Sekolah Dasar

Di halaman ini kamu akan mendapatkan banyak materi Sekolah Dasar

Sekolah Menengah Pertama

Di halaman ini kamu akan mendapatkan banyak materi Sekolah Menengah Pertama

Sekolah Menengah Atas

Di halaman ini kamu akan mendapatkan banyak materi Sekolah Menengah Atas

Materi Umum

Di halaman ini kamu akan mendapatkan banyak Pengetahuan Umum

Kelas Online

Jika kamu membutuhkan bimbingan untuk belajar online, kamu bisa gabung di kelas online.

Senin, 30 September 2019

Pengaruh Perkembangan Budaya bascon-Hoabinh dengan Perkembangan Masyarakat Awal di Kepulauan Indonesia

1 Kebudayaan Bascon-Hoabinch
Di Pegunungan Bascon dan di Provinsi Hoabinh dekat hanoi, Vietnam, oleh peneliti Maleleine Colani ditemukan sejumlah besar alat yang kemudian dikenal dengan kebudayaan Bascon-Hoabinh. Jenis alat serupa ditemukan di Thailans, Semenanjung Melayu, dan Sumatra. Peninggalan-peninggalan di Sumatra berupa bukit-bukit kerang yang dinamakan kjokkenmoddinger (sampah dapur) yang memanjang dari Sumatra Utara sampai Aceh.

Ciri dari kebudayaan Bascon-Hoabinh adalah penyerpihan pada satu atau dua sisi permukaan batu kali yang berukuran satu kepalan dan bagian tepinya sangat tajam, Hasil penyerpihanny amenunjukkan berbagai bentuk, seperti lonjong,segi sempat, dan ada yang bentuknya berpinggang. Di wilayah Indonesia, alat-alat batu kebudayaan Bascon-Hoabinh ditemukan di Papua, Sumatra, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Penyebaran kebudayaan Bascon-Hoabinh bersamaan dengan perpindahan ras Papua Melanesoid ke Indonesia melalui jalan barat dan jalan timur (utara). Mereka datang di Nusantara dengan prahu bercadik dan tinggal di pantai timur Sumatra dan Jawa namun mereka terdesak oleh ras Melayu yang datang kemudian. Akhirnya, mereka menyingkir ke wilayah Indonesia Timur dan dikenal sebagai ras Papua yang pada masa itu sedang berlangsung buadaya Mesolitikum sehingga pendukung budaya Mesolitikum adalah Papua Melanesoid. Ras papua ini hidup dan tinggal di gua-gua (abris sous roche) dan meninggalkan bukit-bukit kerang atau sampah dapur (kjokkenmoddinger). Ras papua Melanesoid sampai di Nusantara pada zaman Holosen. Saat itu keadaan bumi kita sudah layak dihuni sehinnga menjadi tempat yang nyaman bagi kehidupan manusia.

Penyelidikan kjokkenmoddinger dilakukan oleh Dr. P. V. Van Stein Callenfels tahun 1925. Juga banyak ditemukan kapak genggam yang kemudian dinamakan kapak Sumatra, terbuat dari batu kali yang dibelah, sisi luarnya tidak dihaluskan, dan sisi dalamnya dikerjakan sesuai dengan keperluan. Jenis lain adalah kapak pendek (hache courte), bentuknya setengah lingkaran, bagian tajamnya pada sisi lengkung. Ditemukan pula batu penggiling makanan atau cat merah, ujung mata panah, flakes, dan kapak Proto Neolitikum.

Ras Papua Melanoseoid hidup masih setengah menetap, berburu, dan berococok tanam sederhana. Mereka hidup di gua dan ada yang dibukit sampah. Manusia yang hidup di zaman budaya Mesolitikum sudah mengenal kesenian, seperti lukisan mirip babi hutan yang ditemukan di Gua Leang-Leang (Sulawesi). Lukisan tersebut memuat gambar binatang dan cap telapak tangan.

