Sekolah Dasar

Di halaman ini kamu akan mendapatkan banyak materi Sekolah Dasar

Sekolah Menengah Pertama

Di halaman ini kamu akan mendapatkan banyak materi Sekolah Menengah Pertama

Sekolah Menengah Atas

Di halaman ini kamu akan mendapatkan banyak materi Sekolah Menengah Atas

Materi Umum

Di halaman ini kamu akan mendapatkan banyak Pengetahuan Umum

Kelas Online

Jika kamu membutuhkan bimbingan untuk belajar online, kamu bisa gabung di kelas online.

Kamis, 31 Oktober 2024

Profil Singkat Presiden Republik Indonesia Pascareformasi

1. B.J. Habibie

Bacharuddin Jusuf Habibie dilahirkan di Pare Pare, Sulawesi Selatan, pada 25 Juli 1936. Ia merupakan Presiden RI ke-3 yang telah berjasa dalam memberikan kehidupan demokratis bagi bangsa Indonesia. Pada masa pemerintahannya, dikeluarkan UU otonomi daerah dan UU politik yang lebih demokratis. Beberapa tahanan politik yang selama masa Orde Baru ditangkap tanpa diadili pun diberikan kebebasan setelah melalui proses hukum, seperti Sri Bintang Pamungkas. Salah satu kebijakannya yang menjadi kontroversi dan menimbulkan kekecewaan banyak pihak adalah referendum Timor-Timur pada 1994 yang menyebabkan lepasnya Timor-Timur dari NKRI.

2. Abdurrahman Wahid

Abdurrahman Wahid dikenal dengan panggilan Gus Dur adalah Presiden RI ke-4 dan juga Bapak Pluralisme. Ia dilahirkan di Jombang, Jawa Timur, pada 7 September 1940. Pada saat menjabat presiden, ia telah melakukan langkah-langkah sebagai upaya mereformasi kehidupan politik kebangsaan Indonesia, seperti membubarkan Departemen Penerangan dan Departemen Sosial yang dianggap sebagai lembaga yang mengekang demokrasi.

Gus Dur juga berhasil merintis upaya perdamaian dengan GAM (Gerakan Aceh Merdeka) dan melakukan hubungan yang lebih baik dengan negara-negara lain. Selain itu, ia mengeluarkan kebijakan yang membebaskan etnis Tionghoa untuk beribadah dan menjadikan tahun baru Tionghoa sebagai hari libur nasional. 

Meskipun sering mengeluarkan kebijakan yang dianggap kontroversial, pandangan Gus Dur terhadap pluralisme telah memberikan kemajuan dalam kehidupan bangsa Indonesia.

3. Megawati Soeakrnoputri

Megawati Soeakrnoputri dilahirkan di Yogyakarta pada 23 Januari 1947 dan menjadi Presiden RI ke-5 dan juga presiden wanita pertama Indonesia. Ia mampu menunjukkan kebijakan-kebijakan yang memberikan kemajuan bagi bangsa Indonesia. Salah satunya adalah pembentukan lembaga negara, seperti KPK dan MK. Kedua lembaga ini berperan penting dalam penanganan kasus korupsi pejabat negara dan perundang-undangan. Hinga saat ini, kedua lembaga negara tersebut masih memiliki peran penting dalam penegakan hukum di Indonesia.

4. Susilo Bambang Yudhoyono

Susilo Bambang Yudhoyono atau sering dipanggil SBY merupakan Presiden RI pertama yang dipilih langsung oleh rakyat. Ia dilahirkan di Pacitan, Jawa Timur, pada 9 September 1949. 

Pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri, SBY menjabat sebagai menteri koordinator bidang politik dan keamanan. Ia kemudian mengundurkan diri dari jabatan menteri dan mempersiapkan diri untuk menjadi calon presiden dalam Pilpres 2004.

Semasa pemerintahan SBY, pemberantasan korupsi melalui lembaga KPK semakin digiatkan. Presiden memberikan icin bagi KPK, untuk menyelidiki pejabat negara yang diduga terlibat korupsi demi terciptanya pemerintahan yang bersih. Ia juga berhasil merundingkan upaya perdamaian dengan GAM sehingga sempat masuk nomunasi penerima Nobel Perdamaian pada 2006.

Rabu, 30 Oktober 2024

Indonesia Masa Reformasi (Lanjutan)

Pada 2004, dilaksanakan pemilihan umum dalam dua tahap. Tahap pertama memilih anggota legislatir pada 5 April 2004, diikuti oleh 24 partai politik. Lima partai politik berhasil mendapatkan suara terbanyak adalah
  • Golkar (24.461.104 atau 21,62% suara)
  • PDI-P (20.710.006 atau 18,53% suara)
  • PKB (12.002.885 atau 10,57% suara)
  • PPP (9.226.444 atau 8,16% suara)
  • PAN (7.255.331 atau 6,4% suara)
Berdasarkan perolehan suara tersebut, KPU (Komisi Pemilihan Umum) meloloskan lima pasangan calon presiden dan wakil presiden yang dianggap memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan berdasarkan Keputusan KPU No. 36 Tahun 2004 untuk mengikuti pemilihan presiden dan wakil presiden, yakni:
  1. Nomor urut 1 : H. Wiranto, S.H. dan Ir. H. Salahuddin Wahid (calon dari Partai Golkar)
  2. Nomor urut 2 : Hj. Megawati Soeakrnoputri dan K.H. Ahmad Hasyim Muzadi (calon dari PDI-P)
  3. Nomor urut 3 : Prof. Dr. H. M. Amien Rais dan Dr. Ir. H. Siswono Yudhohusodo (calon dari PAN)
  4. Nomor urut 4 : H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. Muhammad Yusuf Kalla (calon dari Partai Demokrat)
  5. Nomor urut 5 : Dr.H. Hamzah Haz dan H. Agum Gumelar, M. Sc. (calon dari PPP)
Pemilu presiden dan wakil presiden tahap pertama belum menghasilkan pasangan yang menang secara mutlak. Oleh karena itu, diadakan pemilu presiden dan wakil presiden putaran kedua pada 20 September 2004. Hasil pemilu presiden dan wakil presiden kedua dimenangkan oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla. Dengan demikian, berakhirlah masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri.

Pada 20 Oktober 2004, MPR melantik Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (JK) sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI. Tidak lama setelah dilantik, Presiden Indonesia yang ke-6 ini, kemudian membentuk Kabinet Indonesia Bersatu.

Sejak awal pemerintahannya, Presiden SBY memprioritaskan untuk menyelesaikan permasalahan kemiskinan dan pengangguran, serta pemberantasan KKN yang ia canangkan dalam prgoram 100 hari pertama pemerintahannya. Pemerintahan SBY-JK menaikkan harga BBM sebanyak tiga kali, tetapi berhasil menurunkan kembali sebanyak dua kali. Sebagai upaya mengantisipasi rakyat kecil menghadapi kenaikan BBM, disusunlah program BLT (Bantuan Langsung Tunai).

Pemerintahan SBY-JK menaikkan anggaran pendidikan dalam APBN sebanyak 20%. Selain itu, memberikan bantuan BOS (Bantuan Operasional Sekolah) agar pendidikan dapat berjalan lancar. Pemerintahan SBY-JK menghadapi hambatan, terutama dari sektor keamanan nasional, dengan adanya Teror Bom Bali I dan II yang melibatkan teroris Dr. Azahari dan Noordin M. Top.

Dalam hal menghadapi gerakan separatisme, Pemerintahan SBY-JK mencapai keberhasilan dengan kesepakatan damai dengan Gerakan Aceh Merdeka. Pada 28 Januari 2005, pemerintah mengadakan pertemuan dengan GAM di Helsinki, Finlandia, untuk membahas kesepakatan perdamaian antara RI-GAM. Pemerintah Indonesia bersama Gerakan Aceh Merdeka menandatangani nota kesepahaman (MoU) di Helsinki pada 15 Agustus 2005 untuk mengakhiri konflik yang berlangsung lebih dari  tiga dekade di Aceh.

Pada 9 April 2009, diadakan pemilu legislatif yang diikuti oleh 44 partai politik (khusus untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, kini Aceh, terdapat enam partai lokal yang ikut dalam pemilu legislatif). Sepuluh partai pemenang pemilu legislatif adalah Partai Demokrat, Golkar, PDIP, PKS, PAN, PPP, PKB, Gerinda, Hanura, dan PBB).

Pada 8 Juli 2009, diadakan pemilu presiden dan wakil presiden yang diikuti oleh tiga pasangan calon, yaitu Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto, Susilo Bambang Yudhoyono-Budiono, dan Jusuf Kalla-Wiranto. Pemilu presiden dan wakil presiden dimenangkan oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Budiono.

Pada 21 Oktober 2009, Presiden SBY membentuk Kabinet Indonesia Bersatu II. Selama periode pemerintahannya, SBY-Budiono banyak menuai pro dan kontra di masyarakat dan kritikan dari berbagai pihak. Namun, pemerintahan SBY-Budiono pun menuai keberhasilan, seperti meningkatnya indeks pembangunan manusia Indonesia. Hal ini terlihat pada meningkatnya angka partisipasi pendidikan menengah dan tinggi, angka harapan hidup, dan terus menurunnya tingkat kematian bayi, serta ibu melahirkan. Begitu juga dengan pendapatan per kapita yang terlihat dari semakin meningkatnya kelas menengah di Indonesia.

Pada 2014, diadakan pemilu legislatif dan pemilu presiden berikutnya. Karena Presiden SBY sudah dua kali menjabat sebagai presiden RI, ia tidak diperbolehkan mengikuti kembali. Pemilihan umum legislatif dilakukan 9 April 2014 untuk memilih anggota DPR, DPRD, dan DPD. Diikuti oleh dua belas partai politik peserta pemilu.

Pemilihan presiden dan wakil presiden diadakan pada 9 Juli 2014 dengan Prabowo-Hatta, Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai calonnya. Setelah dilakukan pemilu, hasil resminya diumumkan KPU pada 22 Juli 2014. Selanjutnya, pada 20 Oktober 2014, Joko Widodo dan Jusuf Kalla dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia selanjutnya.

Selasa, 29 Oktober 2024

Indonesia Masa Reformasi

Sebagaimana halnya dengan Orde Baru yang ingin melakukan koreksi terhadap Orde Lama, yaitu Orde Soekarno dengan Demokrasi Terpimpinnya. Reformasi juga ingin mengoreksi berbagai penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh Orde Baru. Masa reformasi dimulai dengan mengembalikan hak-hak rakyat, baik dalam tataran elite maupun rakyat pada umumnya. Rakyat memperoleh haknya kembali untuk berserikat dan berkumpul dengan mendirikan partai politik, organisasi-organisasi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Penegakan hukum mulai berjalan lebih baik jika dibandingkan dengan masa Orde Baru, meskipun masih berjalan kurang konsisten. Dalam bidang sosial-budaya, kembalinya kebebasan untuk berbicara, bersikap, dan bertindak mulai memacu kreativitas masyarakat. Akan tetapi, di sisi lain, muncul sikap primodialisme sehingga benturan antarsuku, antarumat beragama, antarkelompok, sertaantardaerah terjadi di mana-mana. Selain itu, kriminalitas meningkat dan pengerahan massa menjadi cara untuk menyelesaikan berbagai persoalan. Hal ini tentu saja berpotensi untuk menimbulkan tindakan kekerasan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, reformasi adalah perubahan secara drastis untuk perbaikan (bidang sosial, politik, atau agama) dalam suatu masyarakat atau negara. Di Indonesia, kata reformasi dapat merujuk pada berbagai perubahan yang menginginkan perubahan mendasar di berbagai sendi kehidupan atau sebutan untuk suatu masa sesudah Orde Baru. Reformasi di Indonesia sendiri sudah dicetuskan terutama sejak masa akhir kekuasaan Soeharto. Hal ini terutama karena adanya desakan dari negara-negara "pendonor bantuan ekonomi" kepada Indonesia, seperti AS, Jepang, dan Inggris.

