Sekolah Dasar

Di halaman ini kamu akan mendapatkan banyak materi Sekolah Dasar

Sekolah Menengah Pertama

Di halaman ini kamu akan mendapatkan banyak materi Sekolah Menengah Pertama

Sekolah Menengah Atas

Di halaman ini kamu akan mendapatkan banyak materi Sekolah Menengah Atas

Materi Umum

Di halaman ini kamu akan mendapatkan banyak Pengetahuan Umum

Kelas Online

Jika kamu membutuhkan bimbingan untuk belajar online, kamu bisa gabung di kelas online.

Sabtu, 21 Desember 2024

Peran Indonesia untuk Perdamaian Dunia Melalui Organisasi Kerja Sama (Konferensi) Islam (OKI)

Sebagai negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam, Indonesia juga aktif mengabil bagian dalam keanggotaan Organisasi Kerja Sama (Konferensi) Islam (OKI). Organisasi ini didirikan dengantujuan antara lain sebagai berikut.

  1. Memperkokoh dan memperkuat solidaritas di antara negara-negara yang menjadi anggotanya. Mereka bekerja sama dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu, negara-negara OKI mendukung perjuangan umat muslim dalam melindungi kehormatan dan hak-haknya.
  2. Melakukan aksi bersama untuk melindungi tempat-tempat suci umat Islam dan memberi dukungan serta semagat terhadap pemerintah dan warga palestina dalam memperjuangkan hak-haknya serta kebebasan untuk berdiam di wilayahnya.
  3. Anggota OKI akan selalu bekerja sama menentang diskriminasi sosial yang ada dalam masyarakat dansegala bentuk penjajahan, serta menciptakan suasana yang menguntungkan dan saling pengertian di antara negara anggota dan negara-negara lainnya.
Selama menjadi anggota OKI, Indonesia selalu berusaha menjadi pemersatu umat Islam sedunia. Sebagai contoh, Indonesia turut mendamaikan konflik yang terjadi antara Pakistan dan India, serta mengatasi persoalan minoritas muslim di Moro, Filipina. Pada pelaksanaan KTT OKI di Tahif, Arab Saudi, Indonesia mengajukan resolusi tentang solidaritas Islam dunia yang diterima secara spontan oleh para negara peserta.

Secara khusus, OKI memberikan perhatian terhadap adanya konflik antara India dan Pakistan, masalah diskriminasi yang ada di Afrika Selatan, persoalan suku Moro (suku minoritas di filipina Selatan), serta persoalan konflik Afganistan. Organisasi ini juga mengumpulkan dana dari para anggotanya. Dana tersebut digunakan untuk konsolidasi Progra Pembangunan Dunia Islam, seperti menunjang kegiatan pembangunan subsider yang bertugas menangani berbagai masalah pendidikan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hukum, dan kebudayaan. Pembentukan lembaga-lembaga ini hampir menyamai badan-badan khusus yang dibentuk PBB.

Jumat, 20 Desember 2024

Peran Indonesia untuk Perdamaian Dunia Melalui Gerakan Nonblok (GNB)

Pembentukan Gerakan Nonblok (Non-aligned Movement) diilhami oleh keberhasilan KAA. Konferensi Asia Afrika telah berhasil menambah keyakinan dari bangsa-bangsa yang baru merdeka. Keyakinan dari bangsa-bangsa yang baru merdeka. Keyakinan yang dimaksud adalah keyakinan untuk tidak memihak kepada salah satu blok kekuasaan dunia yang sedang bersaing, yaitu Blok Barat dan Blok Timur. Mereka kemudian mempertegas politik ketidakberpihakan dengan mendirikan sebuah organisasi bernama Gerakan NonBlok (GNB). Gerakan ini bertujuan mewujudkan perdamaian dunia. Prinsip-prinsip dasarnya, yaitu pengakuan terhadap kadaulatan, meningkatkan hak dan martabat seluruh negara, serta menghormati hak asasi manusia. Oleh karena itu, GNB sangat menentang segala bentuk imperialisme, kolonialisme, dan diskriminasi ras.

Gerakan Nonblok ini diprakarsai oleh Presiden Yugoslavia, Josip Broz Tito; Presiden Indonesia Ir. Soekarno; Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser; Perdana Menteri India Shri Pandit Jawaharlal Nehru; dan Perdana Menteri Ghana Kwame Nkrumah. Perbedaan mendasar antara KAA dan GNB, yaitu KAA mengkhususkan diri untuk negara-negara yang ada di Asia dan Afrika saja, sedangkan GNB mencakup seluruh negara di dunia.

Pada awal pembentukannya pada 1961, keanggotaan GNB yang berhasil dihimpun sebanyak 25 negara. Kedua puluh lima negara tersebut terdiri atas 14 negara Asia, 9 negara Afrika, 1 negara Eropa, yaitu Yugoslavia, dan 1 negara Amerika Latin, yaitu Kuba. Yugoslavia merupakan satu-satunya negara Eropa yang aktif sebagai anggota GNB. Meskipun tidak memperoleh dukungan dari negara-negara Eropa lainnya, tetapi Presiden Tito dari Yugoslavia bersedia menjadi tuan rumah penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) GNB di Beogard pada 1961, sekaligus merupakan deklarasi pendirian GNB.

Keanggotaan GNB terus bertambah pada KTT kedua yang diselenggarakan di Kairo, Mesir, pada 1964. Tercatat 48 negara yang menjadi anggota. Pada KTT ketiga GNB yang diadakan di Lusaka, Zambia, anggotanya bertambah menjadi 54 negara dan ditambah 9 negara pengamat. Keanggotaan yang terus bertambah ini telah menunjukkan bahwa banyak negara yang tidak ingin terlibat dalam Perang Dingin dan dijadikan ajang perebutan pengaruh yang berujung perang saudara. Hal tersebut seperti yang terjadi di Yaman, Vietnam, dan Korea.

Pada dasarnya, KTT GNB disepakati untuk dilaksanakan setiap tiga tahun sekali. Namun, beberapa KTT dipaksa ditunda pelaksanaannya karena beberapa kendala. Kendala tersebut, antara lain perubahan politik di Indonesia pada 1966-1968, dan meletusnya Perang Iran-Irak pada 1980-1988. 

Bagaimana peran Indoensia di GN? Presiden Soeharto pernah dipilih secara aklamasi pada September 1991. Ia menjabat sebagai ketua GNB pada peride 1992-1995. Pemilihan tersebut dilaksanakan dalam acara Konferensi Tingkat Tinggi pada Menteri Luar Negeri di Accra, Ghana. Bersamaan dengan itu, Indonesia juga terpilih sebagai tuan rumah dalam penyelenggaraan KTT GNB yang ke-10. Untuk mempersiapkan KTT tersebut, pada Mei 1992, yaitu lima bulan sebelum pelaksanaan KTT tersebut, diadakan Konferens Tingkat Menteri Biro Koordinasi di Bali.

Sebagai ketua GNB, Presiden Soeharto mengagendakan kerja sama ekonomi di samping masalah-masalah yang berkaitan dengan politik. Hasil dari KTT GNB ke-10 yang berlangsung dari 1-6 September di Jakarta ini adalah peningkatan kerja sama ekonomi antara negara Selatan-Selatan dan Utara-Selatan. Negara-negara Selatan pada umumnya merupakan negara berkembang, sedangkan negara Utara adalah kelompok negara maju. Hasil KTT GNB ke-10 ini kemudian disampaikan Presiden Soeharto dalam forum Sidang Umum PBB yang diselenggarakan di New York pada akhir Sepember 1992.

Untuk mempelancar pelaksanaan hasil KTT GNB ke-10 ini, Presiden Soeharto mengangkat empat duta besar keliling GNB yaitu Acmad Tahir, Alamsyah Ratu Prawiranegara, SAyidiman Suryohadiprojo, dan Hasnan Habib. Mereka bertugas memantau perkembangan ekonomi di wilayah Eropa, Asia, Afrika, dan Amerika. Kepemimpinan Indonesia memang telah mengubah fokus kegiatan GNB. Pada awalnya, GNB hanya fokus pada permasalahan politik. Namun, kini GNB juga memperhatikan masalah ekonomi, Beberapa hal telah dilakukan Indonesia sebagai anggota GNB. Sebagai contoh, Indonesia membantu negara Bosnia-Herzegovina agar PBB mencabut embargo konflik perbatasan Kamerun-Nigeria. Ketua GNB periode 1995-1998 adalah Predisen Kolombia. Ia meneruskan terobosan yang telah dilakukan Indonesia, yaitu peningkatan kerja sama ekonomi di antara para anggotanya.

Kamis, 19 Desember 2024

Peran Indonesia untuk Perdamaian Dunia Melalui Deklarasi Djuanda

Pada masa Kabnet Ali Sastroamidjojo II (24 Maret 1956-14 Maret 1957), batas wilayah laut Indonesia mulai mendapat perhatian. Pada saat itu, batas wilayah laut Indonesia mengacu pada peraturan warisan Belanda, yaitu Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonnatie (TZMKO 1939). Peraturan tersebut dirasa merugikan Indonesia karena pulau-pulau di Indonesia dipisahkan oleh laut disekelilingnya. Selain itu, setiap pulau hanya mempunyai kedaulatan laut di sekelilingnya sejauh 3 mil dari garis pantai. Hal ini berarti kapal asing bebas berlayar diatas perairan laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut. Pada waktu itu, kita masih bersengketa dengan Belanda terkait kasus Irian Barat. Dengan kata lain, kedaulatan setiap pulau di Indonesia dalam kondisi rentan. 

Kolonel Laut R.M. S. Pirngadi ditunjuk oleh Perdana Menteri Ali Sastroamijoyo untuk memimpin tim yang bertugas membuat RUU tentang Wilayah Perairan Indonesia dan Lingkungan Maritim. Setelah sekitar setahun, akhirnya tim berhasil menyusun RUU yang memuat perubahan batas laut teritorial. Batas laut yang sebelumnya 3 mil berubah menjadi 12 mil. RUU tersebut belum sempat disetujui karena kabinet Ali II kemudian bubar. Kabinet Ali II kemudian digantikan oleh Kabinet Djuanda. Di bawah Perdana Menteri Djuanda inilah, pemerintah Indonesia memperjuangkan pengesahan dan pengakuan batas dan teritorial Indonesia di dunia Internasional.

Perdana Menteri Djuanda menugaskan Mr. Mochtar Kusumaatmaja untuk mencari dasar hukum dalam mengesahkan batar wilayah laut Indonesia tersebut. Mr. Mochtar Kusumaatmaja kemudia memberikan gagasan yang disebut "archipelago principle" atau "asa arsipelago". Gagasan tersebut telah ditetapkan oleh Makhkamah Internsional pada 1951.

Pada 13 Desember 1957, segera setelah sidang kabinet, pemerintah Indonesia mengeluarkan Pengumuman Pemerintah. Pengumuman tersebut kemudian dikenal dengan Deklarasi Djuanda. Mulai saat itu, fungsi laut tidak lagi sebagai pemisah antarpulau di Indonesia sebagaimana masa lalu, terutama di zaman kolonial. Namun, fungsi laut berubah menjadi alat pemersatu bangsa dan sebagai wahana bagi pembangunan, keamanan, dan pertahanan nasional. Isi dari Deklarasi Djuanda kemudian dijadikan undang-undang, yaitu Undang-Undang No. 4/PRP/tahun 1960 tentang Perairan Indonesia. Undang-Undang tersebut berbunyi : 

Pasal 1:

  1. Perairan Indonesia adalah laut wilayah Indonesia beserta perairan pedalam Indonesia.
  2. Laut wilayah Indonesia adalah lajur laur selebar dua belas mil yang garis luarnya dukur tegak lurus atas garis dasar atau titik pada garis dasar yang terdiri atas garis-garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar pada garis air rendah daripada pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang terluar dalam wilayah Indonesia, dengan ketentuan bahwa jika ada selat yang lebarnya tidak melebihi 24 mil laut dan Negara Indonesia tidak merupakan satu-satunya negara tepi, maka garis batas laut wilayah Indonesia ditarik pada tengah selat.
  3. Perairan pedalaman Indonesia adalah semua perairan yang terletak pada sisi dalam dari garis dasar sebagai yang dimaksud pada ayat (2).
  4. Mil laut adalah seperenam puluh derajat lintang.
Pasal 2:
Pada peta yang dilampirkan pada peraturan ini, ditentukan dengan jelas letak titik-titik serta garis-garis yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2).

Pasal 3:
  1. Lalu-lintas laut damai dalam perairan pedalaman Indonesia terbuka bagi kendaraan air asing.
  2. Dengan Peraturan Pemerintah dapat diatur lalu-lintas laut damai yang dimaksud pada ayat (1).
Pasal 4:
  1. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku pada hari diundangkannya.
  2. Mulai hari tersebut pada ayat (1) tidak berlaku lagi Pasal 1 ayat (1) angka 1 sampai 4 "Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonnantie 1939" (Staatsblad 1939 No. 442).
Deklarasi Djuanda yang diberlakukan Indonesia ini mendapat protes dari dunia internasional, contohnya Inggris, Amerika, Australia, Prancis, Belanda, dan Selandia Baru. Setelah 37 tahun, Deklarasi Djuanda baru mendapat pengakuan dari dunia internasional. Pengakuan tersebut didapatkan melalui Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut di Montego Bay, Jamaika, tahun 1982 atau Konvensi PBB tentang Hukum Laut (United Nations Convention of the Law of the Sea [UNCLOS]).