Mayat dikubur didalam gua atau bukit kerang dengan sikap jongkok, beberapa bagian mayat diolesi dengan cat merah. Merah adalah warna darah tanda hidup. Mayat diolesi warna merah dengan maksud agar mengembalikan kehidupannya sehingga dapat berdialog. Kecuali alat batu, juga ditemukan sisa-sisa tulang dan gigi-gigi binatang seperti gajah, badak, beruang, dan rusa. Jadi, selain mengumpulkan binatang kerang, mereka pun memburu binatang-binatang besar.

Di saerah Sumatra alat-alat batu jenis kebudayaan Bascon-Hoabinch ditemukan di Lhokseumawe dan Medan. Di Pulau Jawa, alat kebudayaan yang sejenis kebudayaan Bascon-Hoabinh ditemukan didaereah sekitar Bengawan Solo, yakni bersamaan waktu penggalian fosil manusia purba. Peralatan yang ditemukan dibuat dengan cara sederhana, belum diserpih dan belum diasah. alat tersebut diperkirakan dipergunakan oleh Pithecanthropus erectus di Trinil, Jawa Timur.


Sabtu, 28 September 2019

Proses Migrasi Ras Proto Melayu dan Deutro Melayu ke Indonesia

Sejarawan Belanda Van Heine  mengatakan bahwa sejak 200 SM yang bersamaan dengan zaman Neolitikum sampai dengan tahun 500 SM yang bersamaan dengan zaman perunggu mengalirkan gelombang perpindahan penduduk dari Asia ke pulau-pulau sebelah selatan daratan Asia ke Indonesia. Sekitar tahun 1500 SM, mereka terdesak dari Campa kemudian pindah ke Kampuchea dan melanjutkan perjalanan ke Semenanjung Malaka. Sementara itu, bangsa lainnya msuk ke pulau-pulau di sebelah selatan Asia tersebut, yakni Austronesia (austro artinya selatan, nesos artinya pulau). Bangsa yang mendiami daerah Austronesia disebut bangsa Austronesia. Bangsa Austronesia mendiami daerah sangat luas, meliputi pulau-pulau yang membentang dari Madagaskar (sebelah barat) sampai Pulau Paskah (sebelah timur) dan Taiwan (sebelah utara) sampai Selandia bAru (sebelah selatan).

Pendapat Van Heine Gelden ini diperkuat dengan penemuan peralatan manusia purba berupa beliung batu berbentuk persegi di Sumatra, jawa, Kalimantan, dan Sulawesi di bagian barat. Beliung seperti itu juga banyak ditemukan di Asia, yakni di Malaysia, Birma (Myanmar), Vietnam, Kampuchea, dan terutama di daerah Yunan (daerah Cina Selatan).

Perpundahan penduduk pada gelombang kedua terjadi sekitar 500 SM bersamaan dengan saman perunggu. Perpindahan ini membawa kebudayaan perunggu, yakni kapak sepatu dan nekara atau genderang yang berasal dari daerah Dongson sehingga disebut kebudayaan Dongson. Pendukung kebudayaan Dongson adalah orang-orang Austronesia yang tinggal di Benua Asia dan Australia. Nenek moyang bangsa Indonesia meninggalkan daerah Yunan di sekitar hulu Sungai Salween dan Sungai Mekong yang tanahnya subur sehingga mereka pandai bercocok tanam, berlayar, dan berdagang.

Dalam perkembangan selanjutnya, brbagai suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia kemudian membentuk komunitas sendiri-sendiri sehingga mereka mendapat sebutan tersendiri. Mereka datang di Nusantara menggunakan alat transportasi, yaitu perahu brecadik. Mereka berlayar secara berkelompok tanpa mengenal rasa takut dan selanjutnya menempati berbagai kepulaudan di Nusantara. hal ini memperjelas bahwa nenek moyang bangsa Indonesia adaah pelaut-pelaut ulung yang memiliki jiwa kelautan yang kuat. Mereka memiliki kepandaian dalam berlayar, navigasi, serta ilmu perbintangan yang penuh. Selain itu, mereka menemukan model perahu bercadik yang meruakan perahu kuat dan mampu menghadapi gelombnag serta sebagai ciri khas kapal bangsa Indonesia.