Pada masa Reformasi dikeluarkan sejumlah ketetapan MPR yang bertujuan memabngun kehidupan yang demokratis. Ketetapan MPR tersebut adalah sebagai berikut.
  1. Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/1998 tentang Pencabutan Referendum
  2. Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi
  3. Ketetapan MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
  4. Ketetapan MPR RI No. XIII tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden
  5. Amandemen UUD 1945 (I-IV) dan pelaksanaan pemilu.
Pada masa Reformasi, sistem pemerintahan yang berjalan berisi beberapa hal penting berikut.
  1. Kebijakan pemerintah memberikan ruang gerak yang lebih luas terhadap hak-hak untuk mengeluarkan pendapat dan pikiran, baik secara lisan maupun tertulis telah sesuai dengan UUD 1945 pasal 28.
  2. Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta bertanggung jawab dibuktikan dengan dikeluarkannya. Ketetapan MPR No IX/MPR/1998 yang ditindaklanjuti dengan UU Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
  3. Lembaga MPR telah berani mengambil langkah-langkah politis melalui sidang tahunan yang menuntut adanya laporan pertanggungjawaban tugas lembaga negara, UUD 1945 diamandemen, pimpinan MPR/DPR dipisahkan jabatannya dan berani memecat presiden melalui mekanisme Sidang Istimewa.
  4. Melalui amandemen UUD 1945, masa jabatan presiden dibatasi hanya sebanyak dua kali masa jabatan.
Salah satu keberhasilan Pemerintah pada masa Reformasi 1998 adalah penyelenggaraan pemilu yang dinilai lebih demokratis yang dimulai pada 1999, 2004, 2009, dan 2014. Pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat dimulai sejak tahun 2004.

Pada masa pemerintahan Presiden Habibie, pemerintah telah mengusahakan langkah-langkah dalam memperbaiki perekonomian, seperti merekapitulasi perbankan, merekonstruksi perekonomian nasional, melikuidasi beberapa bank bermasalah, menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika hingga di bawah Rp10.000, dan mengimplementasian reformasi ekonomi yang disyaratkan oleh IMF!

Kebijakan Habibie yang kontroversial dan menimbulkan kekecewaan adalah referendum Timor-Timur. Hasil referendum yang diumumkan tanggal 4 September 1999 oleh PBB memutuskan Timor-Timur tidak lagi menjadi bagian Republik Indonesia.

Presiden berikutnya yang menggantikan B.J. Habibie adalah K.H. Abdurrahman Wahid (akrab dipanggil dengan Gus Dur). Hal yang menonjol pada masa pemerintahannya adalah pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 yang berisi tentang pembatasan kepada etnis Tionghoa untuk merayakan agama dan adat istiadat di depan umum secara mencolok dan hanya boleh dilakukan di depan keluarga. Langkah politik Gus Dur banyak ditunjukkan pada penuntasan pelanggaran terhadap HAM masa lalu yang memiliki keterkaitan edngan arah penegakan demokrasi, politik, dan tata kelola hukum Indonesia di masa depan. Hal ini diwujudkan dengan menerbitkan Tap MPR No. V/MPR/2000 tentang Persatuan dan Kesatuan Nasional, yang kemudian digunakan sebagai landasan konstitusi untuk Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 yang menugaskan pemerintah untuk membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).

Masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) hanya berlangsung dua tahun. Hal ini terjadi karena beberapahal berikut.
  1. Konflik mengenai jabatan Kapolri yang membuat Gus Dur harus berselisih dengan DPR karena mengangkat Kapolri baru tanda persetujuan DPR.
  2. Konflik politik antara Gus Dur dengan para petinggi militer membuatnya harus memberhentikan Kapuspen Hankam (Kepala Pusat Penerangan Pertahanan dan Keamanan) Mayjen TNI Sudrajat dan Menkopolkam (Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan) Wiranto.
  3. Munculnya kasus Buloggate dan Bruneigate yang menimbulkan ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah.
  4. Kebijakan Gus dus yang sering melakukan kunjungan ke luar negeri dianggap kurang tepat karena saat itu kondisi politik dan ekonomi bangsa Indonesia belum pulih.
  5. Presiden Gus Dur menentang rencana sidang istimewa MPR dengan menyatakan sidang ersebut ilegal. Dukungan partai politik terhadap Gus Dur mulai berkurang.
  6. Dengan keterlibatannya dalam kasus Bulog Gate dan Brunei Gate yang mengakibatkan DPR memberikan teguran keras dalam bentuk Memorandum I dan II.
Pada 23 Juli 2001, Gus dur mengeluarkan dekrit yang berisi pembekuan MPR dan DPR RI, pengembalian kedaulatan ke tangan rakyat dan mengadakan pemilu dalam waktu satu tahun, dan pembekuan Partai Golkar. Namun, dekrit tersebut tidak mendapat dukungan dari MPR, DPR, TNI, dan Polri. MPR mengadakan sidang istimewa dan menetapkan Gus Dur telah melanggar Tap. MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Kapolri.

MPR menggelar Sidang Istimewa dengan agenda pandangan umum fraksi-fraksi atas pertanggungjawaban Presiden Gus Dur. Selanjutnya, dilaksanakan pemungutan suara untuk menerima atau menolak:
  1. Rancangan Ketetapan MPR No. II/MPR/2001 tentang pertanggungjawaban Presiden Abdurrahman Wahid
  2. Rancangan Ketetapan MPR No. III/MPR/2001 tentang penetapan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden Republik Indonesia.
Seluruh anggota MPR yang hadir menerima dua ketetapan tersebut. Maka berakhirlah jabatan Gus Dur sebagai presiden. Ia digantikan oleh Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri sebagai presiden kelima Republik Indonesia pada tanggal 23 Juli 2001. 

Berdasarkan Ketetapan MPR No. III/MPR/2001, Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden RI menggantikan Gus Dur. Ia merupakan presiden perempuan pertama yang memimpin Republik Indonesia. Ia memimpin Kabinet Gotong Royong didampingi Hamzah Haz dari PPP sebagai Wakil Presiden RI.

Pada tanggal 10 November 2001, MPR melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Salah satu perubahan penting dalam amandemen tersebut adalah perubahan tata cara pemulihan presiden dan wakil presiden yang dipilih langsung oleh rakyat dan mulai diterapkan pada pemilu tahun 2004. 

Dalam upaya mengatasi masalah korupsi, Presiden Megawati membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tugasnya melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan. KPK merupakan lembaga negara yang bersifat independen, yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun. Selain itu, dibentuk juga Mahkamah Konstitusi pada 15 Agustus 2003. Mahkamah Konstitusi dibentuk sesuai dengan hasil keputusan amandemen UUD 1945. Preseiden Megawati juga menetapkan kebijakan netralisasi PNS dan TNI/Polri dalam berpolitik dan melanjutkan upaya amandemen UUD 1945 dan otonomi daerah. 

Guna memantapkan situasi dan kondisi politik dalam negeri, terdapat beberapa undang-undang yang dikeluarkan pada masa pemerintahan Megawati, di antaranya sebagai berikut.
  1. UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu
  2. UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD,, dan DPRD, serta
  3. UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Presiden Megawati berupaya memperbaiki kehidupan ekonomi bangsa Indonesia dengan melakukan upaya sebagai berikut.
  1. Presitasi BUMN. Presiden Megawati menjual Indosat pada 2003 untuk menurunkannilai inflasi di Indonesia.
  2. Mengadakan pertemuan Paris Club 3 dengan IMF pada 12 April 2002 untuk membicarakan penundaan pembayaran utang luar negeri Indonesia. Selanjutnya, Presiden Megawati memutuskan kerja sama dengan IMF.
Presiden Megawati melakukan berbagai upaya untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI. Guna meredam gerakan separatisme, seperti di Papua dan Aceh, pemerintah memperbaiki persentase pembagian hasil sumber daya alam antara pemerintah pusat dan daerah di kedua provinsi tersebut. Berdasarkan UU No. 1b/2001 dan UU No. 21/2001 baik provinsi NAD (Nangroe Aceh Darussalam) dan Papua akan menerima 70% dari hasil pertambangan minyak bumi dan gas alam. Selain itu, presiden mensosialisasikan UU No. 18 tahun 2001 tentang otonomi khusus Provinsi NAD di Aceh.

Pemerintahan Megawati gagal mempertahankan Pulau Sipadan dan Ligitan sebagai bagian NKRI. Pemerintah Indonesia sejak tahun 1997 telah memperjuangkan pengakuan internasional bahwa kedua pulau merupakan bagian dari Wilayah Indonesia. Namun, Mahkamah Internasional memutuskan bahwa kedua pulau tersebut merupakan bagian dari Negara Malaysia.

Senin, 28 Oktober 2024

Kehidupan Ekonomi Indonesia Masa Orde Baru

Orde baru mewarisi kemerosotan ekonomi yang ditinggalkan oleh pemerintahan sebelumnya. Hal ini ditandai dengan tingginya tingkat inflasi yang mencapai sekitar 650%. Selain itu, sarana dan prasarana ekonomi hancur akibat konflik politik dalam negeri yang terjadi pada masa akhir Presiden Soekarno. 

Untuk mengatasi kemerosotan ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) menyatakan perlunya landasan-landasan baru. MPRS kemudian mengeluarkan Tap MPRS No. XXIII/MPRS/1966. Berdasarkan Tap tersebut, diselesaikan pemerintah, yaitu program stabilisasi dan rehabilitasi. Program tersebut diarahkan pada pengendalian inflasi, rehabilitasi, prasarana ekonomi, peningkatan kegiatan ekspor, serta peningkatan kebutuhan sandang dan pangan. 

Setelah usaha-usaha stabilisasi di bidang politik dan ekonomi dilancarkan sejak Oktober 1966, pada 1 April 1969, pemerintah melaksanakan pembangunan yang dinamakan rencana pembangunan lima tahun (repelita). Batasan waktu lima tahun menunjukkan tahapan pembangunan yang direncanakan, dievaluasi, dan dikembangkan setiap lima tahun.

Repelita I difokuskan pada upaya rehabilitasi sarana dan prasarana penting, pengembangan iklim usaha, dan investasi. Pembangunan sistem pertanian juga diberikan prioritas utama untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat sebelum melakukan pembangunan pada sektor-sektor lainnya. Pembangunan sarana pada sektor pertanian yang diprioritaskan meliputi pembuatan saluran irigasi, teknologi pertanian, pembiayaan melalui kredit perbankan, pemberian bantuan pupuk, serta pemasaran hasil produksi. Akhir Repelita I berhasil membawa pertumbuhan ekonomi rata-rata antara 3 sampai 5,7 persen per tahun dan pendapatan penduduk per kapita naik dari 70 dolar AS menjadi 170 dolar AS, serta laju inflasi dapat ditekan hingga 47%.

Selanjutnya, Repelita II dan III yang berlangsung pada 1974-1984 difokuskan pada perencanaan pertumbuhan ekonomi, stabilitas, nasional, dan pemerataan pembangunan dengan penekanan pada sektor pertanian serta industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku. Pada 1984, Indonesia berhasil mencapai swasembada beras. Padahal pada 1970, Indonesia masih merupakan negara pengimpur beras.

Pada Repelita IV dan V yang diterapkan pada 1984-1994, selain tetap mempertahankan pembangunan di sektor pertanian, pembangunan mulai meningkat di sektor industri, khususnya industri yang menghasilkan barang-barang ekspor, pengolahan hasil pertanian, dan industri padat karya, yakni industri yang dapat menyerap banyak tenaga kerja serta industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri. 

Dalam hal pembangunan ekonomi, pemerintah Orde Baru memang menitikberatkan pada program pemengambangan sektor pertanian. Pemerintah menganggap ketahanan pangan adalah syarat utama bagi terwujudnya kestabilan ekonomi dan politik.

Orde Baru dianggap berhasil dalam melakukan pembangunan secara fisik, tetapi memiliki banyak kekurangan, di antaranya sebagai berikut.
a. Semakin berkembangnya korupsi, kolusi, dan nepotisme
b. Pembangunan yang tidak merata sehingga terjadi kesenjangan antara pusat dan daerah serta kesenjangan sosial antara yang kaya dan miskin.
c. Adanya masalah ketidakpuasan masyarakat sehingga muncul gerakan separatis akibat proses pembangunan yang tidak merata, seperti di Aceh dan Papua. Di Aceh, terdapat kelompok separatis yang menamai dirinya Gerakan Aceh Merdeka.
d. Munculnya kecemburuan sosial dari masyarakat lokal yang bertempat tinggal di wilayah tujuan transmigrasi. Peserta transmigrasi memperoleh tunjangan kebutuhan hidup dari pemerintah di tahun pertama, sedangkan masyarakat lokal tidak mendapat sokongan modal.
e. Dilakukan berbagai upaya untuk mengontrol kritik dan kebebasan berbicara. Hal ini terjadi terutama sejak peristiwa Malari 1974 pengawasan terhadap pers diperketat. Media masa yang tidak mau tunduk kepada pemerintah dicabut izin terbitnya, seperti Indonesia Raya dan Abadi.
f. Menurunnya kualitas ABRI yang memiliki tugas utama dalam bidang pertahanan dan keamanan karena sibuk berpolitik.
g. Para pengusaha swasta sebagai pelaku ekonimi menguasai hampir 70% perekonomian Indonesia.