Rabu, 18 Desember 2024

Peran Indonesia untuk Perdamaian Dunia Melalui Misi Garuda

Seiring dengan tujuan PBB, Indonesia turut serta merujudkan perdamaian dunia melalui kerja sama dalam Pasukan Penjaga Perdamaian PBB. Indonesia mengirimkan pasukan Kontingen Garuda untuk bergabung dengan Pasukan Penjaga Perdamaian PBB sebagai wujud bantuan kepada PBB untuk menjaga perdamaian ke wilayah konflik. Indonesia mulai turut serta mengirim pasukannya sebagai bagian dari pasukan penjaga perdamaian PBB sejak tahun 1957, yaitu ke Mesir. Pasukan Kontingen Garuda menjaga perdamaian di wilayah-wilayah konflik atau perang. Berikut beberapa pengirim pasukan Kontingen Garuda.

a. Kontingen Garuda I : Bertugas di Mesir tahun 1957 dan dipimpin oleh Letkol (inf) Suadi Suromihardjo, di bawah misi UNEF.

b. Kontingen Garuda II dan II

  1. Dikirim ke wilayah Kongo di bawah misi UNOC pada 1960 (Konga II) dan 1962 (Konga III).
  2. Konga II berjumlah 1.-074 orang dipimpin Kolonel Prijatna (kemudian digantikan oleh Letkol Solichin G.P.) yang bertugas di Kongo pada September 1960 hingga Mei 1961. Adapun KOnga III dipimpin Brigjen TNI Kemal Idris yang terdiri atas 3.457 orang
c. Kontinegn IV, V, dan VII
  1. Dikirim ke Vietnam pada 1973 (Konga IV dan V) dan 1974 (Konga VII) di bawah misi ICCS.
  2. Konga IV dipimpin oleh Brigjen TNI Wiyogo Atmodarminto, KOnga V dipimpin oleh Brigjen TNI Harsoyo, dan Konga VII dipimpin oleh Brigjen TNI S. Sumantri.
  3. Tugasnya adalah mencegah pelanggaran-pelanggaran, menjaga status quo, mengawasi evakuasi pasukan dan alat-alat perang, serta mengawal pertukaran tawanan perang. 
d. Kontingen Garuda VIII/1-9
  1. Kontingen Garuda VIII/1-9 dikirim ke wilayah Timur Tengah di bawah misi UNEF pada 1974-1979.
  2. Pasukan Konga VIII/6 memindahkan markas yang semula berada di Kota Suez ke tengah-tengah wilayah netral (buffer zone), yaitu di Wadi Reina, Smenanjung Sinai untuk meningkatkan komando dan pengendalian pasukan.
e. Kontingen Garuda IX/1-3 : Bertugas di Iran-Irak tahun 1988-1990. Dibawah misi UNIMOG.
f. Kontingen Garuda X : Bertugas di Namibia tahun 1989 dan dipimpin Kolonel (Mar) Amin S, di bawah misi UNTAG.
g. Kontingen Garuda XI/1-5
  1. Dikirim ke Irak-Kuwait dari tahun 1992 hingga 1995, berada di bawah misi UNIKOM.
  2. Pasukan Konga XI/2 menghasilkan prestasi yang membuat bangga Indonesia, yaitu :
    • berperan mengembalikan personel Amerika Serikat yang ditangkap oleh polisi Irak di wilayah Kuwait, dan 
    • berhasil membujuk suku Bieloven untuk tidak melaksanakan kegiatan pasar gelap.

Peran Indonesia untuk Perdamaian Dunia melalui Konferensi Asia Afrika (KAA)

Ide tentang KAA lahir pada masa Ali Sastroamidjojo menjadi perdana menteri dalam kabinet parlementer. Penyelenggaraan konferensi ini dilatarbelakangi oleh beberapa faktor politik yang berkembang pasca Perang dunia II, yaitu sebagai berikut. 

  1. Bangsa-bangsa Asia dan Afrika merasa memiliki persamaan nasib, yaitu sejarah penderitaan yang panjang ketika kolonialisme berkuasa.
  2. Lahirnya kesadaran dari bangsa Asia dan Afrika untuk memperoleh kemerdekaan, memperjuangkan kesetaraan, dan menentukan masa depannya sendiri.
  3. Bagi negara yang telah merdeka, tetapi belum memiliki persatuan yang kuat, KAA diharapkan dapat mencegah pengaruh negara-negara adikuasa yang saat itu tengah berupaya berebut hegemoni dan berada dalam kondisi Perang Dingin.
Untuk mendukung kepentingan tersebut, Indonesia berperan sebagai penyelenggara Konferensi Asia Afrika (KAA). KAA dilaksanakan di Bandung pada 18-24 April 1955. Penyelenggaraan konferensi ini berjalan dengan sukses, meski Indonesia saat itu tengah menghadapi banyak pergolakan dari dalam negeri sendiri. Penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika ini mempunyai tujuan pokok, yaitu sebagai berikut.
  1. Mengembangkan sikap saling pengertian dan kerja sama antarnegara Asia dan Afrika serta menjajaki dan melanjutkan kepentingan timbal balik maupun kepentingan bersama.
  2. Meninjau berbagai permasalahan yang muncul dalam bidang sosial, ekonomi, dan budaya dalam kemungkinan membina hubungan dari negara-negara peserta.
  3. Mempertimbangkan secara bersama masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan-kepentingan bangsa Asia dan Afrika secara khusus. Sebagai contoh, masalah yang terkait dengan kedaulatan nasional, nasionalisme, dan kolonialisme.
  4. Meninjau kedudukan negara-negara Asia dan Afrika beserta seluruh rakyatnya dan memberikan dukungan aktif dalam meningkatkan perdamaian serta kerja sama internasional.
  5. Memperluas peranan negara-negara Asia dan Afrika di seluruh dunia.
Penyelenggaraan KAA memberikan beberapa pengaruh positif terhadap masalah yang terjadi pada masa itu. Pengaruh positif tersebut di antaranya berkurangnya ketegangan dan potensi peperangan. Potensi peperangan bersumber dari adanya konflik antara Taiwan dan Republik Rakyat Tiongkok dengan Amerika Serikat. Banyak negara peserta konferensi mulai menerapkan politik luar negeri yang bebas dan aktif. Hal tersebut seperti yang dilakukan oleh Indonesia, India, Burma, dan Srilanka. Penerapan politik luar negeri bebas aktif ini merupakan solusi terbaik untuk menghindarkan keberpihakan kepada negara-negara Blok Timur maupun Blok barat. Setelah konferensi selesai diselenggarakan, beberapa negara di Asia dan Afrika kemudian memproklamasikan kemerdekaannya. Hal tersebut seperti dilakukan oleh Ghana, Kongo, Maroko, Nigeria, Sudan, dan Yaman Utara. Penyelenggaraan konferensi ini memberikan semangat dan mendorong perjuangan kemerdekaan bagi bangsa-bangsa lain di dunia, khususnya bagi bangsa Asia dan Afrika sendiri.

Minggu, 15 Desember 2024

Peran Indonesia untuk Perdamaian Dunia melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa

Terbentuknya badan internasional ini adalah kelanjutan dari gagasan demi gagasan persatuan yang disepakati oleh negara-negara yang setuju dengan isi Piagam Altantik. Sementara itu, di sepanjang 1943, kemenangan Sekutu dalam Perang Dunia II semakin tampak. Hal ini semakin membangun rasa percaya diri mereka untuk melanjutkan hasil pertemuan di Moskow. Pertemuan tersebut menghasilkan gagasan tentang Majelis Keamanan menjadi badan internasional yang melibatkan seluruh negara di dunia. Untuk kepentingan ini, pada 21 Agustus sampai 7 Oktober 1944 diadakan Konferensi Dumbarton Oaks. Konferensi ini melahirkan keputusan untuk membentuk Dewan Keamanan dengan tugas utama menciptakan perdamaian dunia dan keamanan internasional. 

Keanggotan Dewan Keamanan terdiri dari dua macam keanggotaan, yaitu keanggotaan biasa dan keanggotaan istimewa. Keanggotaan istimewa ini memiliki keistimewaan, yaitu mempunyai hak veto, yakni hak yang dapat membatalkan hasil keputusan Dewan Keamanan. Keanggotaan istimewa ini kemudian diberikan kepada lima negara besar, seperti Inggris, Amerika Serikat, Uni Soviet, Prancis, dan Tiongkok.

Namun, kesepakatan Dumbarton Oaks ini gagal akibat adanya perselisihan dari negara-negara pemegarng hak veto. Akibatnya, perlu ada pembicaraan lanjutan agar ada pengaturan penggunaan hak veto untuk menghindari terjadinya konflik. Pada 4-11 Februari 1945, diadakan pertemuan di Yalta yang dihadiri oleh Presiden Roosevelt (Amerika Serikat), Perdana Menteri Churchill (Inggris), dan Presiden Josep Stalin (Uni Soviet). Ketiganya kemudian bersepakat bahwa negara-negara yang memiliki hak veto tidak dapat menggunakan haknya. Hak yang dimaksud adalah memveto Dewan Keamanan sejauh masalahnya menyangkut kepentingan negara mereka. Kesepakatan ini lebih dikenal dengan nama Rumusan Yalta (Yalta Formula).

Menginjak Maret 1945, tercatat 51 negara yang telah tergabung sebagai anggota biasa di Dewan Keamanan ini. Pada April 1945, Presiden Amerika Serikat, F.D. Roosevelt, meninggal dunia. Ia merupakan salah satu arsitek dari pembentukan Dewan Keamanan. Meninggalnya Roosevelt tidak mengubah komitmen pemerintah Amerika untuk mengadakan konferensi di San Fransisco pada 25 April sampai 26 Juni 1945. Konferensi ini menghasilkan Piagam Perdamaian (Charter for Peace) yang terdiri dari Mukadimah dengan 19 bab dan 111 pasal. Di dalam Piagam Perdamaian inilah, disebutkan tiga tugas pokok Perserikatan Bangsa-Bangsa, yaitu sebagai berikut.

  1. Memelihara perdamaian dunia
  2. Menjamin keamanan dunia
  3. Meningkatkan martabat manusia dengan jalan mengembangkan kehidupan ekonomi, sosial, pendidikan, dan kesehatan.
Beberapa asas yang mendasari aktivitas PBB sebagai badan dunia adalah sebagai berikut.
  1. Persamaan derajat dan kedalatan dari semua anggota
  2. Persamaan hak dan kewajiban semua anggota
  3. Penyelesaian sengketa dengan cara damai
  4. Setiap anggota diwajibkan memberikan iuran/dana sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati pada Piagam PBB.
  5. PBB tidak boleh mencampuri urusan dalam negeri dari negara anggota.
Sesuai dengan keberadaan lembaga-lembaga khusus dan tujuan PBB secara luas, banyak hal telah dilakukan PBB dalam dunia internasional, seperti dalam bidang-bidang berikut.
  • Di bidang keamanan, perdamaian, kemerdekaan, seperti menyelesaikan sengketa antara Indonesia dan Belanda . Selanjutnya, menyelesaikan masalah penajajahan di beberapa negara di Afrika, menyelesaikan konflik di Timur Tengah mengenai Terusan Suez, dan membantu meredakan krisis yang terjadi di Lebanon.
  • Di bidang ekonomi, sosial, dan budaya, seperti memberikan bantuan kesehatan melalui WHO, yaitu memperjuangkan nasib kaum buruh, terutama untuk masalah pemenuhan kesejahteraan. Selain itu, PBB menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan (memperjuangkan kesetaraan gender); memberikan bantuan dana kesejahteraan anak-anak di dunia melalui UNICEF, memberikan bantuan pangan ke Eithopia ketika negara tersebut dilanda kelaparan; dan melakukan kerja sama internasional dalam bidang ilmu pengetahuan melalui UNESCO.
  • Di bidang kemanusiaan, seperti mengesahkan The Universal Declaration of Human Rights, yang berisi hak-hak asasi manusia yang diakui secara universal.
Perserikatan Bangsa-Bangsa juga banyak memberikan bantuan kepada Indonesia. Salah satunya adalah  ketika Indonesia berada pada masa mempertahankan kemerdekaan/revolusi fisik. Pada saat agresi Militer I, Australia mengusulkan agar masalah Agresi Militer Belanda I dibawa ke sidang umum PBB. Selain itu, PBB mewadahi pembentukan Komisi Tiga Negara yang mengantarkan Indonesia dan Belanda ke meja perundingan di atas kapal USS Renville. Selanjutnya, PBB juga berperan membentuk UNCI dan membawa kembali Indonesia dan Belanda ke meja Perundingan Roem-Royen ketika Belanda kembali melancarkan agresi kedua. PBB juga mempunyai perang penting dalam masalah Irian Barat. Untuk menjalankan tugas perwaliannya, PBB membentuk UNTEA pada 1 Maret 1963 sebelum menyerahkan Irian Barat kepada pemerintah Republik Indonesia. Saat pelaksanaan plebisit (Pepera) atas masyarakat Irian Barat, PBB diwakili oleh Ortis Sanz yang menyaksikan secara langsung kegiatan tersebut. Hasilnya kemudian dibawa ke PBB.

