Sejarawan Belanda Van Heine mengatakan bahwa sejak 200 SM yang bersamaan dengan zaman Neolitikum sampai dengan tahun 500 SM yang bersamaan dengan zaman perunggu mengalirkan gelombang perpindahan penduduk dari Asia ke pulau-pulau sebelah selatan daratan Asia ke Indonesia. Sekitar tahun 1500 SM, mereka terdesak dari Campa kemudian pindah ke Kampuchea dan melanjutkan perjalanan ke Semenanjung Malaka. Sementara itu, bangsa lainnya msuk ke pulau-pulau di sebelah selatan Asia tersebut, yakni Austronesia (austro artinya selatan, nesos artinya pulau). Bangsa yang mendiami daerah Austronesia disebut bangsa Austronesia. Bangsa Austronesia mendiami daerah sangat luas, meliputi pulau-pulau yang membentang dari Madagaskar (sebelah barat) sampai Pulau Paskah (sebelah timur) dan Taiwan (sebelah utara) sampai Selandia bAru (sebelah selatan).
Pendapat Van Heine Gelden ini diperkuat dengan penemuan peralatan manusia purba berupa beliung batu berbentuk persegi di Sumatra, jawa, Kalimantan, dan Sulawesi di bagian barat. Beliung seperti itu juga banyak ditemukan di Asia, yakni di Malaysia, Birma (Myanmar), Vietnam, Kampuchea, dan terutama di daerah Yunan (daerah Cina Selatan).
Perpundahan penduduk pada gelombang kedua terjadi sekitar 500 SM bersamaan dengan saman perunggu. Perpindahan ini membawa kebudayaan perunggu, yakni kapak sepatu dan nekara atau genderang yang berasal dari daerah Dongson sehingga disebut kebudayaan Dongson. Pendukung kebudayaan Dongson adalah orang-orang Austronesia yang tinggal di Benua Asia dan Australia. Nenek moyang bangsa Indonesia meninggalkan daerah Yunan di sekitar hulu Sungai Salween dan Sungai Mekong yang tanahnya subur sehingga mereka pandai bercocok tanam, berlayar, dan berdagang.
Dalam perkembangan selanjutnya, brbagai suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia kemudian membentuk komunitas sendiri-sendiri sehingga mereka mendapat sebutan tersendiri. Mereka datang di Nusantara menggunakan alat transportasi, yaitu perahu brecadik. Mereka berlayar secara berkelompok tanpa mengenal rasa takut dan selanjutnya menempati berbagai kepulaudan di Nusantara. hal ini memperjelas bahwa nenek moyang bangsa Indonesia adaah pelaut-pelaut ulung yang memiliki jiwa kelautan yang kuat. Mereka memiliki kepandaian dalam berlayar, navigasi, serta ilmu perbintangan yang penuh. Selain itu, mereka menemukan model perahu bercadik yang meruakan perahu kuat dan mampu menghadapi gelombnag serta sebagai ciri khas kapal bangsa Indonesia.
Orang-orang Austronesia yang memasuki wilayah Nusantara dan kemudian menetap di Nusantara tersebut mendapat sebutan bangsa Melayu. Austronesia atau bangsa Melayu Indonesia. Mereka yang masuk ke daerah Aceh menjadi suku Aceh, yang masuk ke daerah Kalimantan menjadi suku dayak, yang ke Jawa Barat menjadi suku Sunda, yang masuk ke Sulawesi disebu suku Bugis dan Tanah Toraja, dan mereka yang masuk ke Jmabi disebut suku Kubu (Lubu).
Bangsa Melayu dapat dibedakan menjadi dua, yakni bangsa Melayu Tua dan Melayu Muda.
1. Bangsa Melayu Tua (Proto Melayu)
Bangsa Melayu Tua adalah orang-orang Austronesia dari Asia (Yuanan) yang pertama kali ke Nusantara pada sekitar 1500 SM. Mereka datang ke Nusantara melaui dua jalan.
- Jalan barat dari Yunan (Cina Selatan) melalui Selat Malaka (Malaysia) masuk ke Sumatra masuk ke Jawa. Mereka membawa alat berupa kapak persegi.