Minggu, 27 Oktober 2024

Kehidupan Politik Indonesia Masa Orde Baru

Pemerintahan Presiden Soeharto yang lebih dikenal sebagai pemerintahan Orde Baru ini diawali dengan terbitnya Surat Perintah 11 Maret 1966. Surat ini dikeluarkan oleh Presiden Soekarno yang isinya memerintahkan Letnan Jenderal Soeharto untuk segera memulihkan keamanan negara. Pada saat itu, negara berada dalam situasi dan kondisi yang tidak kondusif akibat peristiwa Gerakan 30 September 1965/PKI. Peristiwa tersebut didalangi oleh Partai Komunis Indonesia.

Pada masa awal pemerintahannya, Presiden Soeharto telah bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan uud 1945 secara murni dan konsekuen. Masa Orde Baru (Orba) telah memberikan harapan baru bagi masyarakat Indonesia untuk dapat menikmati kondisi yang jauh lebih baik dari masa sebelumnya. Pada masa ini, pembangunan di segala bidang yang direncanakan secara bertahap dirumuskan melalui rencana pembangunan lima tahun (Repelita). Dalam hal ini demokrasi, pemerintah Orba berhasil menyelenggarakan pemilu pada 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.

Demokrasi Pancasila adalah berdemokrasi yang mengutamakan musyarawah dan mufakat yang penerapannya memiliki beberapa ciri sebagai berikut.

  1. Pemerintahan dijalankan berdasarkan konstitusi.
  2. Pelaksanaan pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali
  3. Penghargaan terhadap hak asasi manusia dan adanya perlindungan terhadap hak-hak minoritas.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut, sebagai demokrasi yang konstitusional, Demokrasi Pancasila mengedepankan mekanisme kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Selain itu, Demokrasi Pancasila juga sangat terikat dengan UUD 1945. Dengan demikian, semua aturan dasar harus dilandasi oleh pasal-pasal yang tercantum di dalam UUD 1945. Dalam sistem pemerintahan, demokrasi Pancasila mendudukkan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan tertinggi negara. Tugasnya adalah menetapkan Garis Besar Haluan Negara (GBHN), serta memilih dan mengangkat presiden dan wakilnya.

Presiden adalah penyelenggara pemerintahan tertinggi setelah MPR yang memiliki kewajiban melaksanakan keputusan-keputusan MPR (sebagai mandataris) dan bertanggung jawab kepada Sidang Umum MPR. Dalam Demokrasi Pancasila, kedaulatan rakyat sepenuhnya dijalankan oleh MPR, kemudian MPR membagi kedaulatan tersebut dalam bentuk kekuasaan kepada lembaga negara selain Presiden dan DPR, di antaranya Mahkamah Agung (MA), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan lainnya.

Presiden tidak harus bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), tetapi DPR bertugas mengawasi pelaksanaan dari keputusan-keputusan MPR. Oleh karena itu, dalam bidang legislatif, DPR memiliki sejumlah hak seperti hak inisiatif, hak amandemen, dan hak budget. Adapun dalam fungsi pengawasan, DPR memiliki hak bertanya, hak interpelasi (hak untuk meminta penjelasan), hak mosi untuk menyatakan percaya atau tidak percaya terhadap kinerja presiden dan kabinetnya, hak angket (hak untuk menyelidiki sesuatu hal), dan hak petisi (hak untuk mengajukan usul dan saran-saran kepada pemerintaha).

Setelah menerima mandat dari MPR dan dilantik menjadi presiden kedua Republik Indonesia pada 1967, Presiden Soeahrto kemudian menerapkan sejumlah kebijakan politik, di antaranya sebagai berikut.
  1. Penyederhanaan partai politik
  2. Pelaksanaan pemilu yang berkesinambungan
  3. Peran ganda atau dwifungsi ABRI
  4. Pedoman, Penghayatan, dan Pengalaman Pancasila (P-4)
  5. Penataan politik luar negeri Indonesia

Sabtu, 26 Oktober 2024

Beberapa Perbedaan dalam Pelaksanaan Demokrasi Liberal dan Terpimpin

1. Keterkaitan dengan Masalah Kedaulatan Rakyat

Pada Masa Demokrasi Liberal, kedaulatan rakyat dilaksanakan sepenuhnya oleh DPR (parlemen/legislatif). DPR dapat membentuk serta membubarkan pemerintah dan kabinet (eksekutif). Pada Demokrasi Terpimpin, serta normatif konstitusional, ditetapkan kedaulatan rakyat berada dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR. Namun, dalam pelaksanaannya, kedaulatan rakyat sepenuhnya berada di tangan presiden. Selanjutnya, presiden kemudian membentuk MPR(S) dan DPR Gotong Royong berdasarkan keputusan presiden.

2. Keterkaitannya dengan Masalah Pembagian Kekuasaan

Pada Masa Demokrasi Liberal, kekuasaan DPR (legislatif) lebih kuat jika dibandingkan dengan kekuasaan pemerintah/kabinet (eksekutif). Sementara itu, kedudukan presiden hanya sebagai kepala negara. Dalam Demokrasi Terpimpin, kekuasaan presiden (eksekutif) menjadi sangat dominan. Di samping itu, jabatan presiden ditetapkan seumur hidup sehingga tidak dapat diberhentikan oleh MPRS.

3. Keterkaitannya dengan Masalah Pengambilan Keputusan

Dalam pelaksanaan sistem Demokrasi Liberal, semua pengambilan keputusan berada di tangan DPR dengan mekanisme keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Adapun pada Masa Demokrasi terpimpin, pengambilan keputusan dilaksanakan oleh MPRS dan DPR-GR serta berdasarkan suara bulat. 

Jumat, 25 Oktober 2024

Latihan Soal Upaya Bangsa Indonesia Mengatasi Ancaman Disintegrasi Bangsa

1. Salah satu bukti belum terwujudnya integrasi nasional pada masa awal kemerdekaan Indonesia, Demokrasi Liberal, dan Demokrasi Terpimpin adalah ....

a. terjadinya berbagai gerakan disintegrasi bangsa
b. silih bergantinya kabinet yang berkuasa
c. sulitnya mengembangkan perekonomian nasional
d. terjadinya persaingan yang berat antarpartai
e. besarnya pengaruh asing terhadap keberlangsungan pemerintahan Indonesia

2. Pemberontakan PKI pada tahun 1948 merupakan upaya disintegrasi bangsa yang dilatarbelakangi oleh adanya ...

a. konflik ideologi
b. keinginan berkuasa
c. konflik multietnis
d. konflik agama
e. etnosentrisme

3. Kelompok komunis yang dipimpin Amir Syarifuddin menentang keras program Kabinet Hatta yang berkaitan dengan pengurangan jumlah TNI karena ...

a. TNI masih diperlukan dalam pembangunan
b. kurangnya biaya pensiun bagi para TNI
c. mayoritas anggota TNI yang terkena program adalah kelompok komunitas
d. pertahanan Indonesia akan berkurang
e. Indonesia akan mudah dijajah tanpa adanya TNI

4. Dala upaya penumpasan pemberontakan PKI Madiun tahun 1948, pemerintah melancarkan gerakan operasional militer yang dipimpin oleh ...

a. Letkol
b. Letkol Ahmad Yani
c. Kolonel A. H. Nasution
d. Kolonel Gatot Subroto
e. Jenderal Sudirman

5. Pembentuka Negara Islam Indonesia (NII) pernah diproklamasikan oleh salah seorang pimpinan DI/TII yang bernama ...

a. Daud Beureuh
b. Kartosuwirjo
c. Kahar Muzakkar
d. Ibnu Hajar
e. Ahmad Husain

6. Latar Belakang Kahar Muzakkar menyatakan Sulawesi Selatan bagian dari NII di bawah pimpinan Kartosuwirjo adalah ....

a. tuntutan KGSS agar dimasukkan ke dalam APRIS dengan nama Brigade Hasanudin
b. pemerintah membentuk Brigade Hasanudin
c. untuk mendirikan negara Sulawsi Selatan yang otonom
d. kekecewaan terhadap pemerintah pusat
e. pembangunan yang tidak merata antara pusat dan daerah

7. Alasan gerakan separatis APRA mempertahankan Negara Pasundan adalah ...

a. mempertahankan bentuk negara RIS
b. merebut kekuasaan pemerintahan pusat
c. mengambalikan Indonesia ke tangan Belanda
d. melindungi aset-aset ekonomi kolonial yang ada di wilayah Pasundan
e. mewujudkan ramalan Jayabaya akan adanya ratu adil sebagai penyelamat bangsa

8. Perhatikan operasi-operasi militer berikut.
1) Operasi Guntru
2) Operasi Bharatayudha
3) Operasi Mena
4) Operasi Saptamarga
5) Operasi Merdeka
Operasi militer yang tidak memiliki keterkaitan dengan pemberontakan DI/TII ditunjukkan nomor ...
a. 1), 2), dan 3)
b. 1), 3), dan 5)
c. 2), 3), dan 4)
d. 2), 4), dan 5)
e. 3), 4), dan 5)

9. Pergolakan di Sulawesi Selatan yang dipimpin oleh Andi Azis pada dasarnaya dilandasi oleh adanya keinginan untuk ...
a. menguasai seluruh wilayah Sulawesi Selatan
b. memindahkan pusat pemerintahan ke Makassar
c. membentuk tentara khusus untuk wilayah Sulawesi Selatan
d. menolak kedatangan pejabat yang ditugaskan oleh pemerintah pusat
e. mempertahankan bentuk negara federal

10. Perhatikan informasi-informasi berikut.
1) merupakan gerakan yang bersifat separatis
2) gerakan ini melibatkan mantan jaksa Negara Indonesia timur
3) menuntut pemerintah mempertahankan bentuk federalis dengan dukungan KNIL
4) mendirikan pemerintahan pelarian di Belanda
Berdasarkan ciri-ciri tersebut, gerakan pemberontakan yang dimaksud adalah ...
a. Republik Maluku Selatan
b. Angkatan Perang Ratu Adil
c. Gerakan Andi Azis
d. Pemerintahan revolusioner Republik Indonesia
e. Gerakan Perjuangan Rakyat Semesta


Beli Buku Sejarah Nusantara Yang Disembunyikan (klik disini)

Sabtu, 19 Oktober 2024

Kondisi Politik Masa Demokrasi Terpimpin

Demokrasi Terpimpin adalah sistem demokrasi yang semua keputusan dan pemikiran terpusat kepada pemimpin, yakni Soekarno. Masa Demokrasi Terpimpin berlangsung pada 1959-1965 yang diawali dengan berakhirnya Demokrasi Liberal dan juga ditandai dengan mundurnya Ir. Djuanda sebagai perdana menteri. Landasan dari Demokrasi Terpimpin ditafsirkan dari sila ke-4 Pancasila. Menurut Ketetapan MPRS, Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong, di antara semua kekuatan nasional yang progresif-revolusioner dengan berporoskan nasionalisme, agama, dan komunisme (nasakom). 

Beli Buku Kronik Abad Demokrasi Terpimpin (klik disini)

Ada tiga hal yang kemudian melatarbelakangi keputusan Presiden memberlakukan Demokrasi Terpimpin di Indonesia, yaitu sebagai berikut.