Sabtu, 14 Desember 2024

Kesetaraan Global dan Lahirnya Liga Bangsa-bangsa

Demokrasi di Athena (Yunani) dipandang sebagai demokrasi paling ideal. Hal ini karena kebabasan dan kesetaraan individu telah dilakukan dengan baik. Penduduk Negara Kota (Polis) Athena telah memperoleh kesempatan yang setara untuk mengembangkan dan merealisasikan keterapilan mereka. Pericls, seorang filsuf dan tokoh terkemuka Yuani Kuno, engan bangga menyatakan kepada sleuruh rakyat Athena, "Setiap warga negara dan dengan semua aspek dalam kehidupannya mampu menunjukkan bahwa dirinya adalah tuan dan pemilik yang sah atas dirinya sendiri." Kalimat ini mengandung makna bahwa setiap orang mendapatkan kebebasan dalam berekspresi tanpa tekanan atau pengaruh dari pihak lain.

Pericles memberikan jaminan kemerdekaan terhadap perolehan status, akses pendidikan, kesenian, dan agama kepada warga negaranya. Selain itu, warga Yunani diberikan kebebasan berpartisipasi secara terbuka dalam memenuhi tugas-tugas dan memperoleh kehidupan yang layak. Dari prinsip awal inilah, demokrasi kemudian mulai berkembang. Warga Yunani mempunyai kebebasan memperjuangkan kesetaraan dan kebebasan, baik bagi negara maupun individu. Para penganjur teori demokrasi pernah mengklaim terdapat sejumlah bukti-bukti empiris dalam prinsip demokrasi. Jika prinsip demokrasi dipraktikan secara benar di semua negara, perang tidak akan terjadi.

Ketika Perang Dunia I berakhir, setiap warga negara yang terlibat merasakan penderitaan dan kehancurannya, terutama bagi pihak yang kalah. Akibatnya, pemerintah dan para pemimpin mulai berpikir tentang cara mengakhiri perang. Munculnya kesadaran direalisasikan dengan pelaksanaan Konferensi Perdamaian di Paris pada 1919. Dalam konferensi ini, Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson, Diiplomat Inggris, Lord Robert Cecil, dan tokoh persemakmuran, Jan Smuts, mengajukan usulan yang menjadi landasan terbentuknya Liga Bangsa-Bangsa (League of Nations).

Visi Wilson tentang perdamaian antarnegara yang dipaparkan dalam pidatonya di kongres tersebut kemudian dikenal dengan "14 poin". Di antara 14 poin tersebut kemudian dikenal dengan langkah-langkah untuk mengakhiri diplomasi-diplomasi rahasia, hak setiap bangsa untuk dapat memiliki pemerintahan yang bebas dari campur tangan pihak luar, serta pembentukan Liga Bangsa-Bangsa (LBB). Ide ini kemudian dikembangkan oleh Wilson ketika dirinya mengajar sebagai guru besar ilmu hukum di Universitas Priceton. Untuk ide perdamaian ini, Wilson kemudian dianugerahi Nobel Perdamaian pada 1919.

Selanjutnya, LBB terbentuk pada 10 Januari 1920 dengan anggotanya sebanyak 40 negara. Negara-negara anggota ini kemudian berupaya menjamin perdamaian dunia melalui kesepakatan-kesepakatan, seperti:

  1. melenyapkan perang
  2. menaati hukum internasiona, dan 
  3. menggunakan diplomasi terbuka
Kesepakatan-kesepakatan tersebut lahir karena dorongan dari negara Eropa yang hancur akibat Perang Dunia I.

Proses terbentuknya LBB berlangsung bertahap, yaitu dimulai sejak Woodrow Wilson menyampaikan pidato pada 8 Januari 1918 di depan kongres Amerika. Setelah itu, pada 25 Januari 1919, usulan tentang pembentukan LBB disetujui di konferensi perdamian yang dilaksanakan di Paris (Versailles Peace Treaty). Konvensi LBB kemudian ditandatangani sebagai bagian dari Perjanjian Perdamaian Paris. Konvensi LBB mulai diterapkan secara fisik melalui kehadiran pasukan supervisi LBB pada 10 Januari 1920 di Schleswig, Finlandia. Sidang pertama LBB diselenggarakan pada 16 Januari 1920 di Paris. Liga Bangsa-Bangsa kemudian menjadi organisasi internasional yang menjadi cikal bakal dari terbentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Salah satu misi utamanya adalah menjaga perdamaian dunia. Amerika Serikat tidak menjadi anggota LBB karena tidak mendapat persetujuan kongres. Absennya negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Jerman, Uni Soviet, Jepang, dan Italia ini diduga faktor utama LBB nantinya mengalai kegagalan.

Ketidakikutsertaan negara-negara besar, terutama Amerika Serikat dan Uni Soviet, membuat LBB menggantungkan kekuatan organisasinya hanya kepada Inggris dan Prancis. Nyatanya, dalam beberapa hal, sulit bagi kedua negara ini untuk bersikap tegas. Hal ini ditabah dengan munculnya kekuatan baru di Eropa yang berada di bawah kekuasaan fasisme (diktator militer) yang sangat revolusioner. Contohnya Jerman di bawah Adolf Hitler dan Italia dibawah Benito Mussolini. Namun, misi LBB tidak dapat dikatakan gagal sama sekali karena dari September 1934-Februari 1935 keanggotaannya telah menjadi 57 negara. Hal ini telah menyadarkan anggotanya tentang dua hal penting. Pertama, tidak ada satu pun negara yang dapat hidup sendiri. Kedua, sedapat mungkin menghindari perang untuk menyelesaikan sengketa. 

Akhirnya, tidak sampai 20 tahu sejak berdirinya LBB, pecahlah Perang Dunia II. Liga Bangsa-Bangsa kemudian bersidang untuk yang terakhir kalinya di Genewa, Swiss pada 12 April 1945. Pada hari tersebut, LBB kemudian resmi dibubarkan. Perannya sebagai penjaga perdamaian dunia telah berakhir. LBB kemudian digantikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa yang didirikan pada 24 Oktober 1945. 

Senin, 09 Desember 2024

Aljabar

Aljabar merupakan salah satu cabang ilmu matematika yang menggunakan simbol dan operasi matematika, seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian untuk pemecahan masalah. Al-jabr berasal dari bahasa Arab yang artinya melengkapi bagian yang rusak. Ilmuwan penemu Aljabar bernama Al-Khawarizmi. 

Aljabar dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan seperti pada bidang studi matematika, kimia, biologi, dan lain sebagainya. 

Untuk lebih jelasnya, simak slide berikut.
Link slide : Aljabar

Selasa, 03 Desember 2024

Memahami Makna Terorisme yang Mengancam Dunia

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata terorisme memiliki arti 'penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik); praktik tindakan teror'. Adapun teroris diartikan sebagai 'orang yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut, biasanya untuk tujuan politik'.

Menurut Webster's New World Dictionary (1989), teror memiliki pengertian 'suatu perbuatan yang menyebabkan atau menimbulkan perasaan takut kepada seseorang'. Sementara itu, terorisme berarti 'tindakan meneror dengan menggunakan kekerasan atau mengancam untuk merusak moral, mengintimidasi, dan menaklukan (the act of terrorizin use force of threats to demoralize, intimidate and subjugate)'. Ezzat E. Fattah, seorang ahli kriminologi mendefinisikan terorisme berasal dari kata teror. Kata teror dalam bahasa Latin disebut dengan terre yang artinya menakut-nakuti. Adapun kata terrorisme digunakan untuk menggambarkan penggunaan teror secara sistematis.

Dari beberapa definisi yang ada, terorisme dapat diartikan sebagai setiap tindakan melawan hukum yang dilakukan dengan cara menebarkan teror secara meluas di kalangan masyarakat. Teror tersebut dapat dilakukan melalui ancaman atau kekerasan, baik yang terorganisasi maupun tidak, serta berakibat adanya penderitaan fisik/ psikis dalam waktu yang lama. Pada umumnya, terorisme dapat dikategorikan sebagai tindakan kejahatan yang luar biasa (extraordinary crime) dan kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity).

Ditinjau dari sejarahnya, terorisme sebenarnya telah berkembang sejak berabad-abad yang lalu. Hal ini ditandai dengan bentuk-bentuk kejahatan murni berupa pembunuhan dan ancaman untuk mencapai tujuan tertentu. Pada umumnya, terorisme bermula dari bentuk fanatisme terhadapa aliran kepercayaan tertentu. Fanatisme tersebut kemudian berkembang menjadi ancaman dan pembunuhan, baik yang dilakukan secara berkelompok maupun individu. Ancaman dan pembunuhan ditujukan kepada suatu kelompok tiran.

Pasca Perang Dunia II, kita hampir tidak mengenal kata damai karena berbagai pergolakan berkembang dan berlangsung secara berkelanjutan. Konfrontasi yang terjadi antarnegara adikuasa setelah Perang Dunia II meluas menjadi konflik Blok Timur dan Blok Barat. Konflik tersebut juga menyeret bebeapa negara Dunia Ketiga. Negara-negara Dunia Ketiga pada masa itu tengah disibukkan dengan persoalan-persoalan sendiri. Persoalan tersebut diantaranya perjuangan melawan penjajah, pergolakan rasial, atau konflik regional dengan campur tangan pihak ketiga. Permasalahan yang muncul tersebut membuat dunia menjadi tidak stabil dan terus bergejolak. Ketidakstabilan ini memunculkan frustasi dari banyak negara berkemabang yang sedang dalam perjuangan menuntut hak-haknya.

Berkembangnya terorisme  Pasca Perang Dunia II didasari oleh beberapa hal. Contohnya adalah adanya perseteruan ideologi, fanatisme agaman, perjuangan meraih kemerdekaan, pemberontakan, perang gerilya, atau bahkan dilakukan oleh pemerintah sendiri sebagai cara untuk menegakkan dan mempertahankan kekuasaannya. Terdapat beberapa ciri dari terorime, yakni sebagai berikut.
  1. Terorganisasi dengan baik dan didukung dengan sikap disiplin yang tinggi dan militan. Organisasinya biasanya dikelola dengan baik dalam kelompok-kelompok kecil. Disiplin dan sikap militan ditanamkan melalui indoktrinasi dan latihan yang dilakukan selama bertahun-tahun.
  2. Terorisme umumnya mempunyai tujuan politik, tetapi untuk mencapai tujuannya dapat juga dengan melakukan tindakan kriminal.
  3. Tidak mengindahkan norma-norma yang berlaku, seperti norma agama, dan norma hukum.
  4. Memilih target atau sasaran yang dapat menimbulkan efek psikologis, seperti menimbulkan ketakutan dan menciptakan kepanikan.
Selain menimbulkan efek psikologis, perbuatan teror dilakukan untuk merusak kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dalam menyelesaikan masalah. Tindakan teror juga dapat berskala internasional dengan kategori di antaranya sebagai berikut.
  1. Melaksanakan tindakan kekerasan dengan melibatkan lebih dari satu negara, misalnya dengan cara membajak pesawat terbang komersial.
  2. Melakukan tindakan kekerasan yang dapat menarik perhatian dunia.
  3. Tidak memedulikan kepentingan negara atau tempat pelaksanaan aksi teror tersebut.
Pada umumnya, kelompok yang melakukan teror selalu mempunyai tujuan diantaranya sebagai berikut.
  1. Mendapatkan pengakuan baik secara lokal, nasional, bahkan internasional atas apa yang diperjuangkan.
  2. Memperlihatkan kekerasan sehingga meresahkan masyarakat dan memancing pemerintah untuk melakukan tindakan represif.
  3. Mengganggu, melemahkan, melecehkan, dan mempermalukan pemerintah, militer, atau aparat keamanan lainnya.
  4. Menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam melindungi dan memberikan rasa aman kepada warga negaranya.
  5. Memperoleh uang atau perlengkapan lainnya yang dibutuhkan untuk menunjang kebutuhan perjuangannya.
Ketika terorisme berkembang dalam skala internasional menjadi sebuah jaringan, terorisme dapat menjalin kerja sama dengan kelompok-kelompok teroris lainnya. Keterkaitan tersebut umumnya berjalan tertutup dan rahasia. Namun, di beberapa negara tertentu, pemerintahnya dapat saja mendukung adanya kerja sama antarteroris. Dukungan tersebut dapat berupa memberikan dukungan logistik dan memfasilitasi pertemuan para pemimpin teroris dari kelompok yang berbeda. Selain itu, pemerintah negara tersebut memberikan bantuan dalam melaksanakan operasi dari jaringan teroris tersebut. Sikap seperti ini dianggap sebagai suatu upaya penggunaan kelompok terorisme sebagai tentara cadangan suatu negara.

