Senin, 30 September 2019

Pengaruh Perkembangan Budaya bascon-Hoabinh dengan Perkembangan Masyarakat Awal di Kepulauan Indonesia

1 Kebudayaan Bascon-Hoabinch
Di Pegunungan Bascon dan di Provinsi Hoabinh dekat hanoi, Vietnam, oleh peneliti Maleleine Colani ditemukan sejumlah besar alat yang kemudian dikenal dengan kebudayaan Bascon-Hoabinh. Jenis alat serupa ditemukan di Thailans, Semenanjung Melayu, dan Sumatra. Peninggalan-peninggalan di Sumatra berupa bukit-bukit kerang yang dinamakan kjokkenmoddinger (sampah dapur) yang memanjang dari Sumatra Utara sampai Aceh.

Ciri dari kebudayaan Bascon-Hoabinh adalah penyerpihan pada satu atau dua sisi permukaan batu kali yang berukuran satu kepalan dan bagian tepinya sangat tajam, Hasil penyerpihanny amenunjukkan berbagai bentuk, seperti lonjong,segi sempat, dan ada yang bentuknya berpinggang. Di wilayah Indonesia, alat-alat batu kebudayaan Bascon-Hoabinh ditemukan di Papua, Sumatra, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Penyebaran kebudayaan Bascon-Hoabinh bersamaan dengan perpindahan ras Papua Melanesoid ke Indonesia melalui jalan barat dan jalan timur (utara). Mereka datang di Nusantara dengan prahu bercadik dan tinggal di pantai timur Sumatra dan Jawa namun mereka terdesak oleh ras Melayu yang datang kemudian. Akhirnya, mereka menyingkir ke wilayah Indonesia Timur dan dikenal sebagai ras Papua yang pada masa itu sedang berlangsung buadaya Mesolitikum sehingga pendukung budaya Mesolitikum adalah Papua Melanesoid. Ras papua ini hidup dan tinggal di gua-gua (abris sous roche) dan meninggalkan bukit-bukit kerang atau sampah dapur (kjokkenmoddinger). Ras papua Melanesoid sampai di Nusantara pada zaman Holosen. Saat itu keadaan bumi kita sudah layak dihuni sehinnga menjadi tempat yang nyaman bagi kehidupan manusia.

Penyelidikan kjokkenmoddinger dilakukan oleh Dr. P. V. Van Stein Callenfels tahun 1925. Juga banyak ditemukan kapak genggam yang kemudian dinamakan kapak Sumatra, terbuat dari batu kali yang dibelah, sisi luarnya tidak dihaluskan, dan sisi dalamnya dikerjakan sesuai dengan keperluan. Jenis lain adalah kapak pendek (hache courte), bentuknya setengah lingkaran, bagian tajamnya pada sisi lengkung. Ditemukan pula batu penggiling makanan atau cat merah, ujung mata panah, flakes, dan kapak Proto Neolitikum.

Ras Papua Melanoseoid hidup masih setengah menetap, berburu, dan berococok tanam sederhana. Mereka hidup di gua dan ada yang dibukit sampah. Manusia yang hidup di zaman budaya Mesolitikum sudah mengenal kesenian, seperti lukisan mirip babi hutan yang ditemukan di Gua Leang-Leang (Sulawesi). Lukisan tersebut memuat gambar binatang dan cap telapak tangan.

Mayat dikubur didalam gua atau bukit kerang dengan sikap jongkok, beberapa bagian mayat diolesi dengan cat merah. Merah adalah warna darah tanda hidup. Mayat diolesi warna merah dengan maksud agar mengembalikan kehidupannya sehingga dapat berdialog. Kecuali alat batu, juga ditemukan sisa-sisa tulang dan gigi-gigi binatang seperti gajah, badak, beruang, dan rusa. Jadi, selain mengumpulkan binatang kerang, mereka pun memburu binatang-binatang besar.

Di saerah Sumatra alat-alat batu jenis kebudayaan Bascon-Hoabinch ditemukan di Lhokseumawe dan Medan. Di Pulau Jawa, alat kebudayaan yang sejenis kebudayaan Bascon-Hoabinh ditemukan didaereah sekitar Bengawan Solo, yakni bersamaan waktu penggalian fosil manusia purba. Peralatan yang ditemukan dibuat dengan cara sederhana, belum diserpih dan belum diasah. alat tersebut diperkirakan dipergunakan oleh Pithecanthropus erectus di Trinil, Jawa Timur.


0 Comments:

Posting Komentar