  1. Dari segi politik, Konstituante dinilai gagal dalam manyusun UUD baru untuk menggantikan UUD Sementara 1950.
  2. Dilihat dari hal yang menyangkut masalah keamanan nasional, pada masa Demokrasi Liberal, banyak terjadi gebrakan separatis di berbagai wilayah yang menyebabkan ketidakstabilan keamanan negara.
  3. Dari sudut pandang perekonomian nasional, sering terjadi pergantian kabinet menyebabkan program-program yang telah dirancang tidak dapat dijalankan secara maksimal. Akibatnya, pembangunan ekonomi berjalan tersendat-sendat.
Berangkat dari tiga hal tersebut, apada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno membubarkan parlemen sekaligus menyatakan kembali pada UUD 1945. Soekarno kemudian membentuk Kabinet Kerja dengan dirinya beritindak sebagai Perdana Menteri, serta Ir. Djuanda menjadi menteri pertama. Kabinet ini kemudian dilantik  pada 10 Juli 1959 dengan program kerjanya Tri Program Kabinet Kerja. Tugasnya mengatasi masalah sandang pangat serta meningkatkan keamanan di dalam negeri dan mengembalikan wilayah negara, misalnya Irian Barat.

Pemerintah kemudian membentuk lembaga-lembaga MPRS (Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959) dengan keanggotaan yang ditunjuk dan diangkat oleh Presiden. Kemudian, dibentuk pula Dewan Pertimbangan Agung (DPA) melalu Penetapan Presiden Nomor 3 Tahun 1959. DPA dipimpin langsung oleh Presiden Soekarno dengan Roeslan Abdulgani sebagai wakil ketua.

Dalam pelaksanaan Demokrasi Terpimpin, Presiden Soekarno menerapkan sistem politik keseimbangan (balance of power). Hal ini diterapkan tidak hanya dalam lembaga pertahanan negara, seperti angkatan darat, laut, dan udara, tetapi juga antara institusi militer dan parta-partai politik yang ada. Presiden kemudian mengabil alih dengan membentuk Komando Operasi Tertinggi (Koti).

Perkembangan politik masa Demokrasi Terpimpin seluruhnya terpusat pada Presiden Soekarno dengan TNI AD (Angkatan Darat) dan PKI sebagai pendukung utama. Melalui semboyannya yang sangat populer "Kembali ke UUD 1945:, Soekarno memperkuat angkatan bersenjata dengan mengangkat sejumlah jenderal pilihannya ke posisi-posisi penting dala struktur kelembaaan militer.

Partai Komunis indonesia sendiri berkembang menjadi besar karena didukung oleh presiden, contohnya melalui pembentukan Kabinet Gotong Royong atau Kabinet Kaki Empat. Kai-kaki yang dimaksud adalah empat partai politik besar ketika itu, yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI), Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi), Nahdlatul Ulama (NU), dan Partai Nasional Indonesia (PNI). 

Pada masa ini, Soeakrno merencanakan konsep pentingnya persatuan antara kaum nasionalis, agama, dan komunis. Konsep ini lebih populer dengan sebutan nasakom. Dampak dari ajaranini memang sangat menguntungkan PKI. Seolah-olah partai ini telah ditempatkan pada garda terdepan dalam pelaksanaan Demokrasi Terpimpin tantangan, baik dari tokoh-tokoh dari Masyumi, NU, PNI, maupun dari sejumlah tokoh masyarakat. Akan teatapi, Presiden Soekarno selalu menegaskan bahwa masyarakat jangan terlalu memandang atau memberikan penilaian negatif kepada PKI dan komunisme. Semua idelologi harus bersatu dan bergerak progresif dan revolusioner demi pembangunan Indonesia. Meskipun Soekarno selalu berusaha untuk membina hubungan baik antara militer dan partai-partai politik yang ada, tetapi konflik antara militer dan PKI justru semakin tajam. Apalagi ketika PKI melakukan aksi-aksi sepihak yang menyangkut masalah lansreform dan berpotensi mengganggu keamanan masyarakat, misalnya peritiwa Banda Betsy di Simalungun, Sumatra Utara, dan peristiwa Jengkol di Kediri, Jawa Timur. 

Meskipun banyak menuai protes, Presiden Soeakrno semakin mempertegas konsepsi tentang nasakom. Hal ini disampaikannya dalam pidato pada 17 Agustus 1959 berjudul "Penemuan Kembali Revolusi Kita". Naskah pidatonya ini kemudian diserahkan kepada panitia kerja Dewan Pertimbangan Agung yang ketika itu dipimpin oleh Aidit, pemimpin PKI. Kemudian dirumuskan menjadi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) serta selanjutnya diberi judul "Manifesto Politik Republik Indonesia" yang lebih dikenal kemudian dengan istilah Manipol. Kebijakan politik luar negeri pun cenderung lebih memihak kepada Tiongkok atau blok komunis, yang akhirnya memicu peristiwa 30 September 1965. Peristiwa ini pulalah yang menjadi penyebab utama berakhirnya pemerintahan Soekarno atau pemerintahan Orde Lama.

Jumat, 18 Oktober 2024

Kebijakan Ekonomi Masa Demokrasi Liberal

Banyak hal yang terkait dengan masalah keamanan dan pertahanan negara yang harus dihadapi pemerintah Indonesia. Masalah tersebut di antaranya kemelut yang terjadi di tubuh Angkatan Darat, upaya-upaya memecah integrasi bangda, dan sejumlah permasalahan ekonomi negara. Permasalahan yang muncul ini tidak terlepas dari beberapa hal berikut.

  1. Setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda yang diumumkan pada 27 Desember 1949, bangsa Indonesia dinyatakan menanggung beban ekonomi dan keuangan yang cukup besar seperti yang diputuskan dalam Konferensi Meja Bundar.
  2. Ketidastabilan politik akibat jatuh bangunnya kabinet berdampak pada ketidakberlanjutan program sehingga pemerintah harus lebih banyak mengeluarkan anggaran untuk mengatasi biaya operasional pertahanan dan keamanan negara.
Di samping itu, permasalahan lain yang harus dihadapi adalah ekspor Indonesia yang hanya bergantung pada hasil perkebunan dan angka pertumbuha penduduk semakin meningkat dengan tajam. Sumitro Djojohadikusumo, seorang ahli ekonomi Indonesia berhasil merangcang Gerakan Benteng sebagai salah satu usaha untuk memperbaiki perekonomian negara. 

Gerakan Benteng didasari oleh gagasan pentingnya mengubah strukutr ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional. Gagasan Sumitro kemudian diterapkan dalam program Kabinet Natsir pada bulan April 1950 dengan nama Program Benteng. Program Benteng tahap satu resmi dijalankan selama tiga tahun (1950-1953) dengan tiga kabinet berbeda (Natsir, Sukiman, dan Wilopo). Selama tiga tahun, lebih dari 700-an bidang usaha bumiputra memperoleh bantuan kredit dari program ini. Namun, hal yang diharapkan dari program tidak sepenuhnya tercapai, bahkan banyak pula yang membebani keuangan negara. Ada banyak faktor yang menyebabkan kegagalan program ini, salah satu mentalitas para pengusaha bumiputra yang konsumtif, besarnya keinginan untuk memperoleh keuntungan secara cepat, dan menikmati kemewahan.

Sebenarnya, pemberian kredit impor yang diberikan kepada para pengusaha bumiputra dimaksudkan untuk memicu pertumbuhan perekonomian nasional. Namun, kebijakan ini ternyata tidak mampu meruntuhkan dominasi para pengusaha asing. Oligopoli yang dibangun oleh para pengusaha dari perusahan Inggris, Belanda, dan Tiongkok yang pandai memanfaatkan peluang ternyata tetap menguasai pasar.

Program Benteng tahap dua dimulai pada masa Kabinet Ali pertama. Program Benteng tahap dua merancang pemberian kredit dan lisensi pada pengusaha swasta nasional bumiputra agar dapat bersaing dengan para pengusaha nonbumiputra. Jika pada awal tahun 1953 para importis pribumi hanya menerima 37,9% dari total ekspor-impor, maka mereka telah menerima 80-90% pada masa Kabinet Ali. Total dari 700 perusahaan yang menerima bantuan menjadi 4.000 - 5.000 perusahaan. 

Program Benteng dinilai gagal karena salah sasaran. Banyak pengusaha bumiputra yang menjual lisensi impor yang diberikan oleh pemerintah kepada para pengusaha non-bumiputra. Hal ini menimbulkan istilah perusahaan "Ali-Baba". Sebutan "Ali" merepresentasikan bumiputra, sedangkan "Baba" non-bumiputra. Bantuan kredit dan pemberian kemudahan dalam menerima lisensi impor kemudian dinilai tidak efektif. Padahal pemerintah telah menambah beban keuangannya sehingga menjadi salah satu sumber defisit. Program Benteng dianggap gagal karena salah sasaran. Selain itu, program ekonomi benteng diterapkan ketika industri Indonesia masih lemah dan tingginya persaingan politik. Program ini dimanfaatkan oleh sebagian partai politik untuk memperoleh dukungan.

Kabinet Natsir (September 1950 - Maret 1951) berintikan Masyumi dan PSI dengan Mohammad Natsir sebagai perdana menteri. Kebijakan-kebijakan Natsir mengutamakan pembangunan perekonomian negara. Hal ini dianggap oleh partai oposisi telah mengabaikan masalah kedaulatan Papua. Soekarno pun menyatakan hal yang sama bahwa masalah kemajuan dan tidak boleh dianggap rendah. Kondisi ini membuat Natsir berikeras agar Soekarno membatasi dirinya dalam peran presiden hanya sebagai lambang saja. Puncaknya, Natsir menyerahkan jabatannya dan digantikan oleh Sukiman pada April 1951.

Jatuhnya pemerintahan Kabinet Sukiman disebabkan adanya kegagalan dalam pertukawan nota keuangan antara Menteri Luar Negeri Indonesia Achmad Soebardjo dan Duta Besar AS Merle Cochran. Kesepakatan bantuan ekonomi dan militer dari AS kepada Indonesia didasarkan pada ikatan Mutual Security Act (MSA). Di dalam MSA, terdapat pembatasan terhadap kebebasan politik luar negeri yang bebas aktif. Indonesia diwajibkan lebih memperhatikan Amerika sehingga tindakan Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negeri yang bebas aktif dan lebih condong ke blok Barat. Di samping itu, penyebab lainnya adalah semakin merebaknya korupsi di kalangan birokrat dan gagalnya Kabinet Sukiman dalam menyelesaikan masalah Irian Barat.

Lain halnya dengan Kabinet Ali I yang merupakan kabinet koalisi antara PNI dan NU. Kabinet ini jatuh karena tidak dapat menyelesaikan kemelut yang ada ditubuh Angkatan Darat dan pemberontakan DI/TII yang berkecamuk di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh. Di tambah pula dengan konflik antara PNI dan NU, yang mengakibatkan NU menarik semua menterinya yang diuduk dikabinet. 

Jatuh bangunnya kabinet dalam waktu yang singkat menimbulkan ketidakstabilan politik. Akibatnya, program-program kabinet tidak berjalan dengan baik. Kondisi ini kemudian membuat Presiden Soekarno mengumumkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959.

Kamis, 17 Oktober 2024

Perkembangan Politik Indonesia Masa Demokrasi Liberal

Salah satu hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah terbentuknya negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Pembentukan negara federal yang diprakarsai oleh Belanda untuk melemahkan integrasi Indonesia sebagai negara kesatuan ternyata tidak mendapatkan tempat di hati masyarakat Indonesia. Banyak negara bagian yang menatkan ingin kembali ke negara kesatuan.

Pada 15 Agustus 1950, Perdana Menteri Kabinet RIS, Mohammad Hatta, kemudian menyerahkan mandatnya kepada Presiden Soekarno. Selanjutnya, pada 17 Agustus 1950, Indonesia kembali menjadi negara kesatuan.

Maka, dimulailah usaha-usaha untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan yang telah susah payah diperjuangkan. Masa revolusi fisik atau masa perjuangan harus segera ditinggalkan. Gangguan keamanan yang selama ini banyak menyita perhatian, waktu, dan dana negara harus segera digantikan dengan langkah-langkah konkret. Hal ini agar perbaikan berbagai bidang, seperti sistem politik dan pemerintahan, perekonomian, pertahanan, dan keamanan negara.

Setelah berakhirnya pemerintahan RIS pada 1950, pemerintah Republik Indonesia masih melaanjutkan model demokrasi parlementer yang liberal. Kabinet dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada parlemen. Presiden hanya berkedudukan sebagai kepala negara.