Berikut beberapa contoh kerja sama antarkelompok teroris.
  1. Pertemuan di Badawi yang berlangsung sekitar 1971 yang dihadiri oleh beberapa perwakilan kelompok teroris Eropa dan Timur Tengah. Mereka membangun kerja sama dalam pelaksanaan aksi teror, seperti serangan ke lapangan terbang Tel Aviv, Israel, pada 1972.
  2. Pertemuan di Lanarca (Siprus) pada 1999, pertemuan tersebut sebagai kelanjutan dari kerja sama yang telah disepakati di Badawi, yaitu di antara kelompok ini akan membangun kerja sama taktis dengan saling membantu dan memperkuat kerja sama dalam melancarkan aksi-aksi teror yang lebih besar.
  3. Kasus pengeboman Kedutaan Amerika di Pakistan pada 9 Mei 2002. Dalam hal ini, kelompok Al-Qaeda membayar sejumlah teroris lokal di Pakistan untuk merencanakan peledakan bom di luar Kedutaan Amerika Serikat. Tercatat ada 12 warga Pakistan yang menjadi korban.
Dalam kegiatan operasinya, para pelaku teror pada umumnya menggunakan beberapa metode. Salah satunya penggunaan bom. Hampir 67% aksi-aksi teror yang pernah terjadi dilakukan dengan menggunakan bom. Selain itu, pembajakan juga pernah populer di lakukan antara 1960-an sampai 1970-an. Contohnya adalah pembajakan terhadap kendaraan yang membawa bahan makanan oleh kelompok Tupamaros di Uruguay. Pembajakan yang paling sering dilakukan adalah pembajakan terhadap pesawat komersial. Metode lainnya adalah pembunuhan yang merupakan bentuk aksi teror yang paling tua. Pada kasus ini, umumnya yang menjadi sasaran adalah pejabat pemerintha, pengusaha, politisi, dan figur publik yang berpengaruh di masyarakat. Selain itu, masih ada sejumlah metode lainnya yang diterapkan para terorisme dalam melaksanakan aksi terornya. Sebagai contoh, pengadangan, penculikan, penyanderaan, perampokan, dan intimidasi. Secara umum, tindakan terorisme, memang tidak secara langsung ditujukan kepada lawan, tetapi dapat dilakukan di mana saja dan terhadap siapa saja. Hal yang utama bagi mereka adalah mendapatkan perhatian secara khusus dari pihak lawan. 

Dewasa ini, gerakan terorisme telah menjadi ancaman tersendiri bagi terwujudnya perdamaian dunia khususnya di Indonesia. Beberapa aksi teror di Indonesia di antaranya, seperti
  1. Pengeboman Kediaman Duta Besar Filipina di Jakarta pada tahun 2000
  2. Pengeboman Gerai KFC di Makassar pada tahun 2001
  3. Paddy's Club dan Sari Club di Kuta, Bali, pada Oktober 2002
  4. Hotel J. W. Mariot pada tahun 2003
  5. Kantor Kedutaan Besar Australia pada tahun 2004
  6. Pasar Tradisional di Palu pada tahun 2005
  7. Hotel J. W. Marriot dan Ritz Carlton pada tahun 2009
Gerakan teror ini akhirnya dapat dikendalikan dengan ditangkapnya para pelaku dan pemimpinnya.

Senin, 02 Desember 2024

Memahami Makna Genosida

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, genosida adalah pembunuhan besar-besaran terhadap suatu bangsa atau ras. Kata genosida pertama kali digunakan oleh seorang ahli hukum dari Polandia yang bernama Raphael Lemkin pada 1944. Dalam bukunya yang berjudul Axis Rule in Occupied Europe yang diterbitkan di Amerika Serikat, ia mengatakan kata ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu genos yang berarti ras, bangsa, rakyat, dan bahasa Latin, yaitu caedere yang berarti pembunuhan. Jadi, genosida dapat diartikan sebagai pembunuhan secara besar-besaran yang dilakukan secara sistematis. Genosida dilakukan dengan maksud untuk memusnahkan suku bangsa, ras, bangsa, atau kelompok tertentu. 

Genosida merupakan salah satu dari empat jenis pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang berada dalam wilayah kekuasaan hukum internasional. Pelanggaran HAM berat lainnya adalah kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi. Genosida adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan dan memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, atau agama. Definisi tersebut berdasarkan Satuta Roma dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Berdasarkan dua hal tersebut, genosida dapat dilakukan dengan cara, antara lain:

  1. membunuh anggota keluarga dan mengakibatkan penderitaan fisik atau mental terhadap anggota kelompok,
  2. menciptakan kemusnahan secara fisik, baik sebagian maupun secara keseluruhan terhadap kelompok,
  3. melakukan tindakan pencegahan kelahiran secara paksa, dan
  4. memindahkan anak-anak secara paksa dari kelompok satu ke dalam kelompok lainnya.
Selain itu, ada yang disebut dengan genosida kebudayaan. Genosida kebudayaan berarti pemusnahan terhadap peradaban dari suatu bangsa beserta kebudayaannya. Misalnya, melakukan pelarangan penggunaan bahasa dari suatu kelompok, mengubah atau menghancurkan sejarahnya, atau simbol-simbol peradaban. 

Contoh-contoh genosida adalah sebagai berikut.
  1. Pembantaian terhadap suku Indian di Benua Amerika yang dilakukan oleh bangsa Eropa pada 1498.
  2. Pembantaian terhadap suku Aborigin di Australia oleh Kerajaan Britania Raya (Inggris) pada 1788.
  3. Pembantaian terhadap lebuh dari dua juta jiwa rakyat Kamboja oleh rezim Khmer Merah pada 1975-1979.
  4. Pembantaian di Rwanda terhadap suku Hutu dan Tutsi sekitar 1994.

Minggu, 01 Desember 2024

Memahami Makna Perdamaian

Ada sebuah definisi kuno sederhana tentang pengertian damai. Dalam bahasa Romawi, damai disebut pax yang diartikan sebagai absentia belli atau suatu keadaan dari ketiadaan perang. Ada pandangan yang berbeda tentang makna dari perdamaian. Namun, pada umumnya, tidak ada negara atau bangsa yang menolak perdamaian. Negara-negara yang memiliki pengalaman buruk karena perang mungkin akan bertanya tentang perdamaian, Sebagai contoh, bagaimanakah caranya untuk dapat mencapai perdamaian? Apakah perdamaian dapat benar-benar terwujud?

Bagi bangsa yang telah merasakan pahitnya perang, akan berpendapat bahwa konflik antarnegara hampir mustahil untuk dihentikan. Konflik antarnegara muncul karena beberapa alasan, seperti perbedaan ideologi, perebutan kekuasaan, dan penguasaan wilayah.

Kita dapat mempelajari banyak hal dari peristiwa masa lalu salah satunya sebelum pecahnya Perang Dunia I, kebijakan luar negeri dari negara-negara yang kuat dan maju saat itu berpusat pada negara masing-masing. Hal ini berakibat pada pecahnya Perang Dunia I yang melanda hampir seluruh Eropa. Perang Dunia I kemudian dimenangi oleh pihak Sekutu (Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan Rusia). Amerika kemudian menyebarkan propaganda bahwa perang yang terjadi di Eropa saat itu akan menjadi perang terakhir. Akan tetapi, pada kenyataannya, Perang Dunia II tetap terjadi. Perang Dunia II berlangsung lebih hebat serta menimbulkan lebih banyak korban jiwa dan harta benda.

Sebenarnya, situasi damai dan perdamaian dapat dicapai dengan mudah. Hal ini terjadi jika semua negara yang berperang dengan sukarela memilih untuk tidak terlibat atau memaksa negara-negara lain agar tidak ikut berperang. Perdamaian dunia dapat dicapai jika kesepatakan dari semua negara untuk menghentikan peperangan, menjaga perdamaian bersama-sama, dan menciptakan suasana tenang dan damai pada dunia. Kenyataannya, perdamaian dunia memang harus selalu diperjuangkan. Selanjutnya, lahirlah sejumlah tokoh yang memperjuangkan perdamaian. Mereka berhak mendapatkan penghargaan berupa nobel perdamaian. Beberapa nama tokoh yang dimaksud adalah sebagai berikut.

  1. Theodore Roosevelt (1906)
  2. Marthin Luther King Jr. (1964)
  3. Henry Kissinger dan La Ductho (1973)
  4. Anwar Sadat (1978)
  5. Bunda Teresa (1979)
  6. Nelson Mandela dan Frederick Willem de Klerk (1973)
  7. Yasser Arafat, Shimon Peres, dan Yizhak Rabin (1994)
  8. John Hume dan David Timble (1998)
  9. Wangari Maathai (2004)

Rabu, 27 November 2024

Gerakan Pemuda dan Mahasiswa yang Memengaruhi Perubahan Tata Negara di Indonesia - Reformasi

Reformasi memiliki pengertian sebagai sebuah gerakan radikal yang bertujuan memperbaiki kondisi masyarakat atau negara di segala bidang. Reformasi menghendaki digantinya tatanan kehidupan lama dengan sebuah tatanan kehidupan baru, berdasarkan pada hukum yang berlaku dan mengarah kepada sebuah perbaikan. Pada 21 Mei 1998 menjadi momentum penting dari sejarah sosial politik di Indonesia, Presiden Soeharto yang berkuasa lebih dari 30 tahun menjadi karakter tunggal, simbol pemersatu kekuatan militer, serta pemegang kekuasaan birokrasi dan korporasi, dapat dilengserkan oeh kekuatan sosial yang dimotori oleh para mahasiswa.

Lengsernya Presiden Soeharto didahului oleh gelombang aksi protes dan keresahan sosial yang menyebar ke seluruh Indonesia. Menurut Samuel P. Hutington (1991), kondisi ini telah membuat Indonesia masuk pada suatu fase "Gelombang Demokrasi Ketiga" (The Third Wave World of Democratization). Gelombang aksi protes yang dimotori oleh mahasiswa ini dipicu oleh beberapa faktor, diantaranya krisis multidimensional yang bermuara pada krisis kepercayaan pada pemerintahan yang telah berkuasa sangat lama. 

Keterpurukan perekonomian Indonesia pada masa akhir Orde Baru didorong oleh adanya krisis di dunia perbankan nasional. Pemerintah Indonesia saat itu telah melikuidasi 16 bank swasta dan pada 1997 melakukan pengawasan terhadap 40 bank bermasalah melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Pemerintah juga telah mengeluarkan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) agar bank-bank bermasalah itu dapat keluar dari kondisi krisis. Sayangnya, kredit yang diberikan banyak dimanipulasi sehingga bank-bank bermasalah tersebut tidak dapat mengembalikan pinjamannya. Akibatnya, beban keuangan yang ditanggung pemerintah semakin membengkak. Kondisi ini berdampak pada berkurangnya kepercayaan dunia Internasional terhadap kondisi politik dan ekonomi di Indonesia. Pemerintahan Presiden Soeharto dinilai tidak mampu memecahkan masalah ekonomi dan politik yang terus bergulir. 

Perlu kita pahami bahwa peristiwa Reformasi 1998 tidak hanya sekadar periode pergantian kekuasaan, tetapi juga harus dimaknai sebagai sebuah akumulasi dari krisis multidimensional. Hal ini merupakan dampak dari sistem politik yang tidak demokratis. Di samping itu, kurangnya kemandirian dari lembaga-lembaga negara dalam membuat kebijakan yang memihak kepada kepentingan rakyat. Pada akhirnya berujung pada sebuah aksi massa yang menyuarakan tuntutan terhadap beberapa masalah, yakni sebagai berikut. 
  1. Menganti kepemimpinan yang selama 30 tahun lebih berada di tangan Presiden Soeharto.
  2. Melakukan amandemen terhadap UUD 1945 yang telah dijadikan sebagai konstitusi negara dan menjadi dasar dari seluruh undang-undang.
  3. Menghapus dwifungsi ABRI, yakni tugas tambahan yang diberikan kepada ABRI berupa tugas politik telah membawa dapak yang kurang baik untuk ABRI sendiri maupun seluruh bangsa Indonesia. Eksistensi dwifungsi ABRI dipandang telah memberikan keleluasaan kepada militer untuk terlibat dalam agenda-agenda sosial politik pemerintah. Keterlibatan ini tentu saja telah melampaui kewenangan ABRI jika dilihat dari tugas pokoknya, yaitu menjaga keamanan dan pertahanan negara. Hal ini terlihat selama pemerintahan Presiden Soeharto, eksistensi ABRI digunakan untuk mengawasi dan membatasi hak-hak politik rakyat sipil maupun hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya warga negara Indonesia.
  4. Memberikan otonomi daerah yang seluas-luasnya. Pemerintahan Orde Baru telah menerapkan sistem pemerintahan yang sentralistik sehingga seluruh urusan diatur pemerintah pusat. Pemerintah daerah hanya sebagai pelaksana instruksi. Sistem ini telah mematikan kreativitas pemerintah daerah sehingga pembangunan daerah berjalan tersendat.
  5. Penegakan supremasi hukum. Sudah seharusnya pemerintahan Orde Baru melanjutkan cita-cita para pendiri bangsa bahwa keadilan bagi rakyat harus terlaksana. Namun, hal ini tidak dapat terwujud menjadi kenyataan karena aparat penegak hukum berada di bawah kendali pemerintah.
  6. Dibentuk pemerintahan yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Pengawasan DPR dan para penegak hukum yang lemah telah menyuburkan praktik KKN. Hasil-hasil pembangunan hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang yang memiliki kedekatan dengan pusat kekuasaan.
Sementara gerak pemuda dan mahasiswa semakin keras menyuarakan agenda reformasi, pemerintah menerapkan kebijakan yang sangat reaktif, yaitu mencabut subsidi BBM yang diumumkan pada 4 Mei 1998. Suasana yang penuh ketidakpastian ini menggoyahkan stabilitas politik. Suara rakyat yang didukung mahasiswa, semakin gencar meminta presiden Soeharto turun dari jabatannya. Puncaknya, ketika aparat keamanan mulai menembaki kampus Trisakti pada 12 Mei 1998. Saat itu sedang berlangsung aksi demonstrasi anti-pemerintah yang berlangsung dengan penuh semangat. Peristiwa penembakan ini mengakibatkan tewasnya empat mahasiswa Trisakti, yaitu Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan,Heri Hartanto, dan Hendrawan Sie. Penembakan ini kemudian memicu aksi demonstrasi yang lebih besar lagi. Mahasiswa mulai turun ke jalan, dan dengan cepat berkembang hingga ke luar Jakarta, seperti di Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi sambil terus meneriakkan tuntutan Reformasi. 