Orang-orang Austronesia yang memasuki wilayah Nusantara dan kemudian menetap di Nusantara tersebut mendapat sebutan bangsa Melayu. Austronesia atau bangsa Melayu Indonesia. Mereka yang masuk ke daerah Aceh menjadi suku Aceh, yang masuk ke daerah Kalimantan menjadi suku dayak, yang ke Jawa Barat menjadi suku Sunda, yang masuk ke Sulawesi disebu suku Bugis dan Tanah Toraja, dan mereka yang masuk ke Jmabi disebut suku Kubu (Lubu).

Bangsa Melayu dapat dibedakan menjadi dua, yakni bangsa Melayu Tua dan Melayu Muda.
1. Bangsa Melayu Tua (Proto Melayu)
Bangsa Melayu Tua adalah orang-orang Austronesia dari Asia (Yuanan) yang pertama kali ke Nusantara pada sekitar 1500 SM. Mereka datang ke Nusantara melaui dua jalan.

  • Jalan barat dari Yunan (Cina Selatan) melalui Selat Malaka (Malaysia) masuk ke Sumatra masuk ke Jawa. Mereka membawa alat berupa kapak persegi.
  • Jalan utara (timur) dari Yunan melalui Formosa (Taiwan) masuk ke Filipina kemudian ke Sulawesi kemudian masuk ke Irian. Mereka membawa alat kapak lonjong.
Bangsa Melayu Tua ini memiliki kebudayaan batu sebab alat-alatnya terbuat dari batu yang sudah maju, yakni sudah dihaluskan, berbeda dengan manusia purba yang alarnya masih kasar dan sederhana. Hasil budaya mereka dikenal dengan kapak persegi yang banyak ditemukan di Indonesia, seperti Sumatra, Jawa, Bali, dan Kalimantan. Adapun kapak lonjong banyak digunakan mereka yang melalui jalan utara, yakni Sulawesi dan Irian. Menurut penelitian Von Heekern, di Kalumpang, Sulawesi Utara telah terjadi perpaduan antara tradisi kapak presegi dan kapak lonjong yang dibawa orang Australia datang dari arah utara Indonesia melaui Formosa (Taiwan), Filipina, dan Sulawesi.

2. Bangsa Melayu Muda (Deutro Melayu)
Bangsa Melayu Muda yang disebut juga Deutro Melayu datang dari daereah Yunan (Cina Selatan) sekitar 500 SM. Emreka masuk ke Nusantara melaui jalan barat saja. Bangsa Melayu Muda berhasil mendesak dan bercampur dengan bangsa Proto Melayu. Bangsa Deutro Melayu masuk melalui Teluk Tonkin (Yunan) ke Viwtnam, lalu ke Semenanjung Malaka, terus ke Sumatra, dan akhirnya masuk ke Jawa.

Bangsa Deutro Melayu memiliki kebudayaan yang lebih maju dibandingkan dengan Proto Melayu. Mereka sudah membuat barang-barang dari perunggu dan besi. Hasil budayanya yang terkenal adalah kapak corong, kapak sepatu, dan nekara. Selain kebudayaan logam, bangsa Deutro Melayu juga mengembangkan kebudayaan Megalitikum, yaitu kebudayaan yang menghasilkan bangunan yang terbuat dari batu besar. hasil-hasil kebudayaan megalitikum, misalnya menhir (tugu batu), dolmen (meja batu), sarkofagus (keranda mayat), kubur batu, dan punden berundak Suku bangsa Indonesia yang termasuk keturunan Melayu Muda Deutro Melayu) adalah suku Jawa, Melayu, dan Bugis.

Sebelum kelopok bangsa Melayu memasuki Nusantara, sebenarnya telah ada kelompok-kelompok manusia yang lebih dahulu tinggal di wilayah tersebut. Mereka termasuk bangsa primitif dengan budayanya yang masih sangat sederhana. Mereka yang termasuk bangsa primitif adalah sebagai berikut:
1. Manusia Pleistosen (purba)
Kehidupan manusi apurba ini selau brepindah tempat dengan kemampuan yang sangat terbatas. Demikian pula kebudayaannya sehingga corak kehidupan manusia purba ini tidak dapat diikuti kembali, kecuali beberapa aspek saja. Misalnya, teknologinya yang masih sangat sederhana (teknologi paleolitik).