- Jalan utara (timur) dari Yunan melalui Formosa (Taiwan) masuk ke Filipina kemudian ke Sulawesi kemudian masuk ke Irian. Mereka membawa alat kapak lonjong.
Bangsa Melayu Tua ini memiliki kebudayaan batu sebab alat-alatnya terbuat dari batu yang sudah maju, yakni sudah dihaluskan, berbeda dengan manusia purba yang alarnya masih kasar dan sederhana. Hasil budaya mereka dikenal dengan kapak persegi yang banyak ditemukan di Indonesia, seperti Sumatra, Jawa, Bali, dan Kalimantan. Adapun kapak lonjong banyak digunakan mereka yang melalui jalan utara, yakni Sulawesi dan Irian. Menurut penelitian Von Heekern, di Kalumpang, Sulawesi Utara telah terjadi perpaduan antara tradisi kapak presegi dan kapak lonjong yang dibawa orang Australia datang dari arah utara Indonesia melaui Formosa (Taiwan), Filipina, dan Sulawesi.
2. Bangsa Melayu Muda (Deutro Melayu)
Bangsa Melayu Muda yang disebut juga Deutro Melayu datang dari daereah Yunan (Cina Selatan) sekitar 500 SM. Emreka masuk ke Nusantara melaui jalan barat saja. Bangsa Melayu Muda berhasil mendesak dan bercampur dengan bangsa Proto Melayu. Bangsa Deutro Melayu masuk melalui Teluk Tonkin (Yunan) ke Viwtnam, lalu ke Semenanjung Malaka, terus ke Sumatra, dan akhirnya masuk ke Jawa.
Bangsa Deutro Melayu memiliki kebudayaan yang lebih maju dibandingkan dengan Proto Melayu. Mereka sudah membuat barang-barang dari perunggu dan besi. Hasil budayanya yang terkenal adalah kapak corong, kapak sepatu, dan nekara. Selain kebudayaan logam, bangsa Deutro Melayu juga mengembangkan kebudayaan Megalitikum, yaitu kebudayaan yang menghasilkan bangunan yang terbuat dari batu besar. hasil-hasil kebudayaan megalitikum, misalnya menhir (tugu batu), dolmen (meja batu), sarkofagus (keranda mayat), kubur batu, dan punden berundak Suku bangsa Indonesia yang termasuk keturunan Melayu Muda Deutro Melayu) adalah suku Jawa, Melayu, dan Bugis.
Sebelum kelopok bangsa Melayu memasuki Nusantara, sebenarnya telah ada kelompok-kelompok manusia yang lebih dahulu tinggal di wilayah tersebut. Mereka termasuk bangsa primitif dengan budayanya yang masih sangat sederhana. Mereka yang termasuk bangsa primitif adalah sebagai berikut:
1. Manusia Pleistosen (purba)
Kehidupan manusi apurba ini selau brepindah tempat dengan kemampuan yang sangat terbatas. Demikian pula kebudayaannya sehingga corak kehidupan manusia purba ini tidak dapat diikuti kembali, kecuali beberapa aspek saja. Misalnya, teknologinya yang masih sangat sederhana (teknologi paleolitik).
2. Suku Wedoid
Sisa-sisa suku Wedoid sampai sekarang masih ada, misalnya suku Sakai di Siak serta suku Kubu di perbatasan Jambi dan Palembang. Mereka hidup dari meramu (mengumpulkan hasil hutan) dan berkebudayaan sederhana. Mereka juga sulit sekali menyesuaikan diri dengan masyarakat modern.
3. Suku Negroid
Di Indonesia sudah tidak terdapat lagi sisa-sisa kehidupan suku Negroid. Akan tetapi di pedalaman Malaysia dan Filipina keturunan suku Negroid masih ada. Suku yang termasuk ras Negroid, misalnya suku Semang di Semenanjung Malaysia dan suku Negrito di Filipina. Merek akhirnya terdesak oleh orang-orang Melayu Modern sehingga ganya menempati daerah pedalaman terisolir.
0 Comments:
Posting Komentar