Aksi demonstrasi kemudian disusul dengan kerusuhan massal yang berlangsung dari 13-15 Mei 1998. Aktivitas ini dengan cepat merambat ke kota-kota besar, seperti Solo, SUrabya, Yogyakarta, Lampung, dan Palembang. Kerusuhan diwarnai dengan tindakan anarkis, seperti penjarahan dan pembakaran toko-toko, penyerangan pos polisi, serta pusat-pusat perdagangan yang mengakibatkan kegiatan ekonomi lumpuh total. Kerusuhan kemudian berkembang menjadi kerusuhan etnis dengan sasaran utama etnis Tionghoa. Banyakyang menjadi korban, tidak saja dalam bentuk moril, tetapi juga materiil. Hal yang lebih mengherankan adalah ketika kerusuhan terjadi tidak ada tindakan pencegahan yang serius dari aparat keamanan sehingga kerusuhan menjadi sangat anarkis.

Selanjutnya para mahasiswa berhasil menduduki gedung DPR/MPR pada 18 Mei 1998. Mereka terus menyerukan agar Presiden Soeharto segera turun dari jabatannya. Dua minggu setelah peristiwa di kampus Trisakti, pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya selaku Presiden ke-2. Ia kemudian menyerahkan jabatannya kepada Wakil Presiden B.J. Habibie. Sekali lagi kekuatan perjuangan mahasiswa yang murni dapat menumbangkan rezim otoriter dan mengubah sistem ketatanegaraan di Indonesia. 

Rabu, 20 November 2024

Gerakan Pemuda dan Mahasiswa yang Memengaruhi Perubahan Tata Negara di Indonesia - Tritura (Tri Tuntutan Rakyat)

Pada awal 1965, kondisi dan situasi politik semakin terasa tidak kondusif. Politik luar negeri Indonesia pun telah meninggalkan konsep bebas aktif. Indonesia membangun dengan hubungan dengan Tiongkok, dan membentuk poros Jakarta-Hanoi-Peking-Pyong Yang, dan sebagai konstelasi politik dunia yang baru. dengan demikian, Indonesia semakin jauh dari negara-negara Barat dan semakin sejalan dengan haluan politik dari negara-negara blok Timur. Sikap permusuhan juga ditujukan secara khusus terhadap Amerika Serikat, dan semakin memuncak ketika 7 Januari 1965, Indonesia menyatakan secara resmi keluar dari keanggotaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Situasi politik dalam negeri sendiri semakin menunjukkan kondisi meresahkan. PKI berhasil melakukan konsolidasi dalam tubuh partainya sendiri sejak tahun 1960-1965. Pada masa itu, kegiatan politik yang muncul di permukaan selalu menonjolkan kegiatan PKI dalam segala bidang. Hal ini menunjukkan bahwa partai ini telah duduk dengan kokoh dalam percaturan politik di Indonesia. Di kalangan mahasiswa, berkembang perseteruan antara kelompok consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI), organisai mahasiswa yang berafiliasi dengan PKI, dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Rapat-rapat yang diselenggarakan CGMI di Istora Senayan Jakarta, selalu bertemakan "Bubarkan HMI". Hal tersebut merupakan sebuah tindakan agresif yang ingin menekan Presiden Soekarno agar segera membubarkan HMI. Akan tetapi, Soekarno sendiri tetap bertahan dengan ide Nasakomnya (Nasionalis, Agama, dan Komunis) dan tetap berkeinginan agar ketiga elemen politik tersebut tetap bersatu.

Konflik pro dan kontra terhadap PKI terus berlanjut hingga akhirnya bermuara pada sebuah tragedi nasional, yakni meletusnya peristiwa Gerakan 20 September 1965. Gerakan ini melibatkan anggota PKI dan kelompok tentara dari kesatuan Resimen Cakrabirawa yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung sebagai dalang dari peristiwa tersebut. Selama melakukan konsolidasi dan membangun kekuatan partai, PKI selalu memperlihatkan sikap-sikap nonkompromi terhadap mereka yang tidak berhaluan kiri. Perbuatan yang dinilai telah melebihi batas kemanusiaan ketika terjadi penculikan dan pembunuhan terhadap para jenderal senior angkatan darat oleh Resimen Cakrabirawa, telah membangkitkan kemarahan di kalangan rakyat Indonesia. Gerakan mahasiswa non-komunis mulai bangkit dan membentuk organisasi baru yang mereka namakan Kesatuan Aksi Pengganyangan Kontra revolusi Gerakan Tiga Puluh September yang disingkat menjadi KAP Gestapu. Wadah baru organisasi mahasiswa ini juga menampung aspirasi masyarakat dan terus mengikuti perkembangan situasi.

KAP-Gestapu kemudian mengadakan rapat umum setelah sebelumnya mengadakan pertemuan untuk melakukan konsultasi dengan Letnan Jenderal Soeharto, (ketika itu menjabat sebagai Pangkopkamtib (Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban)) di Taman Surapati, Jakarta, pada 8 Oktober 1965. Hasil rapat tersebut menghasilkan kesepakatan, di antaranya tetap berada di belakang Presiden Soekarno dalam menumpas G30S dan mendesak Presiden agar segera membubarkan PKI dan semua ormas-ormasnya. Puncak gerakan KAP-Gestapu adalah ketika berhasil mengerahkan massa secara besar-besaran pada 9 November 1965 di Lapangan Banteng, Jakarta. Pada Januari, KAP-Gestapu menjadi Front Pancasila dengan kegiatan yang lebih berfokus dalam bidang politik.

Gerakan para mahasiswa ini terus berlanjut, namun berjalan sendiri-sendiri di kota-kota besar di seluruh Indonesia. Mereka dengan aktif mengadakan rapat-rapat dan menyerukan anti-PKI. Kegiatan ini akhirnya menghasilkan pemikiran untuk membentuk sebuah wadah yang dapat mempersatukan gerakan agar perjuangan berjalan semakin efektif. Paa 25 Oktober 1965, diadakan pertemuan dari seluruh pimpinan mahasiswa di rumah Menteri Perguruan Tinggi Ilmu Pengetahuan (PTIP), Syarif Thayeb. Dari hasil pertemuan ini, akhirnya dibentuk wadah baru bagi gerakan mahasiswa Indonesia dengan nama Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Meskipun pada awal pembentukannya KAMI belum memiliki anggara dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART), KAMI telah memiliki tekad dan perjuangan, yakni:

  1. mengamankan dan mengamalkan Pancasila
  2. anti kepada Nelikom (neokolonialisme dan imperialisme) dan segala bentuk penjajahan, dan
  3. membantu ABRI mengganyang G30S dan PKI beserta ormas-ormasnya.
Smentara itu, kondisi perekonomian negara semakin merosot. Hal ini menimbulkan keprihatinan bagi KAMI, terutama ketika pemerintah mengumumkan pemotongan nilai mata uang rpiah dari nilai semula Rp1.000,- menjadi Rp1,- utuk nilai uang baru. Kebijakan ini dilakukan pemerintah untuk mengatasi laju inflasi yang telah mencapai 650%. Masalah lain yang meresahkan adalah ketika Presiden Soekarno belum juga membubarkan PKI yang menjadi tuntutan utama masyarakat. Gelombang demonstrasi para pemuda dan mahasiswa yang menuntut pembubaran PKI semakin meluas bahkan mengarah pasa situasi konflik politik. Perasaan tidak puas mencetuskan lahirnya Tri Tuntutan Rakyat (Tritura).

Pada 12 Januari 1966, KAMI bersama-sama dengan rayat beserta Front Pancasila dan kesatuan aksi lainnya mendatangi DPR-GR mengajukan Tritura yang berisi:
  1. pembubaran Partai Komunis Indonesia,
  2. pembersihan kabinet dari unsur-unsur G30S dan PKI, dan 
  3. penurunan harga/perbaikan ekonomi.
Aksi demonstrasi terus bergulir. Mahasiswa dan rakyat bergerak setiap hari memenuhi jalan-jalan di ibu kota. Hal ini berlangsung selama 60 hari. Menanggapi aksi mahasiswa ditambah dengan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Presiden Soekarno kemudian mengundang perwakilan mahasiswa/pelajar untuk mengikuti Sidang Paripurna Kabinet Dwikora pada 15 Januari 1966 di Istana Bogor. Akan tetapi, di dalam sidang tersebut Presiden Soekarno menuding aksi mahasiswa yang terjadi telah ditunggangi oleh kekuatan Nekolim, khususnya oleh Central Intelligenie Agency (CIA). Presiden Soekarno kemudian mengajar para mahasiswa/pelajar dan seluruh rakyat Indonesia untuk membentuk "Barisan Soekarno". Namun, upaya ini mengalami kegagalan. Bahkan, ketika pelantikan anggota Kabinet Dwikora pada 24 februari 1966, para demonstran kembali melakukan aksi serentak turun ke jalan dengan melakukan pengempisan ban-ban kendaraan roda empat yan gmelintas di jalan raya. Akibatnya lalu lintas ibu kotra praktis terhenti. Dalam bentrokan dengan aparat keamanan, seorang mahasiswa Fakultas Kedokteran UI, Arief Hakim tewas tertembak peluru aparat. Terjadinya insiden berdarah ini membuat situasi semakin memanas, ditambah lagi dengan krisis kepemimpinan nasional. Melihat perkembangan kondisi ini, Presiden Soekarno kemudian memutuskan untuk membubarkan KAMI.

Meskipun KAMI dibubarkan, aksi pergerakan massa tidak ikut berhenti. Para peimimpin KAMI merasa perlu membentuk wadah baru yang akan meneruskan perjuangannya sehingga terbentuklah Laskar Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat). Gelombang demonstrasi terus berlanjut hingga ke berbagai kota di Indonesia, yang terus menyuarakan Tritura. Ketika pemerintahan Presiden Soekarno mendekati masa akhir pembubaran PKI dilaksanakan oleh Jenderal Soeharto sebagai pengemban amanah Surat Perintah 11 Maret 1966 pada 12 Maret 1966. Sejaksaat itu, Jenderal Soeharto lebih berperan banyak di pemerintahan. Pada akhirnya, Soeharto diangkat menjadi Presiden RI ke-2 menggantikan Presiden Soekarno dan dimulailah masa Orde Baru. Pemerintahan Orde Baru bertekad untuk melakukan koreksi secara total atas segala penyelewengan yang dilakukan Demokrasi Terpimpin.

Selasa, 19 November 2024

Gerakan Pemuda Setelah Kemerdekaan Indonesia

Setelah pelaksanaan proklamasi kemerdekaan, memang tidak dengan serta merta membawa Indonesia ke dalam situasi yang aman dan tenteram. Layaknya sebuah negara yang baru saja menikmati kebebasan dari cengkraman kolonialisme, masih banyak persoalan pemerintahan, politik, dan ekonomi yang harus diselesaikan. Berbagai peristiwa pengalihan kekuasaan terjadi di hampir semua kota di Jawa dan Sumatra. Hal ini seiring dengan berbagai usaha yang dilakukan untuk memperkuat barisan pemuda. Seruan dan tulisan-tulisan bernada heroik, sepperti "Merdeka atau Mati" dan "Sekali Merdekar Tetap Merdeka", terdengar dan tertulis dimana-mana. Bendera Merah Putih dikibarkan di kantor-kantor penting. Situasi ini akan dengan mudah memicu konflik dengan pihak Jepang.

Para pemuda juga menentang simbol-simbol yang menunjukkan kesan akan kembalinya kekuasaan Belanda di Indonesia, seperti ketika di Hotel Yamato, Surabaya, dikibarkan bendera Belanda yang berwarna merah, putih, dan biru. Para pemuda kemudian menyerbu hotel tersebut pada 19 September 1945. Beberapa orang dari mereka naik ke tiang bendera untuk menurunkan bendera tiga warna itu, merobek warna birunya, dan mengibarkan kembali dengan warna merah dan putih.

Peristiwa yang sangat mengundang risiko ini telah menunjukkan adanya keinginan yang dalam dari bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan meskipun harus berkorban jiwa. Insiden bendera ini selalu menjadi kenangan bagi bangsa Indonesia karena semangat patriotis yang ditunjukkan oleh para pemuda yang sangat spontan dan tanpa pamrih. Sama halnya dengan peristiwa Rapat Raksasa di Lapangan Ikada yang terjadi di Jakarta. Ketika massa pemuda berkumpul di Lapangan Ikada untuk mendengarkan Presiden Soekarno berpidato setelah pelaksanaan proklamasi. Namun karena alasan keamanan, Soekarno membatalkan pidatonya.

Pada masa awal kemerdekaan, pemerintahan yang baru terbentuk ini harus menghadapi sejumlah permasalahan yang harus segera diselesaikan, seperti menyusun pemerintahan, membentuk Komite Nasional sebagai pembantu presiden mengurus tawanan Jepang, menyelesaikan sejumlah konflik yang terjadi antara para pemuda dan rakyat, baik dengan tentara Jepang maupun dengan tentara Sekutu dan NICA yang sudah mulai berdatangan untuk menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang.