Pada kurun waktu 1950-1959, kembali terjadi silih berganti kabinet. Kabinet jatuh bangun karena munculnya mosi tidak percata dari partai lawan. Di samping itu, terjadi perdebatan dalam Konstituante yang sering menimbulkan konflik berkepanjangan.

Berikut ini sejumlah kabinet yang pernah memerintah pada masa Demokrasi Liberal.

  • 06/09/1950 - 21/03/1951 : Kabinet Natsir (Masyumi)
  • 27/04/1951 - 03/04/1952 : Kabinet Sukiman (Masyumi)
  • 03/04/1952 - 03/06/1953 : Kabinet Wilopo (PNI)
  • 31/07/1953 - 12/08/1955 : Kabinet Ali Sastroamidjojo I (koalisi PNI dan NU)
  • 12/08/1955 - 03/03/1956 : Kabinet Burhanuddin Harahap (Masyumi)
  • 20/03/1956 - 04/03/1957 : Kabinet Ali Sastroamidjojo II (koalisi PNI, Masyumi, dan NU)
  • 09/04/1957 - 05/07/1959 : Kabinet Djuanda
Jatuh bangunnya kabinet-kabinet yang berkuasa pada masa Demokrasi Liberal lebih disebabkan oleh kegagalan-kegagalan atau dianggap gagal dalam mengendalikan pemerintahan. Contoh, Kabinet Wilopo yang harus mengakhiri masa tugas karena tidak berhasil menyelesaikan masalah peristiwa 17 Oktober 1952. Peristiwa 17 Oktober dipicu oleh adanya gerakan yang diprakarsai oleh sejumlah perwira angkatan darat yang tidak puas terhadap kebijakan pemerintah. Mereka menghendaki agar Presiden Soekarno membubarkan parlemen.

Pada 17 Oktober 1952, sejumlah perwira senior TNI-AD, Kepala Staf Angkatan Perang Mayor Jenderal T.B. Simatupang, Kepala Staf Angkatan Darat A.H. Nasution, dan para panglima tentara dan teritorium menghadap presiden. Tujuannya adalah menuntut presiden membubarkan parlemen karena menganggap para politisi tersebut terlalu mencampuri urusan internal TNI-AD, terutama masalah kepemimpinan TNI-AD. Sementara itu, terjadi demosntrasi di luar Istana Merdeka dan di belakang para demonstran telah berderet meriam milik pasukan arteri Resimen 7 di bawah pimpinan Mayor Kemal Idris. Moncong-moncong meriam tersebut diarahkan ke Istana. Presiden Soekarno menolak tuntutan tersebut karena tidak mau dianggap diktator. Sebenarnya, sumber utama konflik adalah ketidakkompakan yang terjadi dalam tubuh TNI-AD sendiri. Peristiwa ini mengakibatkan terjadinya pergantian KSAD dari A.H. Nasution kepada Kolonel Bambang Sugeng.

Pada masa pemerintahan Kabinet Ali Sastroamidjojo I atau sering juga disebut dengan Kabinet Ali-Wongso (Ali Sastroamijoyo sebagai perdana menteri dan Wongsonegoro sebagai wakil perdana menteri), diselenggarakan Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung pada 18-15 April 1955. Konferensi ini dihadiri 19 negara Asia dan Afrika yang kemudian membawa pengaruh penting bagi terbentuknya solidaritas dan perjuangan kemerdekaan dari bangsa-bangsa Asia-Afrika. Pemilihan umum pertama yang diselenggarakan pada 1955 juga merupakan rancangan kabinet ini, tetapi pelaksanaanya kemudian dilanjutkan oleh kabinet berikutnya.

Rabu, 16 Oktober 2024

Perkembangan Politik dan Ekonomi Indonesia Masa Awal Kemerdekaan

Setelah proklamasi kemerdekaan, melalui sidang PPKI, Soekarno ditetapkan sebagai presiden dan Hatta sebagai wakil presiden. Pada masa ini, negara belum dapat mengatur sistem pemerintahan dengan sempurna. Negara masih menghadapi tantangan dan hambatan yang seringkali berujung pada terjadinya konflik bersenjata.

Ada hambatan dan tantangan yang berasal dari luar negeri, seperti kedatangan tentara Sekutu yang akan mengambil alih kekuasaan Jepang di Indonesia. Ada pula tantangan yang muncul dari dalam negeri sendiri berupa pemberontakan di beberapa wilayah di Indonesia.

Guna memenuhi alat kelengkapan negara yang sesuai dengan sistem pemerintahan dalam UUD 1945, dibentuklah kabinet pertama yang dinamakan Kabinet Presidensial. Kabinet ini diketuai oleh Presidensial. Kabinet ini diketuai oleh Soekarno dengan masa jabatan 4 September - 14 November 1945.

Pada awal kemerdekaan, masih tampak adanyan sentraslisasi kekuasaan yang diperkuat dengan adanya Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945, "Sebelum MPR, DPR, dan DPA dibentuk maka segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden dengan dibantu oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) ". Untuk menghindarkan absolutisme dari kekuasaan presiden yang mungkin terjadi, pemerintah mengeluarkan beberapa maklumat berikut.

  • Maklumat Wakil Presiden Nomor X 16 Oktober 1945 bahwa KNIP berubah menjadi lembaga legislatif.
  • Maklumat Pemerintah 3 November 1945 tentang pembentukan partai-partai politik.
  • Maklumat Pemerintah 14 November 1945 tentang perubahan sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem pemerintahan parlementer.
Kabinet pertama tidak berlangsung lama, pada 14 November 1945, dibentuk Kabinet Republik Indonesia yang kedua yang dipimpin oleh Sutan Syahrir sebagai perdana menteri. Menjelang akhir 1945, keamanan di Jakarta semakin memburuk, tentara Belanda melakukan sejumlah aksi teror terhadap masyarakat. Kedatangan pasukan marinir Belanda di Pelabuhan Tanjung Priok pada 30 Desember 1945 semakin memperparah situasi. Mengingat situasi yang semakin memburuk itu, presiden dan wakil presiden memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan ke yogyakarta pada 4 Januari 1946 untuk sementara. Namun, Perdana Menteri Syahrir tetap berada di Jakarta untuk mempermudah hubungan dengan dunia Internasional demi kepentingan perjuangan.

Selanjutnya, perundingan yang dijalandkan pemerintah RI dengan Belanda tidak mendapat dukungand ari semua golongan. Akibatnya, Syahrir menyerahkan mandatnya kembali kepada presiden. Ketika pembentukan Kabinet Republik Indonesia yang ketiga, Soekarno tetap menunjuk Sutan Syahrir sebagai perdana menteri sehinga kabinetnya dinamakan Kabinet Syahrir II. Kabinet ini berakhir pada 2 Oktober 1946.

Selanjutnya, dibentuklah kabinet keempat, yaitu Kabinet Syahrir III (2 Oktober 1946 - 3 Juli 1947). Pada tanggal yang sama, presiden kemudian mengeluarkan Maklumat Nomor 6/1947. Isinya menetapkan kekuasaan sepenuhnya berada di tangan presiden. Melalui maklumat tersebut, akhirnya Kabinet Syahrir III masuk masa demisioner. 

Selanjutnya, pada 3 Juli 1947 dibentuk lagi kabinet yang kelima (3 Juli 1947 - 11 November 1947) dengan Amir Syarifuddin sebagai perdana menteri. Program kabinet ini memang tidak pernah diumumkan karena masih melanjutkan program-program dari kabinet sebelumnya.

Selanjutnya, pada 11 November 1947, dibentuk kabinet keenam dengan Amir Syarifuddin tetap pada posisi sebagai perdana menteri. Kabinet kembali dinyatakan demisioner pada 19 Januari 1948 arena mundurnya 5 orang menteri dari partai Masyumi. Kemudian, dibentuk kembali kabinet yang ke-7 dengan Mohammad Hatta sebagai perdana menteri. Kabinet ini pun berakhir pada 4 Agustus 1948. Kondisi politik ketika itu masih berada dalam bayang-bayang ancaman perang dan konflik di dalam negeri.

Ketika Yogyakarta diserbu dan para pemimpin pemerintahan ditangkap pada 19 Desember 1948, dibentuklah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berkedudukan di Bukittinggi. Kabinet PDRI dibentuk berdasar instruksi presiden kepada Syarifuddin Prawiranegara yang dikirim dari Yogyakarta sesaat sebelum tentara Belanda menguasai Yogyakarta. Kabinet PDRI ini dipimpin oleh Syarifuddin Prawiranegara dan berakhir pada 13 Juli 1949. Selanjutnya, PDRI digantikan oleh kabinet ke-8 dengan Mohammad Hatta kembali sebagai perdana menteri. Program kabinet ini tidak pernah diumumkan, tetapi usaha-usaha dan kebijakannya disesuakan dengan kepentingan negara pada saat itu.

Pada 20 Desember 1949 - 21 Januari 1950 dibentuk kabinet ke-9 yang dipimpin oleh Mr. Susanto Tirtoprodjo. Ia adalah seorang pimpinan kabinet yang berperan penting dalam kabinet masa transisi dari RI ke RIS. Kabinet ini dibentuk dan mulai bekerja ketika Perdana Menteri Mohammad Hatta bersama dengan menteri-menterinya diangkat menjadi Kabinet Republik Indonesia Serikat (RIS) pada 20 Desember 1949 - 6 September 1950. Kabinet ini sering juga disebut sebagai kabinet peralihan. Pada masa sebelumnya, yakni pada masa pemerintahan RIS, dibentuk pula kabinet yang dipimpin oleh Moh. Hatta. Kabinet ini merupakan satu-satunya kabinet yang dibentuk pada masa pemerintahan RIS.

Ketika Republik Indonesia menjadi negara bagian RIS, dibentuk kabinet yang dipimpin oleh dr. A. Halim. Kabinet ini bertugas dari 21 Januari - 6 September 1950. Usia kabinet ini pun sangat singkat, mengingat Indonesia kembali menjadi negara kesatuan pada September 1950.

Selasa, 15 Oktober 2024

Sejarah Praktik Berdemokrasi di Indonesia

Demokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan dengan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, baik secara langsung maupun perwakilan. Sistem demokrasi pertama kali diterapkan di Yunani Kuno, tepatnya di Negara Kota (Polis) Athena. Secara etimologis, demokrasi berarti pemerintahan oleh rakyat. Ada dua jenis demokrasi, yaitu demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan. Pada demokrasi langsung, semua warna negara berpartisipasi langsung dan aktif dalam pengambilan keputusan. Adapun pada demokrasi perwakilan, rakyat memilih wakil-wakilnya di suatu lembaga perwakilan rakyat. Sistem demokrasi banyak dianut oleh negara dengan bentuk pemerintahan republik, baik berupa pemerintahan presidensial maupun parlementer. Salah satu pilar demokrasi adalah adanya prinsip trias politika, yang membagi kekuasaan menjadi tiga, yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Kesejajaran dan independensi di antara tiganya bersifat saling mengontrol (check and balances).

Di awali dengan kemenangan negara-negara Sekutu yang terdiri dari Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa Barat terhadap negara-negara fasis, seperti Jerman, Italia, dan Jepang, pada Perang Dunia II. Selanjutnya, disusul dengan keruntuhan Uni Soviet pada awal abad ke XX, paham demokrasi secara perlahan mulai mendominasi tata kehidupan masyarakat dunia. Hingga awal abad XXI, suatu bangsa akan mendapat pengakuan sebagai negara yang beradab jika negara tersebut dapat menerima dan menerapkan demokrasi sebagai landasan di dalam mengatur tata negara.

Indonesia merupakan salah satu negara yang menjungjung tinggi demokrasi. Saat ini, Indonesia dianggap sebagai negara yang terbaik dalam melaksanakan demokrasi. Sebagaimana telah kita pahami, terdapat dua macam demokrasi yaitu demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan. Sejak kemerdekaan sampai berakhirnya masa Orde Baru, Indonesia menganut paham demokrasi perwakilan.

Para pendiri bangsa (the founding fathers) melalui Undang-Undang Dasar 1945 menetapkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menganut paham demokrasi dalam tata pemerintahannya. Dalam pemerintahan demokrasi, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat yang kemudian diserahkan melalui para perwakilannya di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Hal inilah yang kemudian disebut dengan demokrasi perwakilan atau demokrasi tidak langsung (representative democracy).

