang sangat populer "Kembali ke UUD 1945:, Soekarno memperkuat angkatan bersenjata dengan mengangkat sejumlah jenderal pilihannya ke posisi-posisi penting dala struktur kelembaaan militer.

Partai Komunis indonesia sendiri berkembang menjadi besar karena didukung oleh presiden, contohnya melalui pembentukan Kabinet Gotong Royong atau Kabinet Kaki Empat. Kai-kaki yang dimaksud adalah empat partai politik besar ketika itu, yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI), Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi), Nahdlatul Ulama (NU), dan Partai Nasional Indonesia (PNI). 

Pada masa ini, Soeakrno merencanakan konsep pentingnya persatuan antara kaum nasionalis, agama, dan komunis. Konsep ini lebih populer dengan sebutan nasakom. Dampak dari ajaranini memang sangat menguntungkan PKI. Seolah-olah partai ini telah ditempatkan pada garda terdepan dalam pelaksanaan Demokrasi Terpimpin tantangan, baik dari tokoh-tokoh dari Masyumi, NU, PNI, maupun dari sejumlah tokoh masyarakat. Akan teatapi, Presiden Soekarno selalu menegaskan bahwa masyarakat jangan terlalu memandang atau memberikan penilaian negatif kepada PKI dan komunisme. Semua idelologi harus bersatu dan bergerak progresif dan revolusioner demi pembangunan Indonesia. Meskipun Soekarno selalu berusaha untuk membina hubungan baik antara militer dan partai-partai politik yang ada, tetapi konflik antara militer dan PKI justru semakin tajam. Apalagi ketika PKI melakukan aksi-aksi sepihak yang menyangkut masalah lansreform dan berpotensi mengganggu keamanan masyarakat, misalnya peritiwa Banda Betsy di Simalungun, Sumatra Utara, dan peristiwa Jengkol di Kediri, Jawa Timur. 

Meskipun banyak menuai protes, Presiden Soeakrno semakin mempertegas konsepsi tentang nasakom. Hal ini disampaikannya dalam pidato pada 17 Agustus 1959 berjudul "Penemuan Kembali Revolusi Kita". Naskah pidatonya ini kemudian diserahkan kepada panitia kerja Dewan Pertimbangan Agung yang ketika itu dipimpin oleh Aidit, pemimpin PKI. Kemudian dirumuskan menjadi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) serta selanjutnya diberi judul "Manifesto Politik Republik Indonesia" yang lebih dikenal kemudian dengan istilah Manipol. Kebijakan politik luar negeri pun cenderung lebih memihak kepada Tiongkok atau blok komunis, yang akhirnya memicu peristiwa 30 September 1965. Peristiwa ini pulalah yang menjadi penyebab utama berakhirnya pemerintahan Soekarno atau pemerintahan Orde Lama.

0 Comments:

Posting Komentar