Bentrokan bersenjata terbesar antara para pemuda dan tentara Jepang terjadi di Semarang. Ribuan pemuda gugur dalam pertempuran yang berlangsung selama lima hari. September hingga memasuki awal November 1945, keadaan di Indonesia memang semakin rumit dan genting. Hal ini disebabkan masuknya tentara Sekutu ke kota-kota besar di Jawa.

Awalnya, kedatangan tentara Sekutu dalam kesatuan South East Asian Command (SEAC) di bawah pimpinan Laksamana Lord Louis Mountbatten, disabut biasa saja oleh bangsa Indonesia. Pasukan khusus dari SEAC yang ditugaskan untuk menerima penyerahan kekuasaan dari Jepang adalah Allied forces Netherlands Eas Indies. Pasukan khusus tersebut membawa serta orang-orang Belanda dalam kesatuan Netherlands Indies Civil Administration (NICA). Tujuan kedatangannya adalah untuk menegakkan kembali pemerintahan Hindia Belanda.

Rakyat Indonesia dengan cepat memberikan reaksi melalui pertempuran yang tercatat dalam sejarah, antara Oktober hingga Desember 1945 terjadi pertempuran di Medan, Palembang, Surabaya, dan Bandung. Pertempuran terbesar terjadi di Surabaya pada 10 November 1945. Ribuan nyawa melayang demi mempertahankan kemerdekaan. Untuk mengenang peristiwa tersebut, setiap 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan. Di Bandung, perjuangan rakyatnya kemudian dikenang sebagai peristiwa Bandung Lautan Api. Peran pemuda dalam periode mempertahankan kemerdekaan ini sangat besar. Mereka berjuang bersama dan mengangkat senjata demi kehormatan bangsa Indonesia.

Senin, 18 November 2024

Gerakan Pemuda Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang

Kegiatan pemuda Indonesia pada masa kependudukan Jepang secara umum terbagi dalam tiga hal, yaitu :

  1. gerakan organisasi pemuda yang bersifat militer dan semimiliter
  2. organisasi pemuda yang bergerak secara sembunyi-sembunyi atau yang lebih dikenal dengan gerakan bawah tanah, dan
  3. organisasi pemuda bentukan Jepang yang disiapkan menbantu Jepang menghadapi Perang Asia Timur Raya.
Pada 1943, organisas-organisasi militer dan semimiliter mulai dibentuk, diantaranya Keibodan, Heiho, Seinendan dan Peta, Giyugun di Sumatra, serta Fujinkai yang diperuntukkan khusus untuk perempuan. Dalam kelompok semimiliter dan militer ini, Jepang memilih para pemuda Indonesia dengan kategori usia 14-25 tahun. Selain diberi pendidikan militer, mereka juga dikenalkan dengan berbagai budaya dan tradisi Jepang. Seinendan yang merupakan sumber kekuatan pertahanan, diharapkan dapat bergerak di semua kegiatan. Mereka diberi latihan kemiliteran dan indoktrinasi budaya serta tradisi Jepang selama 1,5 tahun secara ebrsama-sama dengan aseluruh anggota Seinendan dari seluruh Pulau Jawa. Demikian pula dengan Keibodan yang dibentuk untuk membantu tugas-tugas kepolisian dan secara khusus diberikan latihan cara-cara menjaga keamanan, meliputi wilayah udara, pantai, dan laut.

Mereka dilatih untuk dapat melakukan penyelidikan terhadap isu-isu yang berkembang di masyarakat, mencari penjahat, dan mengawasi orang-orang yang tidak dikenal atau yang dicurigai pemerintah. Sama halnya dengan Seinendan, Keibodan juga mendapat latihan dasar-dasar kemiliteran secara umum dan intensif. Selain itu, ada Heiho yang diperuntukan bagi para pemuda yang berhasil menamatkan pelajaran di sekolah menengah. Mereka mempunyai tugas khusus, yaitu menjadi bagian dari kegiatan angkatan perang Jepang yang tersebar di semua wilayah kekuasaan Jepang sebagai pembantu prajurit Jepang. Adapun Pembela Tanah Air (Peta), dibentuk dengan tujuan khusus, yaitu bekal bagi  bangsa Indonesia ketika merdeka untuk dapat mempertahankan wilayahnya. Selain memperoleh pendidikan kemiliteran, anggota Peta juga diberi keterampilan memimpin pasukan dan strategi pertahanan. Tidaklah mengherankan tokoh-tokoh utama yang berasal dari tentara Peta banyak yang bergabung menjadi Tentara Nasional Indonesia.

Para pemuda yang bersikap nonkooperatif dan tidak menyukai fasisme Jepang, memilih melakukan gerakan bawah tanah. Umumnya gerakan ini dilakukan dan dimotori oleh para pemuda yang tinggal di asrama-asrama mahasiswa, seperti asrama Angkatan Baru Indoensia yang berlokasi di Jalan Menteng Raya 31, asrama mahasiswa di Jalan Prapatan 10, dan kelompok mahasiswa dari Jalan Bungur 56. Syahrir dan Amir Syarifuddin merupakan dua orang motor penggerak organisasi bawah tanah ini. Mereka memiliki idealisme yang kuat untuk tercapainya kemerdekaan yang harus direbut dengan tangan bangsa Indonesia sendiri. Sikap menolak kerja sama dengan pemerintah, membuat kelompok ini sering menemui konflik dengan penguasa Jepang.

Adapun organisasi-organisasi bentukan Jepang lainnya adalah Gerakan Tiga A (3A), Djawa Hokokai, Putera yang dipimpin oleh tokoh-tokoh, seperti Bung Karno, Bung Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K. H. Mas Mansyur. Mereka dikenal dengan nama 4 Serangkai yang bertugas melakukan mobilisasi umum, seperti pengarahan tenaga Romusha dan melakukan persiapan-persiapan penting bagi sebuah negara merdeka (Cuo Sangi In).

Kemerdekaan Indonesia akhirnya dapar diperoleh berkat perjuangan bangsa Indonesia. Sejak saat itu terjadi perubahan dalam tata negara, dari negara terjajah menjadi negara merdeka.

Minggu, 17 November 2024

Tokoh Pergerakan Kaum Muda dan Pemikirannya - Maria Walanda Maramis

Maria Walanda Maramis berasal dari manado yang lahir pada 1872 dan berasal dari keluarga yang cukup mapan. Pada 1878, kedua orang tuanya wafat karena wabah penyakit kolera. Setelah kedua orang tuanya meninggal, ia beserta saudara-saudaranya diasuh oleh paman dari pihak ibu yang juga merupakan keluarga terpandang di Maumbi. Ia dan kakak perempuannya, Ance, kemudian disekolahkan di Sekolah Melayu, Maumbi, dengan pelajaran utamanya membaca, menulis, berhitung, dan menyanyi.

Pada 1890, Maria kemudian menikah dengan Joseph Frederick Calesung dan dikaruniai tiga orang anak. Maria sebenarnya masih ingin melanjutkan sekolah ke Batavia, tetapi tidak diizinkan oleh pamannya. Suaminya adalah seorang guru bahasa Melayu dan mengajar di salah satu sekolah Belanda di Manado, sehingga setelah menikah Maria pindah lagi ke Manado.

Pada 1917, Maria mendirikan organisasi yang diberi nama Percintaan Ibu Kepada Anak Turunannya (PIKAT). Maria sangat mengagumi Kartini yang telah memberinya inspirasi untuk memperjuangkan nasib kaum perempuan agar memperoleh persamaan hak dengan laki-laki terutama dalam memperoleh pendidikan. Meskipun secara formal tidak lagi mendapat kesempatan untuk memperoleh pendidikan, Maria banyak belajar dari seorang pendeta bernama Jan Ten Hoeven. Pendeta inilah yang banyak mengajarkan pengetahuan kemasyarakatan, adat istiadat, dan tata cara Barat di samping hal-hal yang berhubungan dengan keagamaan. Maria banyak memperoleh pengetahuan mengenai suku bangsa di dunia dengan berbagai kehidupan, kebiasaan, dan adat istiadat yang dimilikinya.

sumber : www.ikpni.or.id

Maria berpendapat bahwa perempuan seharusnya diberi kesempatan untuk mengenyam pendidikan agar menjadi istri dan ibu yang baik bagi anak-anaknya. Dalam organisasi PIKAT, Maria merumuskan tiga tujuan utama, yaitu sebagai berikut.

  1. menyediakan wadah bagi perempian Munahasa agar saling mengenal dan bergaul
  2. membina dan mendidik kaum muda perempuan Minahasa sebagai calon ibu yang akan melahirkan generasi penerus bangsa
  3. membiasakan perempuan Minahasa untuk mengemukaan dan merumuskan pendapat, pandangan, serta pemikirannya secara bebas.
Maria juga memiliki kemampuan menulis. Ia membuat sejumlah artikel yang dimuat pada surat kabar lokal. Kemampuan menulis ini kemudian menjadi alat yang ampuh dalam mengembangkan program-program PIKAT. cita-citanya adalah menerbitkan majalah bagi perempuan dan mendirikan sekolah kerumahtanggaan. Sekolah ini akhirnya didirikan dengan syarat utama bagi siswi yang berminat harus sudah menamatkan Hollans Inlandsche School (HIS). Sekolah ini bukanlah sekolah keahlian, tetapi lebih berperan sebagai wadah untuk melatih para perempuan muda dalam mengelola rumah tangga dengan cara-cara yang modern. Sekolah ini kemudian memperoleh pengesahan dari pemerintah Belanda pada 19 Januari 1919.

Sabtu, 16 November 2024

Tokoh Pergerakan Kaum Muda dan Pemikirannya - Silas Papare

Silas Papare lahir di Serui, Papua, pada tanggal 18 Desember 1918. Ia berhasil menamatkan pendidikan di Sekolah Juru Rawat pada 1935. Pemikirannya ia curahkan bagi terbebasnya Indonesia dari kekuasaan Belanda serta membebaskan tanah kelahirannya, Irian Barat, dari kekuasaan Belanda. Ia juga tercatat aktif di percaturan politik dengan mendirikan sebuah partai.

Demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, di bawah bimbingan Harjono dan Suprapto, ia membentuk Komite Indonesia Merdeka (KIM) pada tanggal 29 September 1945. Komisi tersebut dimaksudkan untuk menghimpun kekuatan, mengatur strategi dan memulangkan para tawanan. Perjuangan ia lanjutkan pada Desember 1945, bersama Marthen Indey dan Cornelis Krey, untuk mempengaruhi Batalion Papua agar mau memberontak terhadap Belanda guna mewujudkan kemerdekaan di tanah kelahirannya. Namun, usaha tersebut terendus oleh pihak Belanda dan menemui jalan buntu meski sempat mendatangkan bantuan dari Rabaul (Papua Timur). Ia pun dipenjarakan di Holandia (Jayapura) bersama Marthen Indey.

Silas Papare terus mencoba untuk mengusik kekuasaan Belanda dengan mendirikan sebuah partai politik bernama Partai Kemerdekaan Irian pada 23 November 1946 di mana ia bertindak sebagai ketua umum. Pihak Belanda yang tak menyukai pendirian partai tersebut, kembali menangkap Silas Papare dan memenjarakannya di Biak.

sumber : www.papua.go.id

Setelah menghirup alam kebebasannya kembali, Konferensi Meja Bundar pada 1949 yang diproyeksikan sebagai penyelesaian konflik antara Indonesia dengan Belanda, melibatkan Silas Papare sebagai delegasi Republik Indonesia mewakili Partai Kemerdekaan Irian. Ia juga terlibat dalam pembentukan Kompi Irian di Markas Besar Angkatan Darat dengan tujuan mengembalikan Irian ke pangkuan Indonesia pada forum internasional tahun 1951. Pemerintah lalu membentuk Provinsi Irian Barat sebagai tandingan Pemerintah Belanda pada 1954. Titik terang baru nampak ketika perundingan di New York yang menghasilkan "New York Agreement" di mana Belanda setuju mengembalikan Irian ke pemerintah Republik Indonesia. Silas Papare ditunjuk pemerintah menjadi anggota delegasi Indonesia mewakili Irian Barat pada perundingan yang diselenggarakan pada 1962 tersebut.

Silas Papare memberikan andil besar bagi kembalinya Irian menjadi bagian integral Republik Indonesia. Ia menjadi pelopor bagi tumbuhnya cinta tanah air dan nasionalisme di Papua. Pemerintah membalas jasanya dengan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional pada 14 September 1993.

Jumat, 15 November 2024

Tokoh Pergerakan Kaum Muda dan Pemikirannya - Mohammad Natsir

Semangat Islam begitu mendarah daging dan mengilhami untuk membebaskan diri dari belenggu kolonialisme. Mohammad Natsir adalah seorang yang turut berkontribusi besar dalam percaturan politik Indonesia dalam mengapai kemerdekaan. Perkenalannya dengan A. Hasan, seorang pembaharu Islam, ketika bersekolah di Bandung, membawa Ntsir semakin mendalami pengetahuannya tentang Islam.

Mohammad Natsir menempuh pendidikan awalnya di Sekolah Kelas II di Maninjau pada 1916. Hanya berselang beberapa bulan, ia memutuskan untuk pindak ke sekolah swasta, Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Adabiyah di Padang. Keinginannya untuk mengenyam pendidikan di HIS milik pemerintah harus terbentur akibat ayahnya hanya seorang pegawai rendahan. namun, ketika pemerintah membuka HIS di Solok, ia diterima dan langsung duduk di kelas dua.

