Senin, 09 September 2024

Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) - Jawa Barat

Pemberontakan Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TII) merupakan pemberontakan yang bertujuan memisahkan diri dari NKRI dan membentuk Negara Islam Indonesia. Penggagas berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) adalah Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo, tokoh Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Pemberontakan ini diawali dengan diproklamasikannya berdirinya Negara Islam Indonesia pada 7 Agustus 1949 oleh Kartosuwirjo. Pengaruh Kartosuwirjo kemudian berkembang di berbagai wilayah di Indonesia, di antaranya di Jawa Tengah dipimpin oleh Amis Fatah, di Sulawesi dipimpin oleh Kahar Muzakkar, di Aceh dipimpin oleh Daud Beureuh, dan di Kalimantan Selatan dipimpin oleh Ibnu Hajar. 

Latar Belakang DI/TII Jawa Barat

Gagasan utama mendirikan Negara Islam Indonesia (NII) sebenarnya sudah muncul pada masa pendudukan Jepang. Untuk merealisasikan gagasannya, langkah awalyang ditempuh Kartosuwirjo adalah mendirikan Institut (pesantren) Suffah untuk merekrut para pengikutnya. Selain sebagai tempat pendidikan Islam, juga digunakan sebagai tempat latihan kemiliteran bagi pemuda Islam, yaitu Hizbullah dan Sabilillah, serta pusat penyebaran propaganda tentang pembentukan negara Islam.

Setelah Agresi Militer Belanda I, tepatnya pada 14 Agustus 1947, Kartosuwirjo menyatakan perlawanannya terhadap Belanda. Kartosuwirjo menolak hasil Persetujuan Renville yang ditunjukkan dengan melaksanakan hijrah. Kartosuwirjo bersama pasukan Hizbullah dan Sabilillah yang berjumlah sekitar 400.000 orang tetap memilih tinggal di wilayah Jawa Barat.

Jalannya Pemberontakan DI/TII Jawa Barat

Pada Februari 1948, Kartosuwirjo sebagai sekretaris I Partai Masyumi membeukan kegiatan Masyumi di Jawa Barat. Melalui konferensi di Cisayong, dibentuklah Negara Islam Indonesia (NII) dan Tentara Islam Indonesia (TII) yang dipusatkan di suatu tenpat di daerah pegunungan di sekitar Jawa Barat.

Pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer II yang mengakibatkan jatuhnya Ibu Kota RI Yogyakarta. Hal ini juga menganggap bahwa Jawa Barat merupakan daerah de facto NII. Pasukan Siliwangi yang melakukan long march dianggap sebagai tentara liar. 

Kontak senjata dengan TNI terjadi pertama kali pada 25 Januari 1949, ketika pasukan Divisi Siliwangi kembali dari Jawa Tengah ke Jawa Barat. Di Jawa Barat, kemudian terjadi perang segitiga antara Tentara Nasional Indonesia, Tentara Islam Indonesia, dan tentara Belanda. Upaya perdamaian dilaksanakan oleh pemerintah melalui M. Natsir yang ketika itu menjabat sebagai pimpinan pusat Masyumi. Namun, upaya tersebut gagal, bahkan pada 7 Agustus 1949, Kartosuwirjo menyatakan dengan resmi berdirinya Negara Islam Indonesia (NII).

Upaya Penumpasan Pemberontakan oleh Pemerintah Indonesia

Penumpasan pemberontakan DI/TII dilakukan melalui jalan damai dan operasi militer. Berikut upaya penumpasan pemberontakan DI/TII.

  • Jalan damai : untuk meghentikan pemberontakan Kartosuwirjo, pemerintah RIS membentuk panitia yang bertugas menjalin komunikasi dengan Kartosuwirjo. Usaha ini gagal. Begitu pula usaha Wali Alfatah pada masa Kabinet Natsir membujuk Kartosuwirjo untuk berunding juga mengalami kegagalan. Berbagai usaha pemerintah menyelesaikan pemberontakan dengan jalan damai mengalami kegagalan karena Kartosuwirjo hanya bersedia berunding jika pemerintah mengakui keberadaan NII.
  • Operasi militer : pemerintah melakukan berbagai upaya, seperti pendekatan musyawarah, naun tidak membawa hasil. Akhirnya, pemerintah mengambil tindakan tegas dengan menerapkan operasi militer. Pasukan Siliwangi melakukan operasi militer Bharatayudha dengan strategi pagar betis dan berhasil mendesak kelompok DI/TII. 
Pada 4 Juni 1962. Kartosuwirjo berhasil ditangkap di Gunung Geber, Majalaya, Jawa Barat, oleh pasukan dari Batalyon 328 Divisi Siliwangi, Kartosuwirjo kemudian di eksekusi mati di Kepulauan Seribu, Jakarta, pada 5 September 1962

0 Comments:

Posting Komentar