Mengapa para pendiri bangsa ketika itu menetapkan paham demokrasi di dalam sistem pemerintahan NKRI? Hal ini tidak terlepas dari latar belakang pendidikan para pendiri bangsa yang mengenyam pendidikan sistem barat.

Pada 1950, di bawah pemerintahan Soekarno, Indonesia kemudian memberlakukan UUD Sementara, yang berdampak pada penerapan model demokrasi parlementer murni atau demokrasi liberal. Penerapan demokrasi liberal ini tidak memberikan perubahan yag lebih baik, mengarah pada munculnya ketidakstabilan politik.

Pemberlakuan kembali UUD 1945 dan diterapkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 berdampak pada diterapkannya Demokrasi Terpimpin. Soekarno menyatakan sistem demokrasi terpimpin sebagai sistem demokrasi yang sesuai dengan ideologi negara yaitu Pancasila. Demokrasi Terpimpin membuat pengaruh komunis semakin menguat. Akibatnya, pada 1965, kestabilan sosial dan politik semakin meningkat. Puncaknya, terjadi peristiwa Gerakan 20 September 1965/PKI yang didalangi oleh Partai Komunis Indonesia. Sebuah tragedi nasional berlatar konflik dan pertentangan ideologi yang berjalan cukup lama dan memakan banyak korban jiwa. Peristiwa ini pula yang kemudian mengakhiri pemerintahan Presiden Soekarno.

Pengganti Soekarno adalah Soeharto yang kemudian menerapkan Demokrasi Pancasila yang menekankan kepada pentingnya musyawarah untuk mufakat. Demokrasi model inilah yang akhirnya dianggap paling sesuai dengan ideologi negara, yaitu Pancasila.

Demokrasi Pancasila ala Soeharto bertahan cukup lama, yaitu sekitar 32 tahun dan baru berakhir pada 21 Mei 1998. Setelah pemerintahan Soeharto berakhir, reformasi pun bergulir dengan naiknya B.J. Habibie sebagai presiden menggantikan Soeharto. Pada masa Soeharto dan awal Reformasi, presiden dan wakil presiden dipilih oleh anggota MPR. Barulah pada 2004, presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu.

Senin, 14 Oktober 2024

Tokoh Pejuang Mempertahankan Integrasi Bangsa - Sri Sultan Hamengku Buwono IX

Sri Sultan Hamengku Buwono IX memiliki nama asli Bendoro Raden Mas Dorodjatun. Beliau lahir di Yogyakarta pada tahun 1912 dan merupakan putra sulung Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Sejak muda, Sri Sultan Hamengku Buwono IX telah mengecap pendidikan Belanda. Setelah lulus dari Hogere Burger School (HBS), ia melanjutkan kuliahnya ke Belanda di Rijksuniversiteit Leiden dengan mengambil dua jurusan sekaligus, yaitu ekoonomi dan indologie (keilmuan tentang Indonesia). Ketika Perang Dunia II meletus, Sri Sultan kembali ke tanah air, dan kemudian dilantik sebagai sultan menggantikan ayahnya.

Walaupun pendidikan Belanda sangat lekat dengan dirinya, hal tersebut tidak memengaruhi perilaku kesehariannya. Dalam sikap politiknya, ia sangat menentang Belanda dan ketidaksetujuannya dengan penjajah terus berlanjut ketika Jepang berkuasa di Indonesia. Pascakemerdekaan Indonesia, ia terus aktif di dunia politik dan pernah menjabat sebagai menteri negara pada masa Kabinet Syahrir III, Amir Syarifuddin I, dan Kabinet Hatta I. Pada 25 Maret 1973, ia diangkat sebagai wakil presiden kedua pada masa Orde Baru.

Nasionalisme sultan tidak diragukan lagi dan telah ditunjukkan sejak awal pemerintahan RI. Ketika negara baru ini dibentuk, tanpa ragu ia menyatakan secara resmi bahwa Yogyakarta berada dalam wilayah NKRI. Hal ini menunjukkan sikap prointegrasi, meskipun sebagai raja ia dapat saja mempertahankan pemerintahannya sendiri di Yogyakarta.

Hamengku Buwono IX dikenal juga sebagai Bapak Pramuka Indonesia, penghargaan yang diterimanya dari Boy Scout od America. Lencana Tunas Kencana Pramuka Indonesia menunjukkan perhatiannya terhadap pembinaan generasi muda. Menurutnya, kegiatan kepemudaan harus mendapat perhatian serius dari pemerintah. Di tangan pemudalah semangat nasionalisme atau kebangsaan dan semangat cinta tanah air akan diwariskan untuk terus dipertahankan.

Peran penting Hamengku Buwono IX lainnya adalah ketika Jakarta sebagai pusat pemerintahan Indonesia dapat dikuasai Sekutu. Oleh karena itu, pada 4 Januari 1956, pusat pemerintahan dialihkan ke Yogyakarta. Soekarno dan Hatta serta yang lainnya beserta keluarganya juga pindah ke Yogyakarta.

Sultan Hamengku Buwono IX juga memiliki peran besar dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1946, ketika Belanda berhasil menguasai Yogyakarta selama 6 jam. Serangan tersebut dimaksudkan untuk memberikan peringatan kepada Belanda dan dunia interansional bahwa perjuangan rakyat Indonesia masih terus berlanjut.

Minggu, 13 Oktober 2024

Tokoh Pejuang Mempertahankan Integrasi Bangsa - Ahmad Yani

Ahmad Yani bergabung dalam Peta (Pembela Tanah Air) pada 1943. Selanjutnya, pada masa kemerdekaan, Ahmad Yani menjadi komandan TKR Purwokerto. Pada saat Agresi Militer Belanda I, pasukan yang dipimpinnya berhasil menahan serangan pasukan Belanda di daerah Pingit. Pada saat Agresi Militer Belanda II, ia pun dipercaya memegang jabatan Komanda Wehrkreise II di daerah Kedu.

Tak hanya berjuang melawan penjajah untuk meraih kemerdekaan, Ahmad Yani pun berperan dalam perjuangan mempertahankan integrasi bangsa. Ahmad Yani bersama pasukan Benteng Raiders berperan dalam penumpasan DI/TII di Jawa Tengah. Setelah itu, ia ditempatkan di staf angkatan darat. Pada 1955, ia disekolahkan di Command and General Staff Collage, Fort Leaven Worth, Kansas, Amerika Serikat, selama sembilan bulan. Pada 1958, saat terjadi peristiwa PRRI di Sumatra Barat, ia menjabat sebagai komandan komando Operasi 17 Agustus dalam penyelesaian masalah tersebut. Pada 1962, ia diangkat menjadi Menteri Panglima Angkatan Darat menggantikan Jenderal A.H. Nasution. Ahmad Yani gugur sebagai Pahlawan revolusi pada 1 Oktober 1965 dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI).

Sabtu, 12 Oktober 2024

Tokoh Pejuang Mempertahankan Integrasi Bangsa - Abdul Haris Nasution

Pada tahun 1948, A.H. Nasution diangkat menjadi komandan Divisi III Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pada tahun yang sama, Nasution dipindahkan ke Yogyakarta dan menjadi Kepala Staf Operasi Markas Besar Perang dan pada tahun 1949 menjadi Panglima Komando Jawa. Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).

Jasa dan pengabdiannya terhadap perjuangan tentu tidak perlu diragukan. Selama menjabat sebagai Panglima Komando Jawa, ia telah berhasil memadamkan pemberontakan PKI di Madiun pada 1948 yang diakhiri kematian Musso. Nasution juga berhasil memadamkan dan menyelesaikan gerakan PRRI/Permesta yang berkembang di luar Jawa.

Hasil pemikirannya banyak dituangkan dalam buku-buku yang ditulisnya, seperti Kenangan Masa Gerilya, Memenuhi Panggilan Tugas, dan Sekitar Perang Kemerdekaan (11 jilid). Dari buku-buku tersebut, yang paling banyak dijadikan bahan kajian adalah Pokok-pokok Gerilya. Karyanya ini menjadi bacaan wajib di akademi militer, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di sejumlah negara lainnya, termasuk akademi militer di West Point, Amerika Serikat. Mereka pada umumnya mengakui strategi perang gerilya yang ditulis Nasution banyak menginspirasi strategi perang mereka. Keberhasilannya adalah membawa TNI-AD untuk tetap setiap kepada Merah Putih dan Pancasila. Nasution dapat dikategorikan sebagai tokoh yang mendukung integrasi.

Jumat, 11 Oktober 2024

Tokoh Pejuang Mempertahankan Integrasi Bangsa - Mohammad Hatta

Hatta yang juga akrab dikenal dengan sebutan Bung Hatta merupakan salah satu founding father Indonesia dan Wakil Presiden RI pertama. Hatta mempunyai sumbangan pemikiran penting bagi masyarakat Indonesia mengenari koperasi. Dasar-dasar pemikirannya kemudian dirumuskan dalam pasal 33 UUD 1945. Oleh karena itu, Hatta juga dikenal sebagai Bapak Koperasi.

Semangat perjuangannya mulai muncul ketika dirinya menjadi mahasiswa di Sekolah Tinggi Dagang (Handles Hoge School) yang berada di Rotterdam Belanda. Ia membentuk Perhimpunan Indonesia (Indonesische Vereeniging) pada tahun 1922. Sejalan dengan Bung Karno, Hatta juga berpaham nasionalisme atau kebangsaan muncul karena adanya perasaan senasib yang dirasakan dalam diri bangsa Indonesia. Nasionalisme itu juga ditentukan oleh adanya kesadaran terhadap persamaan dan tujuan. Bung Hatta juga menginginkan agar masyarakat Indonesia menganut paham kebangsaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan. Hal ini merupakan pijakan utama agar terjadi integrasi nasional.

Bung Hatta juga dikenal sebagai peletak dasar politik luar negeri Indonesia. Melalui pidatonya di depan KNIP pada 2 September 1948 yang diberi judul "Mendayung di Antara Dua Karang", Bung Hatta mengatakan, "Mestikah kita bangsa Indonesia yang berjuang untuk kemerdekaan bangsa dan negara kita hanya harus memilih antara pro-Rusia atau pro-Amerika? Apakah tidak ada pendirian lain yang haruskita ambil untuk mengejar cita-cita kita?" Menurut Bung Hatta, politik luar negeri Indonesia setidak-tidaknya mengandung  empat tujuan, yaitu

  1. mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan menjaga keselamatan negara
  2. mengimpur barang-barang yang dibutuhkan rakyat, terutama yang tidak diproduksi atau tersedia dalam negeri
  3. perdamaian internasional 
  4. persaudaraan antarbangsa yang sesuai dengan cita-cita yang terkandung dalam Pancasila

Kamis, 10 Oktober 2024

Tokoh Pejuang Mempertahankan Integrasi Bangsa - Soekarno

Terwujudnya sebuah negara kesatuan yang terintegrasi tidak lepas dari peran sejumlah tokoh bangsa. Mereka tetap menghendaki dan mempertahankan bangsa Indonesia dalam kesatuan yang utuh dari Sabang sampai Merauke.
Beberapa tokoh pejuang prointegrasi tersebut, antara lain adalah Soekarno, Mohammad Hatta, Abdul Haris Nasution, Ahmad Yani, dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX. 

1. Soekarno

Soekarno adalah presiden pertama Republik Indonesia yang dikenal juga sebagai sosok "penyambung lidah rakyat" dan pejuang yang tangguh. Selain berhasil mengantarkan rakyat Indonesia merebut kemerdekaan, tokoh yang akrab dipanggil Bung Karno ini diakui sebagai tokoh yang memperjuangkan hak-hak masyarakat dunia, khususnya din negara-negara Asia Afrika. 

Berawal dengan mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) pada tahun 1927, kiprahnya terjun ke dunia politik seakan tidak pernah berhenti hingga wafatnya pada tahun 1970. Pada masa awal pemerintahannya, Indoensia banyak mengalami krisis dan kesulitan, seperti pembentukan negara Republik Indonesia Serikat (RIS) dan pergolakan di berbagai daerah.