Pasca menamatkan pendidikannya di HIS, Natsir bersekolah di Meer Uitgebreid Lageree School (MULO) di Padang lewat jalur beasiswa. Pendidikan di MULO berhasil ia rapungkan pada 1927. Natsir kemudian meneruskan pendidikannya di Algemeene Middelbare School (AMS), mengambil jurusan sastra Barat klasik dan lulus tiga tahun berselang. Ia sempat menolak tawaran beasiswa di Recht Hogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) karena ingim memperdalam ajaran Islam.

Nafas pergerakan seorang Natsir diasah melalui berbagai organisasi. Ketika masih sekolah, ia masuk organisasi Natipij. Ia juga bergabung dengan Jong Islamieten Bond (JIB), bahkan menduduki jabatan sebagai wakil ketua pada 1929-1932 ketika ia di Bandung. Kegemilingannya di JIB membawanya mengemban jabatan sebagai ketua Kern-Lichaam (Badan Inti) JIB Pusat. Sementara itu, demi memajukan dunia pendidikan, terutama Islam, ia mendirikan sekolah sendiri bernama Pendidikan Islam.

Berawal dari keaktifannya di JIB, Natsir mulai merambah dunia politik dengan menjadi Ketua Parati Islam Indonesia (PII) Cabang Bandung. Ketika Jepang mulai menggantikan Belanda untuk menduduki Nusantara, Natsir memegang jabatan sebagai Kepala Jawatan Pengajaran Kotapraja Bandung dan menjadi Sekretaris Majelis Islam Ala Indonesia (MIAI). MIAI merupajan cikal bakal Majelis Syuro Mislimin Indonesia (Masyumi). Setelah Indonesia merdeka, Natsir memegang pucuk pimpinan partai tersebut pada 1948 sampai 1959.

Natsir dipecaya menjadi anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP) pada November 1945. Karir politiknya berlanjut dengan menduduki jabatan Menteri Penerangan pada tiga kabinet yang berbeda, yakni Kabinet Syahrir, Amir Syarifuddin, dan Hatta. Ia sempat dipenjarakan ketika Belanda berhasil menduduki Ibu Kota Yogyakarta, 19 Desember 1948.

Setelah tercapai kesepatakan antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Belanda melalui Konferensi Meja Bundar akhir 1949, sebagai konsekuensinya, Indonesia berbentuk negara serikat (Republik Indonesia Serikat) yang terdiri dari beberapa negara bagian, Natsir menolak konsep tersebut dengan mengajukan "Mosi Integral Natsir". Mosinya diterima oleh parlemen dan Indonesia kembali menjadi neagara kesatuan semenjak 17 Agustus 195.

Kembalinya Indonesia menjadi negara kesatuan ternyata menyebabkan beberapa konflik yang muncul dari daerah. Sebagai Perdana Menteri sejak 6 September 1950, Natsir harus menghadapi berbagai persoalan seperti separatisme yang dilancarkan oleh Andi Aziz, Republik Maluku Selatan, DI/TII; masalah otonomi di Aceh; serta mengembalikan laskar pejuang ke masyarakat. Kabinet yang dipimpinnya tak bertahan lama. Ia harus melepaskan jabatannya sejak April 1951 dan kembali memimpin fraksi Masyumi di Parlemen (1951-1958) serta Konstituante (1956-1958).

Tak hanya berkiprah di bidan gpolitik, latar belakang pendidikan agamanya yang kuat sejak kecil membawanya mendapat pengakuan dunia internasional. Pada 1976, ia diangkat sebagai Wakil Presiden Muktamar Alam Islami yang berpusat di Karachi, Pakistan serta menjadi anggota Liga Muslimin Dunia. Ia juga tercatat sebagai bagian dari Majelis Ta'sisi rabithah Alam Islami pada 1972. Tak lama ia diganjar penghargaan "Faisal Award" dari Kerajaan Arab Saudi.

Setelah tak aktif di bidang politik praktis, Natsir masih menyumbangkan perannya bagi pemerintah Indonesia. Ia turut membantu pemerintah dalam pemulihan hubungan dengan beberapa negara seperti Malaysia, Jepang, dan negara-negara Timur Tengah.

Natsir menghembuskan nafas terakhirnya pada 7 februari 1993. Namun, jejak jasanya bagi Indonesia begitu terasa. Tak hanya memajukan dunia keislaman Indonesia yang mampu melancarkan agitasi terhadap pendudukan asing, tetapi ia mampu menumbuhkan sikap cinta tanah air serta menjada Indonesia tetap bersatu. Sebagai bentuk apresiasi, Pemerintah Indonesia mengganjarnya gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 041/TK/Tahun 2008 tanggal 6 November 2008.

Kamis, 14 November 2024

Tokoh Pergerakan Kaum Muda dan Pemikirannya - Mohammad Yamin

Lahir di sebuah desa kecil bernama Talawi, dekat Sawahlunto, Sumatra Barat, 23 Agustus 1903, Mohammad Yamin adalah anak ketiga dari lima bersaudara. Usman, ayahnya bekerja di perkebunan kopi milik sebuah perusahaan Belanda sebagai seorang pengawas. Kelak, saat dewasa, ia berperan besar bagi tumbuhnya identitas kebangsaan Indonesia.

Hasrat kemajuan sudah tertanam di pikiran Yamin sejak kecil. Merasa tak mendapatkan pengetahuan bahasa Belanda saat belajar di Sekolah Kelas II Bumiputra, ia memilih berpindah ke Hollandsch-Inlandsche School (HIS). Ia lalu meneruskan pendidikannya ke Sekolah Guru di Bukittinggi. Ketertarikannya kepada sejarah, sastra, kebudayaan, maupun politik membawanya ke AMS (Algemeene Middelbare School) Yogyakarta, setelah sebelumnya tak betah ketika belajar di Sekolah Dokter Hewan dan Pertanian di Bogor. Pendidikan tinggi ia tamatkan di RHS Hoge School, Perguruan Tinggi Hukum yang memberikan gelar Mr. (Meester in de rechten [Sarjana Humum]) kepadanya pada 1932.

Kegemarannya membaca dan menulis membuat pengetahuannya kian terasah. Ia memiliki koleksi buku melebihi 20.000 buah. Tercatat, ia menerbitkan beberapa karya seperi Ken Arok dan Ken Dedes (1934), Gajahmada (1948), Diponegoro (1945), Tan Malaka (1946), dan Sapta Darma (1950). Lewat karyanya, ia memberi semangat kepada bangsa Indonesia untuk maju dan mencintai kebudayaannya demi kemerdekaan. 

Mohammad Yamin turut menyumbangkan perannya bagi pergerakan pemuda. Saat masih bersekolah di Sumatra Barat, ia menjadi pemimpin Jong Sumatranen Bond. Pada perayaan organisasi tersebut yang ke-5 di Jakarta, pada 1923, ia menyampaikan pidato berintikan bahwa bahasa Melayu akan menjadi bahasa kebangsaan. Pemikiran mengenati pentingnya bahasa kebangsaan kembali ia utarakan saat berlangsungnya Kongres Pemuda I yang di selenggarakan pada 30 April - 2 Mei 1926, di Jakarta. Ia menutup pidatonya dengan "Sejarah kini ialah, menuju nasionalisme yang dalam dan luas, ke arah kemerdekaan dan tujuan yang lebih tinggi, agar Indonesia dapar mempersembahkan kepada dunia hadiah yang lebih berharga dan lebih indah selaras dengan kebangsaan kita". Gagasan Yamin akhirnya mengilhami para pemuda saat berlangsungnya Kongres Pemuda II, 27-28 Oktober 1928 dengan mengikrarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.

Dalam pidatonya pada Kongres Pemuda II, Yamin mengajak para pemuda untuk menumbuhkan nasionalisme Indonesia. Kecintaan kepada sebuah negara yang didasari keluruhan bangsa dan tanah air dengan sepenuh hati. Yamin mengatakan bahwa cita-cita kemerdekaan bukanlah hanya sebatas harapan yang tak akan diraih, tetapi kerja keras adalah jalan untuk mencapai tujuan tersebut.

Partai politik menjadi wadah Yamin guna menyalurkan aspirasi politiknya. Ia sempat bergabung dengan Partai Partindo dan Gerindo, sebelum akhirnya mendirikan Parpindo (Partai Persatuan Indonesia) pada 1939. Yamin beberapa kali menduduki jabatan penting di pemerintahan. Perselisihannya dengan Gerindo malah membawanya menduduki jabatan sebagai anggota volksraad (Dewan Rakyat era kolonialisme Belanda) karena dicalonkan oleh kelompok Minangkabau pada periode 1938-1942. Ketika Jepang mengambil alih kekuasaan Belanda atas Nusantara, ia dipercaya menjabat sebagai penasihat (Sanyo) pada Departemen Propaganda (Sendebu). Menjelang masa akhir kependudukan Jepang, Yamin terlibat dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbi Cosakai). Ketika cita-cita kemerdekaan semakin mendekai kenyataan, ia bergabung dengan Panitia Sembilan menyusun Piagam Jakarta yang nantinya disebut Pancasila, ideologi negara Indonesia.

Kebebasan dari penjajah akhirnya dapat diraih setelah Sukarno memproklamasikan kemerdekaan yang menandai berdirinya Indonesia. Namun, Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia dan melancarkan serangan militer di beberapa daerah. Revolusi fisik menjadi usaha Indonesia untuk mempertahankan diri, di samping menempuh usaha jalur diplomasi. Sebagai seorang birokrat, Yamin terlibat menjadi Penasihat Delegasi Indonesia dalam usahanya menyelesaikan konflik dengan Belanda lewat Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1949. Kesepakatan akhirnya dicapai oleh kedua belah pihak yang sedang berseteru.

Pascarevolusi, Yamin kembali dipercaya menduduki beberapa jabatan di pemerintahan. Menteri Kehakiman (1951), Menteri Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan (1953-1955), dan Ketua Dewan Perancang Nasional (1962) adalah sederet jabatan yang pernah diemban oleh Yamin. Kontribusi Yamin bagi Indonesia begitu nyata. Selain mampu menumbuhkan semangat nasionalisme, ia menanamkan semangat kemajuan bagi kaum muda untuk mencapai keberhasilannya.

Rabu, 13 November 2024

Tokoh Penggerak Kaum Muda dan Pemikirannya - Tan Malaka

Tan Malaka memiliki peran penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Namun, namanya hampir tidak pernah disebut dalam buku pelajaran sejarah, apalagi ketika rezim Orde Baru berkuasa. Hal ini karena ideologi Tan Malaka adalah aliran marxisme. Setelah peristiwa Gerakan 30 September 1965, tokoh ini dilarang untuk diketahui apalagi dipelajari di ranah pendidikan. 

Tan Malaka lahir pada 2 Juni 1897 di Desa Suliki, Pandam Gadang, Sumatera Barat, dari keluarga terpandang dengan nama asli Ibrahim. Pendidikan dasarnya dimulai ketika ia memasuki Sekolah Latihan Guru (Kweekschool) di Bukittinggi. Tan Malaka merupakan siswa yang cerdas di sekolahnya. Kecerdasan yang dimilikinya menarik perhatian salah seorang gurunya yang bernama G.H. Horensma yang berkebangsaan Belanda. Ia kemudian mencarikan dana beasiswa agar Tan Malaka dapat bersekolah guru di Haarlem Belanda. Haarlem merupakan sebuah kota kecil yang nyaris mengalami kebangkrutan karena ditinggalkan oleh ratusan pabrik bir yang gulung tikar. Di tempat ini, Tan Malaka mulai berkenalan dengan sosialisme dan Marxisme. 

Marxisme merupakan ideologi yang berasal dari Karl Mark. Dalam ajarannya, Karl Marx menggariskan bahwa penindasan yang terjadi dalam sebuah masyarakat berakar dari ulah para kapitalis atau para pemilik modal. Dalam mencari keuntungan, para kapitalis ini tidak ragu-ragu untuk melakukan eksploitasi dari hasil kerja para buruh. Mereka akan memberikan upah yang rendah atau mengikat para buruh ini dengan utang yang diperlukan untuk menutup kebutuhan hidup sehari-hari.

Pada 1919, setelah kembali dari pendidikannya di Belanda, Tan Malaka berkesempatan menjadi guru pada Maskapai Sanembah di Tanjung Morawa, Deli, Sumatra Timur, untuk mengajar anak-anak para buruh dan kuli yang bekerja di maskapai tersebut. Selama menjadi guru, Tan Malakan selalu melakukan pengamatan terhadap nasib para buruh yang ternyata berada dalam kondisi yang sangat menyedihkan. Upah yang kecil, bekerja antara 8-12 jam sehari, dan diberi tempat tinggal yang tidak layak huni. Dari pengamatannya inilah ideologi Marxisme semakin lekat di hati dan mendominasi pikiran, kepribadian, serta tindakan Tan Malaka.

Pada 1921, Tan Malaka pergi ke Jawa dan bertemu dengan tokoh-tokoh Sarekat Islam. Tan Malaka juga dekat dengan ide-ide Pan-islamisme (persatuan Islam dunia) yang membuat dirinya dianggap sebagai tokoh yang kontroversial oleh rekan-rekannya dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Menurutnya, antara komunisme dan Islam seharunya tidak boleh terjadi perpecahan. Hal ini dikemukakan Tan Malaka ketika SI pecah menjadi dua aliran, yaitu SI Putih yang tetap bertahan sebagai organisasi berlandaskan nilai-nilai keislaman, dan SI Merah yang berdasarkan komunisme. 

