Pemerintahan Presiden Soeharto yang lebih dikenal sebagai pemerintahan Orde Baru ini diawali dengan terbitnya Surat Perintah 11 Maret 1966. Surat ini dikeluarkan oleh Presiden Soekarno yang isinya memerintahkan Letnan Jenderal Soeharto untuk segera memulihkan keamanan negara. Pada saat itu, negara berada dalam situasi dan kondisi yang tidak kondusif akibat peristiwa Gerakan 30 September 1965/PKI. Peristiwa tersebut didalangi oleh Partai Komunis Indonesia.
Pada masa awal pemerintahannya, Presiden Soeharto telah bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan uud 1945 secara murni dan konsekuen. Masa Orde Baru (Orba) telah memberikan harapan baru bagi masyarakat Indonesia untuk dapat menikmati kondisi yang jauh lebih baik dari masa sebelumnya. Pada masa ini, pembangunan di segala bidang yang direncanakan secara bertahap dirumuskan melalui rencana pembangunan lima tahun (Repelita). Dalam hal ini demokrasi, pemerintah Orba berhasil menyelenggarakan pemilu pada 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Demokrasi Pancasila adalah berdemokrasi yang mengutamakan musyarawah dan mufakat yang penerapannya memiliki beberapa ciri sebagai berikut.
- Pemerintahan dijalankan berdasarkan konstitusi.
- Pelaksanaan pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali
- Penghargaan terhadap hak asasi manusia dan adanya perlindungan terhadap hak-hak minoritas.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut, sebagai demokrasi yang konstitusional, Demokrasi Pancasila mengedepankan mekanisme kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Selain itu, Demokrasi Pancasila juga sangat terikat dengan UUD 1945. Dengan demikian, semua aturan dasar harus dilandasi oleh pasal-pasal yang tercantum di dalam UUD 1945. Dalam sistem pemerintahan, demokrasi Pancasila mendudukkan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan tertinggi negara. Tugasnya adalah menetapkan Garis Besar Haluan Negara (GBHN), serta memilih dan mengangkat presiden dan wakilnya.
Presiden adalah penyelenggara pemerintahan tertinggi setelah MPR yang memiliki kewajiban melaksanakan keputusan-keputusan MPR (sebagai mandataris) dan bertanggung jawab kepada Sidang Umum MPR. Dalam Demokrasi Pancasila, kedaulatan rakyat sepenuhnya dijalankan oleh MPR, kemudian MPR membagi kedaulatan tersebut dalam bentuk kekuasaan kepada lembaga negara selain Presiden dan DPR, di antaranya Mahkamah Agung (MA), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan lainnya.
Presiden tidak harus bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), tetapi DPR bertugas mengawasi pelaksanaan dari keputusan-keputusan MPR. Oleh karena itu, dalam bidang legislatif, DPR memiliki sejumlah hak seperti hak inisiatif, hak amandemen, dan hak budget. Adapun dalam fungsi pengawasan, DPR memiliki hak bertanya, hak interpelasi (hak untuk meminta penjelasan), hak mosi untuk menyatakan percaya atau tidak percaya terhadap kinerja presiden dan kabinetnya, hak angket (hak untuk menyelidiki sesuatu hal), dan hak petisi (hak untuk mengajukan usul dan saran-saran kepada pemerintaha).
Setelah menerima mandat dari MPR dan dilantik menjadi presiden kedua Republik Indonesia pada 1967, Presiden Soeahrto kemudian menerapkan sejumlah kebijakan politik, di antaranya sebagai berikut.
- Penyederhanaan partai politik
- Pelaksanaan pemilu yang berkesinambungan
- Peran ganda atau dwifungsi ABRI
- Pedoman, Penghayatan, dan Pengalaman Pancasila (P-4)
- Penataan politik luar negeri Indonesia
0 Comments:
Posting Komentar