Sabtu, 05 Oktober 2024

Jalannya Pemberontakan PRRI/Permesta

Pergolakan daerah yang terjadi melemahkan kedudukan Kabinet Ali Sastromidjojo II yang akhirnya menyerahkan mandatnya kepada Presiden. Kondisi dan situasi politik yang semakin tidak menentu ini memaksa presiden untuk menyatakan negara dalam keadaan bahaya. Pernyataan ini dimaksudkan agar angkatan perang memperoleh wewenang khusus untuk mengamankan negara.
Presiden pun mengajak partai politik yang ada untuk membentuk pemerintahan baru. Sukarno kemudian menunjuk Ir. Djuanda, seorang tokoh nonpolitik menjadi perdana menteri dan bersamanya membentuk Kabinet Karya.

Panglima Teritorial VII, Letnal Kolonel Ventje Sumual pimpinan Dewan Manguni, akhirnya memproklamasikan berdirinya Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) pada 2 Maret 1957. Piagam pendirian gerakan tersebut ditandatangani oleh 51 tokoh masyarakat Indonesia Timur. Di Sumatra, diproklamasikan juga Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) oleh Ahmad Husain, yang merupakan pimpinan Dewan Banteng, pada 15 Februari 1958. PRRI kemudian mengangkat Syafruddin Prawiranegara sebagai perdana menteri dan mendapat dukungan dari sejumlah dewan yang ada di Sumatra.

Pada 10 Februari 1958, Kolonel Ahmad Husain berpidato di depan masyarakat dan menyampaikan ultimatum kepada pemerintah pusat. Isi ultimatum di antaranya adalah
  1. Kabinet Djuanda harus menyerahkan mandatnya kepada presiden dalam waktu 5x 24 jam, atau presiden yang mencabut mandat tersebut
  2. Presiden menugaskan Hatta dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk membentuk Kabinet Nasional
Mendapat ancaman tersebut, pemerintah langsung mengambil langkah tegas, yaitu memecat dengan tidak hormat semua pimpinan gerakan separatisme tersebut. Selanjutnya, Kepala Staf Angkatan Darat Mayor Jenderal A.H. Nasution membekukan Komando Daerah Militer Sumatra serta mengambil alih garis komando secara langsung.

0 Comments:

Posting Komentar