Tan Malaka kemudian diangkat menjadi ketua PKI dalam usianya yang ke-25 saat itu. Menurut para pendiri PKI yang lebih senior ketika itu, seperti Semaun dan Darsono, hal ini dianggap sebagai posisi yang terlalu cepat diraih Tan Malaka. Di bawah kepemimpinan Tan Malaka, PKI mengobarkan semangat antikapitalisme dan memperjuangkan nasib rakyat yang tertindas. Akibatnya, terjadi aksi-aksi mogok kerja di berbagai maskapai atau perusahaan Belanda yang mempekerjakan banyak buruh pribumi. Pemerintah Belanda tidak tinggal diam, ribuan buruh kemudian ditangkap dan dibuang ke Boven Digul. 

Tan Malaka pun tidak luput dari penangkapan, tetapi ia diminta kepala pemerintah kolonial Belanda untuk dibuang ke negeri Belanda saja. Semua ongkos pembuangan akan ditanggung oleh Tan Malaka sendiri. Dari Belanda, ia kemudian pergi e Berlin (Jerman) dan selanjutnya ke Moskow (Uni Soviet) untuk mengikuti Kongres Komintern (Komunis Internasional) sebagai utusan dari PKI. Nama-nama seperti Vladimir Lenin, Joseph Stalin, dan Leon Trotsky bagi aktivis komunis pada 1920-1n bukan nama-nama biasa. Mereka dianggap sebaga tokoh yang paling berpengaruh bagi gerakan kaum revolusioner dunia. Tan Malaka tentu sangat beruntung ketika dapat bertemu dengan mereka. Dalam kongres tersebut, Tan Malaka mendapat kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya dengan berpidato. Melalui pdato yang disampaikan dalam bahasa Jerman yang tidak terlalu lancar, Tan Malaka mengatakan bahwa dalam pemikirannya masih diperlukan persatuan antara kekuatan Islam (Pan-islamisme) dan gerakan komunisme. Menurutnya, hal ini merupakan alat yang paling cocok untuk membebaskan rakyat dari ketertindasan. Meskipun tidak mendapat tanggapan yang serius dalam kongres Komintern tersebut, Tan Malaka kemudian diberi tugas untuk mengembangkan organisasi-organisasi komunis di Asia. Tugas inilah yang sempat membawanya ke Tiongkok bertemu dengan Dr. Sun Yat Sen.

Ketika PKI melakukan pemberontakan terhadap pemerintah kolonial Belanda pada 1926, Tan Malaka menyetujui tindakan tersebut. Akibat sikapnya ini, ia dianggap telah mengkhianati perjuangan partai. Pada saat pemberontakan terjadi Tan Malaka tengan berada di Manila, Filipina. Selah itu pada 1927, Tan Malaka mendirikan Partai Republik Indonesia (Pari) di Bangkok, Thailand. Meskipun bukan merupakan partai massa, organisasi ini hidup selama sepuluh tahun. Selama hidupnya, Tan Malaka banyak menulis buku diantaranya Materialisme, Dialektika, Logika (Madilog) dan Gerilya, Politik, dan Ekonomi (Gerpolek). Salah satu bukunya yang berjudul Menuju Republik Indonesia, yang ditulis pada tahun 1925, banyak dibaca oleh para pemimpin pergerakan pada masa itu. Tan Malaka memang bukan tokoh yang selalu tampil ke depan, tetapi lebih seperti legenda di belakang layar. Namun demikian, ia adalah tokoh yang memiliki sikap konsisten dalam berpolitik. Dalam Madilog, ia menuliskan tentang pentingnya ilmu pengetahuan untuk membangun masyarakat dan menganjurkan tentang kemandirian bangsa. 

Di seputar proklamasi, Tan Malaka mencatatkan peran yang penting dalam memobilisasi para pemuda ke rapat raksasa di Lapangan Ikada (kini kawasan Monas) pada 19 September 1945. Inilah rapat yang menunjukkan dukungan massa pertama setelah pelaksanaan proklamasi kemerdekaan. Namun sejak 1946, Tan Malaka bersikap bersebrangan dengan pemerintahan yang baru ini. Ia menentang diplomasi yang dianggap sangat merugikan Indonesia. Ia menyuarakan dengan keras bahwa perundingan baru dilakukan apabila Belanda telah mengaki kemerdekaan Indoenesia 100%. Meskipun tumbuh sebagai tokoh yang melanglang buana berjuang untuk bangsa dengan ideologi yang dipahaminya, hidup Tan Malaka pun berakhir di ujung senapan tentara Republik Indonesia saat perang gerilya pada 1949.

Selasa, 12 November 2024

Tokoh Penggerak Kaum Muda dan Pemikirannya - Haji Samanhudi

Haji Samanhudi adalah salah satu tokoh pergerakan Islam modern, khususnya di bidang perdagangan. Seluruh potensi yang ia miliki digunakan untuk memperjuangkan kondisi ekonomi rakyat yang terjajah. Dapat dikatakan Haji Samanhudi adalah seorang pemikir ekonomi kerakyatan di Solo pada 1878, di desa Sodokan Laweyan, dengan nama kecil Supardi Wiryowikoro. Ayahnya adalah seorang pedagang batik yang namanya cukup terkenal di kota itu, yaitu Haji Muhammad Zein.

Pendidikan formal pertamanya ditempuh ketika Samanhudi menjadi siswa di Sekolah Dasar Bumi Putra (Eerste Inlandsche School) dengan lama pendidikan 6 tahun. Samanhudi tidak melanjutkan ke pendidikan formal yang lebih tinggi dan memilih untuk berdagang batik seperti ayahnya. Berkat ketekunannya, pada 1888 ia berhasil mendirikan usaha sendiri. Melalui bakat berdagang dari ayahnya, dalam waktu singkat ia telah mampu mengembangkan usaha ke kota-kota lainnya, seperti Surabaya, Banyuwangi, Tulungagung, dan Purwokerto. Seiring dengan perkembangan usaha perdagangannya, Samanhudi melihat para pedagang prbumi ternyata tidak memiliki daya saing yang kuat dengan para pesaingnya sesama pedagang batik dari etnis Tionghoa. Samanhudi pun mulai menyadari diperlukannya sebuah wadah organisasi untuk mempersatukan para pedagang pribumi.

Ketika Boedi Oetomo berdiri pada 1908, dengan para anggotanya yang berasal dari etnis Jawa dan terpelajar, hal ini pun memberikan inspirasi kepadanya untuk mendirikan organisasi yang anggotanya berasal dari kalangan pedagang muslim. Pada 1911 berdirilah sebuah organisasi yang diberi nama Sarekat dagang Islam (SDI) di Kota Solo. Organisasi ini dengan cepat menarik perhatian para pedagang pribumi, tidak hanya di Kota Solo, tetapi juga dari kota-kota lainnya. Sebagai ketua, Samanhudi kemudian mulai menyampaikan ide-idenya, diantaranya memperkuat sektor perekonomian. Namun demikian, Samanhudi menjadikan SDI sebagai organisasi yang bergerak di bidang ekonomi yang taat asas dan mengikuti semua peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial. Hal ini membuat keberadaan organisasi ini diakui secara legal.

Hal tersebut menjadi SDI potensial untuk berkembang menjadi organisasi yang dapat bergerak lebih luas ke bidang politik. Mempertimbangkan hal ini, para pengurus SDI mengubah nama organisasi menjadi Sarekat Islam (SI), dengan mengembangkan aktivitas yang lebih luas, terutama ke bidang politik. Pada 1914, kepemimpinan SI dialihkan kepada H.O.S Tjokroaminoto, dengan beberapa pertimbangan. Tokoh ini adalah pribadi yang kharismatik, berpendidikan tinggi, berpengalaman luas, dan yang lebih penting, dapat diandalkan untuk memimpin SI. Pemikiran ini tidak luput dari pemikiran Samanhudi yang tajam melihat ke masa yang akan datang. Samanhudi sangat memahami dan percaya bahwa kekuatan ekonomi dan kecerdasan bangsa sangat diperlukan dalam perjuangan selanjutnya.

Senin, 11 November 2024

Tokoh Penggerak Kaum Muda dan Pemikirannya - Soetomo

Nama dokter lulusan STOVIA ini memang tidak dapat dipisahkan dari organisasi sosial budaya yang berdiri pada 20 Mei 1908 dengan nama Boedi Oetomo. Sebelum mendirikan organisasi ini, Soetomo sempat bekerja sebagai dokter di beberapa kota, seperti di Lubuk  Pakam, Malang, Kepanjen, Blora, dan Magetan.

Pada 1919, Soetomo memperoleh beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya di negeri Belanda. Di sana, ia turut aktif berkegiatan di Perhimpunan Indonesia. Ketika pulang ke Indonesia pada 1923, ia diangkat menjadi dokter di RSU Surabaya. Kesibukannya sebagai dokter tidak menghalangi minatnya untuk tetap membina pemuda dalam wadah organisasi. Ia mendirikan sebuah Studie Club yang menjadi wadah dalam mempersatukan sebuah pelajar untuk mengembangkan wawasan tentang sebuah gerakan kebangsaan yang lebih luas. Meskipun demikian, strategi yang diterapkannya masih kooperatis dan meletakkan masalah pendidikan sebagai dasar perjuangan organisasi bukan gerakan politik.

Soetomo kemudian mengarahkan organisasi ini dengan memberikan pendidikan kepada rakyat, terutama kepada para buruh dan petani. Ia memberikan saran, terutama kepada para buruh, agar mereka dapat membentuk organisasi yang mandiri, tidak berafiliasi dengan partai politik yang ada maupun dengan organisasi keagamaan. Hal ini dimaksudkan agar mereka lebih dapat berkonsentrasi untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. 

Soetomo juga memandang bahwa petani merupakan salah satu unsur penting yang harus dibina, mengingat wilayah Hindia Belanda merupakan negara pertanian (agraris) dan sebagian besar rakyatnya adalah petani. Berbagai kebijakan pemerintah kolonial telah mengakibatkan mereka kehilangan tanah garapan sehingga mereka harus bekerja sebagai buruh di perkebunan-perkebunan milik Belanda. Kegiatan Studie Club telah banyak memberikan bantuan kepada para petani, misalnya mendirikan organisasi perdagangan hasil bumi atau mendirikan koperasi dan berupaya keras untuk dapat memberantas lintah darat. 

Menurut pemikirannya, perjuangan politik tidak dapat dijalankan selama rakyat yang hidup di desa-desa masih dilanda kesengsaraan, kemiskinan, dan kebodohan. Perjuangan pergerakan politik hanya sapat berjalan jika rakyat dapat memberdayakan dirinya secara ekonomi.

Minggu, 10 November 2024

Gerakan Kepanduan

Gerakan kaum muda lainnya adalah gerakan kepansuan (sekarang dikenal dengan Pramuka), sebuah wadah organisasi yang jauh lebih tertata. Gerakan ini semula dipelopori oleh orang Belanda bernama Baden Powell. Kegiatan kepanduan pertama didirikan di Jakarta pada 1912 dengan mana Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO).

Awalnya, organisasi kepanduan ini hanya diperuntukkan bagi orang kulit putih, kemudian diganti menjadi Nederlands Indische Padivinders Vereeniging (NIPV). Keanggotaannya pun meluas dan terbuka untuk pemuda Indonesia. Sejak saat itu, gerakan kepanduan ini berkembang dengan pesat.

Organisasi ini memberikan banyak latihan keterampilan dan kepemimpinan sehingga banyak disukai oleh kaum muda. Meskipun gerakan ini memiliki asas yang berbeda-beda, seperti asas keagamaan dan kedaerahan, ada satu titik temu yang penting, yaitu nasionalisme Indonesia. Gerakan kepanduan inilah yang menjadi cikal bakal gerakan Pramuka yang ada sekarang.

Pada periode kebangkitan nasional, kalangan perempuan turut menyumbangkan tenaga dan pikiran dalam memperluas dan memperkuat perasaan kebangsaan. Awalnya, kegiatan para perempuan muda ini hanya bersifat sosial dan umumnya menjadi bagian dari organisasi lokal kedaerahan atau keagamaan. Organisasi perempuan pertama yang terbentuk di Indonesia pada 1912 adalah Putri Mardika, bagian dari organisasi Boedi Oetomo. Setelah itu, muncul Kartini Fonds (Dana Kartini) yang diprakarsai oleh Nyonya van Deventer, berhasil mendirikan Sekolah Kartini di beberapa tempat di Indonesia, seperti Batavia (Jakarta), bgor, Semarang, Malang, dan Surabaya. Di Tasikmalaya, terbentuk organisasi perempuan lain yang diberi nama Keutamaan Istri (1913), kemudian di Sumatera Barat, berdiri Kerajinan Amai Setia (KAS) pada 1914. Organisasi-organisasi perempuan dengan cepat berkembang di seluruh Indonesia dan dipimpin oleh para perempuan yang terpelajar. Para perempuan terpelajar ini sempat memperoleh pendidikan di sekolah-sekolah yang didirikan Belanda. Organisasi perempuan ini pun sempat melaksanakan kongres pada 25-28 Desember 1928 di Yogyakarta dan Jakarta pada 1929.