2. Suku Wedoid
Sisa-sisa suku Wedoid sampai sekarang masih ada, misalnya suku Sakai di Siak serta suku Kubu di perbatasan Jambi dan Palembang. Mereka hidup dari meramu (mengumpulkan hasil hutan) dan berkebudayaan sederhana. Mereka juga sulit sekali menyesuaikan diri dengan masyarakat modern.

3. Suku Negroid
Di Indonesia sudah tidak terdapat lagi sisa-sisa kehidupan suku Negroid. Akan tetapi di pedalaman Malaysia dan Filipina keturunan suku Negroid masih ada. Suku yang termasuk ras Negroid, misalnya suku Semang di Semenanjung Malaysia dan suku Negrito di Filipina. Merek akhirnya terdesak oleh orang-orang Melayu Modern sehingga ganya menempati daerah pedalaman terisolir.

Jumat, 27 September 2019

Kehidupan Awal Masyarakat Indonesia - Jenis - jenis Manusia Purba di Indonesia

Penelitian tentang manusia purba atau fosil manusia sebenarnya merupakan bidang kajian antropologi ragawi, yaitu paleoantropologi. Di Indonesia, fosil manusia purba sebagian besar ditemukan di Jawa. Temuan-temuan di Jawa memiliki arti penting karena berasal dari segala zaman atau lapisan Pleistosen sehingga tampak jelas perkembangan badaniah manusia tersebut.

Manusia pertama yang muncul di bumi ketika zaman Pleistosen dari jenis Pithecanthropus sampai Homo Sapiens. Karena lamanya waktu, sisa-sisa manusia itu sudah membatu menjadi fosil. Manusia purba disebut manusia fosil. Berdasarkan temuannya manusia purba di Indonesia digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu jenis Meganthropus, jenis Pithecantropus, dan jenis Homo.

Dari hasil penelitian dan penggalian, manusia purba di Indonesia ternyata banyak ditemukan di lembah Sungai Bengawan Solo, lembah Sungai Brantas, serta daerah Wajak Tulungagung. Jadi, pada masa purba manusia hidup di sekitar sungai bahkan menjadi daerah perkampungan sebab menyediakan kehidupan yang melimpah.

Untuk mengetahui keadaan manusia secara biologis di masa purba, kita perlu mengetahui bagaimana dan di mana kedudukan manusia dalam alam dan hubungannya dengan yang lain. Sistem yang dipergunakan dalam penggolongan makhluk hidup adalah sistem yang berdasarkan evolusi. Evolusi biologis yang berlangsung berjuta tahun tidak meninggalkan bukti secara lengkap dan jelas. Oleh karena itu, harus diadakan pilihan berbagai teori yang dikemukakan banyak ahli.

Evolusi biologis bukanlah perubahan suatu organisme dari tahapan telur - lahir - dewasa - tua - mati. Evolusi biologis adalah perubahan satu takson menjadi takson lain atau takson lama berubah sedikit. Jadi, sudut pandang evolusi bukanlah individu, tetapi populasi.

Darwin pada abad ke-19 mengemukakan teori evolusi biologinya yang cukup terkenal. Teori evolusi sekarang ini berasal dari spesies-spesies yang hidup di masa-masa yang silam dan terjadi melalui seleksi alam. Salah satu teori yang banyak diterima adalah evolusi manusia dari Australopithecus melalui Homo erectus ke Homo sapiens. Australopithecus yang berperan dalam hal ini adalah Australopithecus africanus, kemudian melalui Australopithecus habilis (disebut pula Homo habilis). Antara Homo erectus dan Homo sapiens terdapat Homo neaderthalensis, lagi pula telah ada manusia yang lebih umum cirinya dari Neanderthal yang mendekati jenis Homo sapiens. Jika kita membedakan manusia purba dengan Homo sapiens, akan terlihat jelas bahwa:
  1. rongga otak manusia purba lebih kecil daripada Homo sapiens,
  2. tulang kening manusia purba menonjol ke depan,
  3. tulang rahang bawah lurus ke belakang sehingga tak berdagu,
  4. tulang rahang manusia purba lebih kuat dan besar, dan 
  5. manusia purba tidak bertempat tinggal tetap dan selalu berpindah-pindah.
Oleh karena itu, Homo sapiens dianggap sebagai jenis yang paling sempurna yang menjadi nenek moyang manusia dan kemudian menyebar ke seluruh bumi kita ini.