Presiden Soekarno memberlakukan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 agar bangsa Indonesia tidak terus menerus terombang-ambing dalam ketidakpastiana akibat perpecahan ideologi dan aliran politik. Dalam hal ini, Soekarno memberikan pernyataanya, "Aku heran, apakah orang akan lupa bahwa perjauan kita ini pada mulanya ialah menjunjung seluruh tanah air dari lembah lumpurnya penjajahan? Kemerdekaan harus meliputi seluruh rakyat , kemakmuran, dan kesejahteraan harus meliputi seluruh rakyat, kebudayaan nasional harus dinikmati seluruh rakyat, karena itulah diformulasikan Pancasila, pemersatu seluruh rakyat." (Penggalan Pidato Presiden Soekarno dalam HUT RI ke-10 pada 1955).

Sebagai pendiri PNI, Bung Karno adalah seorang yang berpaham nasionalis. Paham nasionalis yang dibangun Bung Karno berisi semangat kebangsaan dan cinta tanah air. Melalui nasionalisme ini, Bung Karno ingin Indonesia dapat berdiri dengan kukuh dalam memperjuangkan hak-hak kemerdekaannya.

Dari konsep-konsep pemikirannya, jelas Bung Karno adalah seseorang yang selalu memperjuangkan integrasi. Hal ini tapak dari upaya pemerintahannya berjuang dengan keras mempertahankan NKRI dan mengatasi sejumlah pemberontakan serta pergolakan yang berpotensi memecah belah bangsa.

Rabu, 09 Oktober 2024

Upaya Penumpasan Pemberontakan G30S/PKI oleh Pemerintah Indonesia

Operasi penumpasan G30S/PKI dilakukan dengan cepat di bawah pimpinan Panglima Kostrad, Mayor Jenderal Soeharto. Pada hari yang sama, 1 Oktober 1965, Mayor Jenderal Soeharto memimpin Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) dan Batalyon 328/Kujang/Siliwangi dalam operasi penumpasan G30S/PKI 1965 melalui cara-cara berikut.

  1. Mengumpulkan dan menyadarkan kembali kesatuan serta badan-badan yang sebelumnya sudah terpengaruh oleh PKI. Selanjutnya, mereka segera tergabung ke dalam operasi penumpasan G30S/PKI.
  2. Pada 1 Oktober 1965 sore, pasukan RPKAD di bawah pimpinan Kol. Inf. Sarwo Edhie Wibowo berhasil merebut kembali studi RRI dan Kantor Negara Telekomunikasi di kajarta.
  3. Menjelang petang, pasukan RPKAD mulai menuju daerah Pondok Gede, Jakarta. Sempat terjadi perselisihan antara pasukan RPKAD dan kelompok PKI, tetapi tidak berlangsung lama. Pada 2 Oktober 1965 siang, pasukan RPKAD sudah menguasai daerah Pondok Gede, Jakarta. 
  4. Pada 3 Oktober 1965, pasukan RPKAD menemukan sumur yang menjadi lokasi pembuangan jenazah perwira AD yang diculik atas bantuan seorang perwira polisi, Sukitman. Ia pun ikut diculik PKI karena memergoki para pelaku saat sedang melakukan operasi penculikan Mayor Jenderal D. I. Pandjaitan. Akan tetai, Sukitman berhasil meloloskan diri dari Lubang Buaya.
  5. Pada 4 Oktober 1965, Panglima Kostrad, Mayor Jenderal Soeharto memerintahkan penggalian dan pengangkatan jenazah para perwira AD untuk selanjutnya disemayamkan dahulu di Markas Besar Angkatan Darat, Jakarta.
  6. Pada 5 Oktober 1965, jenazah para perwira AD dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
  7. Operasi penumpasan G30S/PKI terus dilakukan engan menangkap tokoh-tokoh PKI, membekukan semua kegiatan PKI beserta ormas-ormasnya. Pada 9 Oktober 1965, Kolonel Latief, salah satu tokoh G30S/PKI 1965, berhasil ditangkap di Jakarta. Pada 11 Oktober 1965, Letnan Kolonel Untung pun berhasil ditangkap di daerah Tegal, Jawa Tengah.
Peristiwa G30S/PKI 1965 menimbulkan kemarahan bangsa Indonesia. Tuntutan rakyat Indonesia agar PKI dan ormas-ormasnya dibubarkan semakin marak. Kelompok mahasiswa dan pelajar pun turut melakukan aksi demonstrasi. Mereka menggabungkan diri dalam front Pancasila pada 26 Oktober 1965.
Pada 12 Januari 1966, Front Pancasila mendatangi gedung Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) dan mengajukan tiga tuntutan yang dikenal dengan nama Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura), yang berisi perihal:
  1. bubarkan PKI dan ormas-ormasnya,
  2. bersihkan kabinet dari unsur-unsur PKI, dan
  3. turunkan harga.
Pada 11 Maret 1966, Presiden Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar). Sebagai pemegang Supersemar, Jenderal Soeharto bekerja dengan cepat. Tindakan Jenderal Soeharto sebagai pemegang Supersemar adalah sebagai berikut.
  1. Pada 12 Maret 1966, Jenderal Soeharto segera mengumumkan pembubaran dan pelarangan PKI beserta ormas-ormasnya di seluruh wilayah Indonesia
  2. Pada 18 Maret 1966, dilakukan penahanan terhadap lima belas orang menteri yang terlibat dalam G30S/PKI 1965.
  3. Sebagai pengganti Kabinet 100 Menteri, jenderal Soeharto yang telah diberi wewenang untuk melakukan tindakan yang dianggap perlu guna menyelamakan bangsa dan negara, segera membentuk Kabinet Ampera pada 28 Juli 1966.
Pemberontakan PKI 30 September 1965 membuat kekuasaan Presiden Soekarno luntur. Pada 10 November 1967, Presiden Soekarno membacakan pidato pertanggungjawaban berjudul "Nawaksara" dan "Pelengkap Nawaksara" dala Sidang Umum MPRS. Naun, pidato tersebut ditolak karena dianggap tidak menjelaskan kebijakannya terhadap peristiwa G30S/PKI 1965.

Pada 23 Februari 1967, Presiden Soekarno sebagai Panglima tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Jenderal Soeharto, pemegang Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966. Dengan demikian, berakhirlah masa pemerintahan Presiden Soekarno dan sekaligus menandai berakhirnya Demokrasi Terpimpin di Indonesia.

Selasa, 08 Oktober 2024

Jalannya Pemberontakan/Gerakan PKI 30 September 1965 (G30S/PKI)

PKI melancarkan aksi kudetanya pada 1 Oktober 1965 dini hari di bawah pimpinan Letnan Kolonel Untung. Sasaran aksi kudeta tersebut adalah perwira-perwira AD yang dianggap sebagai penghalang bagi PKI dalam mencapai tujuannya. Adapun perwira-perwira AD tersebut adalah Jenderal Ahmad Yani, Mayor Jenderal R. Soeprapto, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Harjono, Mayor Jenderal Siswondo Parman, Brigadir Jenderal Donald Izacus Pandjaitan, Brigadir Jenderal Soetojo Siswomihardjo, dan Jenderal A.H. Nasution.

Upaya penculikan PKI terhadap perwira-perwira AD tidak berjalan sesuai rencana. Jenderal A.H. Nasution berhasil meloloskan diri. Akan tetapi, putrinya, Ade Irma Suryani tewas tertembak dan ajudannya, Letnan Satu Pierre Andries Tandean, turut diculik oleh PKI. Korban lainnya yang tewas aalah Brigadir Polisi Karel Satsuit Tubun, pengawal Perdana Menteri III J. Leimena, yang rumahnya berdekatan dengan rumah Jenderal A. H. Nasution. Perwira-perwira AD yang diculik, kemudian dibawa ke daerah Lubang Buaya hingga akhirnya tewas dan dikubur daam sebuah sumur.

G30S/PKI tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga di Yogyakarta. Peristiwa ini menewaskan perwira menangah AD Komandan Korem 072, Kolonel Katamso, dan Kepala Staf Korem 072, Letnan Kolonel Sugiono.

Pada 1 Oktober 1965 pagi, PKI berhasil menguasai Radio Republik Indonesia (RRI) dan Kantor Negara Telekomunikasi. Selanjutnya, PKI menyiarkan berita mengenai G30S/PKI yang telah berhasil menangkap perwira-perwira AD anggota Dewan jenderal yang akan melakukan kudeta terhadap pemerintah. PKI juga telah membentuk Dewan revolusi yang akan dijalankan pemerintahan dan mendemisionerkan Kabinet Dwikora

Senin, 07 Oktober 2024

Latar Belakang Pemberontakan/Gerakan PKI 30 September 1965 (G30S/PKI)

Demokrasi terpimpin diperkenalkan oleh Soekarno melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Melalui dekrit presiden tersebut dan atas persetujuan Kabinet karya pimpinan Perdana Menteri Djuanda, akhirnya UUD 1945 diberlakukan kembali. Dengan tampilnya presiden Soekarno sebagai kepala negara, diharapkan keadaan pemerintahan menjadi lebih baik. Namun, tidak demikian kenyataanya. Pada masa ini, disintegrasi masih saja terjadi bahkan dalam skala yang lebih hebat.

G30S/PKI merupakan gerakan yang terjadi pada malam tanggal 30 September atau tanggal 1 Oktober dini hari tahun 1965. Gerakan ini bertujuan untuk mengambil alih kekuasaan atau kudeta yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia. Gerakan 30 September yang terjadi pada 1965 merupakan upaya disintegrasi terakhir pada masa kepemimpinan Soekarno.

Latar Belakang

Pascakegagalan pemberontakan PKI Madiun pada 1948, banyak tokoh PKI yang melarikan diri ke Moskow untuk bersembunyi dan menanti waktu yang tepat untuk kembali ke Indonesia. Ketika Indonesia memasuki masa Demokrasi Liberal (1950-1959), tokoh-tokoh PKI tersebut kembali ke Indoneisia dan memulai gerakannya kembali. Salah satunya adalah D.N. Aidit.

dalam pemilihan umum pertama 1955, PKI berhasil muncul sebagai salah satu partai pemenang Pemilu 1955. Bersama dengan PNI, NU, dan Masyumi, PKI muncul menjadi partai pemenang yang dapat memengaruhi pemerintah masa itu. Namun, dalam pembentukan kabinet hasil Pemilu 1955, PKI belum mendapat kedudukan. Kabinet Ali Sastroamidjojo II lebih banyak diisi oleh tokoh-tokoh dari PNI, NU, dan Masyumi. PKI pun memilih untuk mendekati PNI sebagai salah satu partai terbesar yang didukung oleh Presiden Soekarno. Secara perlahan, D. N. Aidit berhasil mendekati Presiden Soekarno dan masuk dalam pemerintahan Republik Indonesia.

Pada 1959, terjadi perubahan besar dengan kegagalan Konstituante dalam membentuk UUD baru. Indonesia kembali menggunakan UUD 1945. Sleanjutnya, Presiden Soekarno mengeluarkan pidato berjudul "Penemuan Kembali Revolusi Kita" pada 17 Agustus 1950 yang kemudian dijadikan sebagai Garis Besar Haluan Negara, yang dikenal dengan Menifesto Politik (Manipol), D. N. Aidit yang menjabat sebagai pimpinan Panitia Kerja Dewan Pertimbangan Agung sengaja memasukkan program-program PKI ke dalam program pemerintah. Dia menjadikan PKI tumbuh lebih besar lagi. Pada 27 Agustus 1964, dibentuk Kabinet Dwikora yang memasukkan beberapa tokoh PKI sebagai menteri dan pejabat negara lainnya.

PKI menganggap revolusi 1945 telah gagal dan belum selesai. Revolusi hanya akan berhasil apabila dilakukan oleh kelompokkomunis. Oleh karena itu, PKI harus merebut pimpinan kekuasaan. Tujuan akhir dari gerakan PKI adalah membentuk negara komunis Indonesia yang dianggap mampu mewakili demokrasi rakyat. Keterlibatan PKI dalam pemerintahan semakin mempermudah gerakannya mewujudkan cita-cita menjadikan Indonesia negara komunis.

PKI menyebarluaskan isu Dewan Jenderal untuk menghadapi perwira-perwira militer yang dianggap sebagai lawan penghambat dalam melanjutkan revolusinya. Dewan Jenderal disebut sebagai dewanyang terdiri atas perwira-perwira tinggi Angkatan Darat yang akan melakukan kudeta terhadap pemerintahan Presiden Soekarno pada 5 Oktober 1965.