Adapun fosil-fosil manusia purba yang ditemukan itu sebagai berikut:
1. Meganthropus
Meganthropus paleojavanicus adalah fosil yang pernah ditemukan di Sangiran oleh Von Koeningswald pada tahun 1936 dan 1941, berupa bagian wahang bawah dan tiga buah gigi terdiri atas gigi taring dan dua geraham. Makanan jenis manusia purba ini adalah tumbuhan. Makhluk ini hidup kira-kira 2 juta tahun hingga 1 juta tahun yang lalu. Meganthropus berasal daari lapisan Pleistosen Bawah yang sampai sekarang belum ditemukan perkakasnya.

Ciri dari Meganthropus paleojavanicus adalah
a. memiliki tulang pipi yang tebal,
b. memiliki otot rahang yang kuat,
c. tidak memiliki dagu,
d. memiliki tonjolan belakang yang tajam, memiliki tulang kening yang menonjol, 
e. memiliki perawakan yang tegap,
g. memakan tumbuh-tumbuhan, dan
h. hidup berkelompok dan berpindah-pindah.

2. Pithecanthropus
Pithecanthropus artinya manusia kera. Fosilnya banyak ditemukan di daerah Trinil (Ngawi), Perning daerah Mojokerto, Sangiran (Sragen, Jawa Tengah), dan Kedungbrubus (Madiun, Jawa Timur). Seorang peneliti manusia purba Tjokro handojo bersama ahli purbakala Duyfjes menemukan fosil tengkorak anak di lapisan Pucangan, yakni pada lapisan Pleistosen Bawah di daerah Kepuhlagen, sebelah utara Perning daerah Mojokerto. Mereka memberikan nama jenis Pithecanthropus mojokertensis, yang menrupakan jenis Pithecanthropus paling tua. Jenis Pithecanthropus memiliki ciri-ciri tubuh dan kehidupan sebagai berikut:
a. memiliki rahang bawah yang kuat
b. memiliki tulang pipi tebal
c. keningnya menonjol
d. tulang belakang menonjol dan tajam
e. tidak berdagu
f. perawakan tegap, mempunyai tempat perlekatan otot tengkuk yang besar dan kuat
g. memakan jenis tumbuhan

Jenis Pithecanthropus ini paling banyak jenisnya ditemukan di Indonesia.
Ada beberapa jenis Pithecanthropus yang diketahui, antara lain sebagai berikut:
a. Pithecanthropus  erectus (manusia kera berjalan tegak) adalah fosil yang paling terkenal temuan Dr, Eugene Dubois tahun 1890, 1891, dan 1892 di Kedungbrubus (Madiun) dan Trinil (Ngawi). Temuannya berupa rahang bawah, tempurung kepala, tulang paha, serta geraham atas dan bawah. Berdasarkan penelitian para ahlil, Pithecanthropus  erectus memiliki ciri tubuh sebagai berikut:

  •  berjalan tegak
  • volume oraknya melebihi 900 cc
  • berbadan tegap dengan alat pengunyah yang kuat
  • tinggi badannya sekitar 165 - 170 cm
  • berat badannya sekitar 100 kg
  • makanannya masih kasar dengan sedikit dikunyah 
  • hidupnya diperkirakan satu juta sampai setengah juta tahun yang lalu.
Hasil temuan Pithecanthropus erectus ini oleh para ahli purbakala dianggap sebagai temuan yang amat penting, yaitu sebagai revolusi temuan-temuan fosil manusia purba yang sejenis. Jenis fosil Pithecanthropus  erectus ini diyakini sebagai missing link, yakni makhluk yang kedudukannya antara kera dan manusia. Penemuan ini menggemparkan dunia ilmu pengetahuan sebab seakan-akan dapat membuktikan teori yang dikemukakan oleh Charles Darwin dalam teori evolusinya. Darwin dalam bukunya yang berjudul The Descent of Man (Asal Usul Manusia) menerapkan teori berupa perkembangan binatang menuju manusia dan binatang yang paling mendekati adalah kera. Hal ini diperkuat penemuan manusia Neanderthal di Jerman yang menyerupai kera maupun manusia.

b. Pithecanthropus  robustus, artinya manusia kera berahang besar. Fosilnya ditemukan di Sangiran tahun 1939 oleh Weidenreich. Von Koeningswald menyebutnya dengan nama Pithecanthropus  mojokertensis, penemuannya pada lapisan Pleistosen  Bawah yang ditemukan di Mojokerto antara tahun 1936 - 1941. Pithecanthropus mojokertensis artinya manusia kera dari Mojokert. Fosilnya berupa tengkorak anak berumur 5 tahun. Jenis ini memiliki ciri hidung lebar, tulang pipi kuat, tubuhnya tinggi, dan hidupnya masih dari pengumpulan makanan (food gathering). Berdasarkan banyaknya temuan di lembah Sungai Bengawan Solo maka Dr. Von Koeningswald membagi lapisan Diluvium lembah Sunai Bengawan Solo menjadi tiga:
  • Lapisan Jetis (Pleistosen Bawah) ditemukan jenis Pithecanthropus  robustus.
  • Lapisan Trinil (Pleistosen Tengah) ditemukan jenis Pithecanthropus  erectus.
  • Lapisan Ngandong (Pleistosen Atas) ditemukan jenis Homo soloensis.
c. Pithecanthropus  dubus (dubus artinya meragukan), fosil ini ditemukan di Sangiran pada tahun 1939 oleh Von Koenigswald yang berasal dari lapisan Pleistosen Bawah.

d. Pithecanthropus  soloensis adalah manusia kera dari Solo yang ditemukan oleh Von Koeningswald, Oppennoorth, dan Ter Haar pada tahun 1931 - 1933 di Ngandong, tepi Sungai Bengawan Solo. Hasil temuannya ini memiliki peranan penting karena menghasilkan satu seri tengkorak dan tulang kening. 

3. Homo 
Homo arinta manusia, merupakan jenis purba yang paling majsu dibandingkan yang lain. Ciri jenis manusia ini adalah :
a berat badan kir-kira 30 sampai 150 kg
b. volume otaknya lebi dari 1350 cc
c. alatnya dari batu dan tulang
d. berjalan tegak
e. muka dan hidung lebar, dan 
f. mulut masi menonjol.

Adapun temuan jenis Homo sebagai berikut:
a. Homo wajakensis (manusia dari Wajak)
Jenis ini ditemukan di Wajak, Tulungagung pada tahun 1889 ketika Von Rietschoten menemukan beberapa bagian tengkorak. Temuan ini kemudian diselidiki oleh Dr. Eugene Dubois yang kemudian  disebut Homo wajakensis. Lapisan asalnya adalah Pleistosen Atas, termasuk ras Australoid dan bernenek moyang Homo soliensis serta menurunkan penduduk asli Australia. Oleh Von Koenigswald, Homo wajakensis termasuk dalam Homo sapiens (manusia cerdas) sebab sudah mengenal upacara penguburan.

b. Homo soloensis (manusia dari Solo)
Pada waktu ahlil geologi Belanda, C. Ter Haar, menemukan lapisan tanah di Ngandong (Ngawi Jawa Timur) bersama Ir. Oppenoorth tahun 1931 - 1932. Mereka menemukan sebelas tengkorak fosil Homo soloensis di lapisan Pleistosen Atas yang kemudian diselidiki oleh Von Koenigswald dan Weidenreich. Berdasarkan keadaannya, jenis ini bukan lagi kera, tetapi sudah manusia.

c. Homo sapiens
Homo sapiens artinya manusia cerdas. Homo sapiens berasal dari zaman Holosen, bentuk tubuhnya sudah menyerupai manusia sekarang. Mereka sudah menggunakan akal dan memiliki sifat seperti manusia sekarang. Kehidupan Homo sapiens sederhana dan mereka masih mengembara.