Selain isu Dewan Jenderal, PKI mengeluarkan isu Dokumen Gilchrist. Gilchrist adalah duta besar Inggris di jakarta. di dalam dokumen tersebut, terdapat kalimat "our local army friend", yang memberi kesan seakan-akan ada kerja sama antara Angkatan Darat (AD) dan Inggris. AD pun dianggap sebagai antek nekolim (neokolonialisme dan imperialisme). PKI selalu menganggap AD sebagai musuh utama karena setiap program PKI dalam pemerintahan selalu dibatalkan oleh perwira-perwira AD.


Minggu, 06 Oktober 2024

Upaya Penumpasan Pemberontakan PRRI/Permesta oleh Pemerintah Indonesia

Untuk menumpas gerakan ini, pemerintah menggunakan kekuatan militer dengan melibatkan berbagai kesatuan secara penuh (laut, udara, dan darat). Pasukan gabungan yang diberi nama Operasi 17 Agustus ini dipimpin langsung oleh Kolonel Ahmad Yani. Selain untuk menghancurkan kekuatan pemberontakan, operasi militer ini bertujuan untuk mencegah semakin meluasnya wilayah basis gerakan perlawanan serta mencegah campur tangan kekuatan asing yang sering kali berdalih melindungi bisnis warga negaranya di Pekanbaru.

Setelah berhasil mengamankan sumber-sumber minyak di Pekanbaru, sejak 14 Maret 1958, operasi militer beralih ke basis pemberontak di wilayah Bukittinggi. Pada 4 Mei 1958, daerah Bukittinggi berhasil diamankan oleh pasukan TNI. Ruang gerak PRRI pun semakin sempit dan melemah. Akibatnya, banyak tokoh PRRI menyerahkan diri, seperti Ahmad Husain dan pasukannya.

Sementara itu, salam rangka menumpas gerakan Permesta, pemerintah melancarkan Operasi Merdeka pada bulan April 1958, di bawah pimpinan Letnan Kolonel Rukminto Hendraningrat. Saat operasi militer dilaksanakan, TNI menemukan bukti adanya keterlibatan pihak asing dalam gerakan tersebut, yaitu ketika salah satu pesawat asing ditembak jatuh oleh pasukan TNI di perairan Ambon pada 18 Mei 1958. Pesawat tersebut ternyata milik Amerika Serikat dan pilotnya A. L. Pope diyakini sebagai agen CIA.

TNI mengakui penumpasan terhadap Permesta lebih berat dibandingkan penumpasan terhadap PRRI. Hal ini karena pemberontak lebih menguasai medan yang sulit ditambah lagi persenjataan yang tidak kalah lengkap dengan TNI. Meskipun semikian, pasukan TNI satu per satu merebut daerah-daerah yang dikuasai oleh gerakan Permesta. Pada pertengahan tahun 1961, para pemimpin gerakan ini menyerah kepada pemerintah RI.

Sabtu, 05 Oktober 2024

Jalannya Pemberontakan PRRI/Permesta

Pergolakan daerah yang terjadi melemahkan kedudukan Kabinet Ali Sastromidjojo II yang akhirnya menyerahkan mandatnya kepada Presiden. Kondisi dan situasi politik yang semakin tidak menentu ini memaksa presiden untuk menyatakan negara dalam keadaan bahaya. Pernyataan ini dimaksudkan agar angkatan perang memperoleh wewenang khusus untuk mengamankan negara.
Presiden pun mengajak partai politik yang ada untuk membentuk pemerintahan baru. Sukarno kemudian menunjuk Ir. Djuanda, seorang tokoh nonpolitik menjadi perdana menteri dan bersamanya membentuk Kabinet Karya.

Panglima Teritorial VII, Letnal Kolonel Ventje Sumual pimpinan Dewan Manguni, akhirnya memproklamasikan berdirinya Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) pada 2 Maret 1957. Piagam pendirian gerakan tersebut ditandatangani oleh 51 tokoh masyarakat Indonesia Timur. Di Sumatra, diproklamasikan juga Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) oleh Ahmad Husain, yang merupakan pimpinan Dewan Banteng, pada 15 Februari 1958. PRRI kemudian mengangkat Syafruddin Prawiranegara sebagai perdana menteri dan mendapat dukungan dari sejumlah dewan yang ada di Sumatra.

Pada 10 Februari 1958, Kolonel Ahmad Husain berpidato di depan masyarakat dan menyampaikan ultimatum kepada pemerintah pusat. Isi ultimatum di antaranya adalah
  1. Kabinet Djuanda harus menyerahkan mandatnya kepada presiden dalam waktu 5x 24 jam, atau presiden yang mencabut mandat tersebut
  2. Presiden menugaskan Hatta dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk membentuk Kabinet Nasional
Mendapat ancaman tersebut, pemerintah langsung mengambil langkah tegas, yaitu memecat dengan tidak hormat semua pimpinan gerakan separatisme tersebut. Selanjutnya, Kepala Staf Angkatan Darat Mayor Jenderal A.H. Nasution membekukan Komando Daerah Militer Sumatra serta mengambil alih garis komando secara langsung.

Jumat, 04 Oktober 2024

10 Hewan yang Terancam Punah di Indonesia

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat kaya, namun banyak spesies hewan yang terancam punah akibat kerusakan, perburuan, dan perubahan lingkungan. Berikut beberapa hewan yang terancam punah di Indonesia.

1. Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) dan Orangutan Kalimantan (Pongo Pygmaeus)

Orangutan Sumatera dan Orangutan Kalimantan adalah dua spesies orangutan yang hidup di Indonesia. Keduanya merupakan bagian dari keluarga kera besar (Great Apes) dan memiliki karakteristik serta tantangan konservasi yang mirip, tetapi juga memiliki perbedaan penting. 

Orangutan adalah spesies yang sangat penting untuk ekosistem hutan tropis Indonesia karena peran mereka dalam penyebaran biji-bijian, yang membantu menjaga keanekaragaman hayati. Konservasi mereka tidak hanya penting utuk keberlanjutan spesies mereka sendiri, tetapi juga untuk keberlanjutan hutan-hutan di Indonesia.

Ancaman yang Dihadapi Kedua Spesies:

  1. Kehilangan habitat : penebangan hutan untuk kayu dan pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit adalah ancaman terbesar
  2. Perburuan dan Perdagangan Ilegal : orangutan sering diburu untuk dijadikan hewan peliharaan, meskipun tindakan ini ilegal.
  3. Fragmentasi Habitat : Pembagunan jalan dan perkebunan menyebabkan habitat mereka terpecah-pecah, mangurangi kemampuan mereka untuk berpindah dan mencari makanan
  4. Kebakaran Hutan : kebakaran hutan yang sering terjadi, terutama di Kalimantan, menghancurkan habitat mereka.

Upaya Konservasi :

  1. Perlindungan Habitat : pembentukan dan perluasan taman nasional serta kawasan konservasi.
  2. Penegakan Hukum : peningkatan upaya untuk menghentikan perburuan dan perdagangan ilegal
  3. Rehabilitasi dan Reintroduksi : pusat rehabilitasi untuk orangutan yatim piatu atau terlantar dan prgoram reintroduksi ke habitat alami.
  4. Edukasi dan Kesadaran Masyarakat : meningkatkan kesadaran masyarakat lokal dan internasional tentang pentingnya konservasi orangutan.

Orangutan Sumatera (Pongo Abelii)

Orangutan Sumatera
sumber : ar.inspiredpencil.com
Habitat : 
  • Orangutan Sumatera hanya ditemukan di Pulau Sumatera, terutama di hutan-hutan hujan tropis di bagian utara pulau ini, seperti di Taman Nasional HGunung Leuser dan kawasan ekosistem Leuser.
  • Mereka hidup di dataran rendah, hutan rawa, dan hutan pegunungan.
Ciri-ciri Fisik :
  • Memiliki tubuh yang lebih kecil dibandingkan dengan orangutan Kalimantan
  • Rambut mereka lebih panjang dan tebal dengan warna kemerahan yang cerah
  • Muka orangutan Sumatera cendeung lebih lonjong, dan jantan dewasa memiliki kantong pipi yang kurang berkembang dibandingkan dengan orangutan Kalimantan
Perilaku :
  • Lebih arboreal (hidup di pohon) dibandingkan orangutan Kalimantan. Mereka jarang turun ke tanah karena adanya predator seperti harimau
  • Memakan buah-buahan, daun, kulit pohon, bunga, dan serangga. Kadang-kadang mereka juga mengonsumsi madu dan telur burung.
  • Memiliki pola hidup soliter (sendiri), kecuali betina dengananaknya atau kelompok kecil dalam waktu singkat.
Status Konservasi
  • Orangutan Sumatera diklasifikasikan sebagai "Critically Endagered" (Kritis) oleh IUCN (Internatinal Union for Conservation of Nature atau Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam). Populasi mereka terus menurun akibat perusakan habitat, terutama karena deforestasi untuk perkebunan kelapa sawit, penebangan hutan, serta perburuan ilegal.

Orangutan Kalimantan (Pongo Pygmaeus)

Habitat :
  • Orangutan Kalimantan hidup di Pulau Kalimantan yang wilayahnya dibagi antara Indonesia, malaysia, dan Brunei
  • Mereka tersebar di berbagai habitat, termasuk hutan dataran rendah, hutan rawa, dan hutan pegunungan.
Ciri-ciri Fisik:
  • Orangutan Kalimantan cenderung lebih besar daripada orangutan Sumatera
  • Rambut mereka lebih pendek dan warnanya juga kemerahan, tetapi sering kali lebih gelap.
  • Jantan dewasa memiliki kantong pipi (flange) yang lebih besar dan bulat serta kantong tenggorokan yang digunakan untuk membuat suara panggilan jauh.
Perilaku:
  • Meskipun juga arboreal, mereka lebih sering turun ke tanah dibandingkan orangutan Sumatera, karena tidak ada predator besar seperti harimau di Kalimantan
  • Mereka juga pemakan buah-buahan, tetapi lebih fleksibel dalam dietnya dan bisa mengonsumsi lebih banyak jenis makanan, termasuk biji-bijian, kulit kayu, dan kadang-kadang madu.
Status Konservasi :
  • Orangutan Kalimantan juga terancam dan diklasifikasikan sebagai "Endangered" (Terancam Punah) oleh IUCN. Ancaman utama bagi mereka adalah deforestasi untuk perkebunan kelapa sawit, penebangan liar, kebakaran hutan, dan perdagangan hewan ilegal.

2. Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae)

Habitat : Hutan di Pulau Sumatera
Ancaman : Perburuan dan kehilangan habitat
Harimau Sumatera
sumber : rimbakita.com

3. Badak Jawa (Rhinoceros Sondaicus)

Habitat : Taman Nasional Ujung Kulon, Jawa Barat
Ancaman : Habitat yang sangat terbatas dan perburuan
Badak Jawa
sumber : oentung.com

4. Badak Sumatera (Dicerorhinus Sumatrensis)

Habitat : Hutan di Sumatera dan Kalimantan
Ancaman : Perburuan dan deforestasi
Badak Sumatera
sumber : rimbakita.com

5. Gajah Sumatera (Elphas Maximux Sumatranus)

Habitat : Hutan di Pulau Sumatra
Ancaman : Deforestasi dan konflik dengan manusia
Gajah Sumatera
sumber : rimbakita.com

6. Anoa (Bubalus Quarlesi dan Bubalus Depressicornis)

Habibat : Hutan di Sulawesi
Ancaman : Perburuan dan kehilangan habitat
Anoa
sumber : mediatani.co

7. Burung Cendrawasih (Paradisaeidae)

Habitat : Hutan Papua
Ancaman : Perburuan untuk perdagangan dan kehilangan habitat
Burung Cendrawasih
sumber : petpintar.com

8. Jalak Bali (Leucopsar Rothschildi)

Habitat : Hutan di Bali
Ancaman : Perburuan untuk perdagangan ilegal
Jalak Bali
sumber : www.baliorti.com


9. Macan Tutul Jawa (Panthera Pardus Melas)

Habitat : Hutan di Pulau Jawa
Ancaman : Deforestasi dan perburuan
Macan Tutul Jawa
sumber : bobo.grid.id


10. Elang Flores (Nisaetus Floris)

Habitat : Pulau Flores dan Lombok
Ancaman : Deforestasi dan perburuan
Elang Flores
sumber : burungue.blogspot.com


Baca Juga : tentang deforestasi (klik disini)