Adapun ciri-cirinya adalah 
  • volume otaknya antara 1000 cc - 1200 cc;
  • tinggi badannya antara 130 - 210 m;
  • otot tengkuk mengalami penyusutan;
  • alat kunyah dan gigi mengalami penyusutan;
  • muka tidak menonjol ke depan;
  • berdiri dan berjalan tegak;
  • berdagu dan tulang rahangnya biasa, tidak sangat kuat.
Jenis Homo sapiens di dunia terdiri subspesies yang sampai sekarang dianggap menurunkan berbagai manusia, yaitu sebagai berikut:
  • Ras Mongoloid, berciri kulit kuning, mata sipit, rambut lurus. Ras Mongoloid ini menyebar ke Asia Timur, yakni Jepang, Cina, Korea, dan Asia Tenggara.
  • Ras Kaukasoid, merupakan ras yang berkulit putih, tinggi, rambut lurus, dan hidung mancung. Ras ini penyebarannya ke Eropa, ada yang ke India Utara (ras Arya), ada yang ke Yahudi (ras Semit), dan ada yang menyebar ke Arab, Turki, dan daerah Asia Barat lainnya.
  • Ras Negroid, memiliki ciri kulit hitam, rambut keriting, bibir tebal. Penyebaran ras ini ke Australis (ras Aborigin), ke Papua (ras Papua sebagai penduduk asli), dan ke Afrika. 

Kamis, 26 September 2019

Kehidupan Awal Masyarakat Indonesia - Proses Muncul dan Berkembangnya Kehidupan Awal Manusia dan Masyarakat di Kepulauan Indonesia

Ahli geologi membagi proses pembentukan bumi menjadi empat, yaitu Zaman Arkhaikum, Zaman Paleozoikum, Zaman Mesozoikum, dan Zaman Neozoikum.
1. Zaman Arkhaikum (Azoikum)
Zaman ketika belum ada kehidupan di bumi berlangsung sekitar 2500 juta - 1200 tahun yang lalu. Hal ini disebabkan bumi masih panas dan merupakan bola gas panas yang berputar pada porosnya.

2. Zaman Paleozoikum
Zaman paleozoikum adalah zaman ketika terdapat kehidupan makhluk pertama di bumi. Zaman ini disebut zaman primer (karena untuk pertama kalinya ada kehidupan). Zaman hidup pertama terbagi menjadi beberapa tahap kehidupan, antara lain sebagai berikut:
a. Cambrium, ada kehidupan primitif seperti kerang dan ubur-ubur.
b. Sillur, mulai ada kehidupan hewan bertulang belakang, misalnya ikan.
c. Devon, mulai ada kehidupan binatang jenis amfibi tertua.
d. Carbon, mulai ada binatang merayap jenis reptil.
e. Perm, mulai ada hewan darat, ikan air tawar, dan amfibi.

3. Zaman Mesozoikum
Zaman Mesozoikum disebut zaman sekunder (zaman hidup kedua) dan disebut juga zaman reptil sebab muncul reptil yang besar seperti Dinosaurus dan Atlantosaurus. Zaman ini terbagi menjadi tiga.
a Trias, terdapah kehidupan ikan, amfibi, dan reptil.
b. Jura, terdapat reptil dan sebangsa katak.
c. Calcium, terdapat burung pertama dan tumbuhan berbunga.

Ikan yang hidup didarat kemudian berubah (mengalami evolusi), siripnya tumbuh menjadi kaki yang kuat, ekornya tumbuh semakin panjang, kepalanya semakin besar dan keras, hewan ini merupakan amfibi. Beberapa jenis hewan amfibi tumbuh menjadi semakin besar bahkan melebihi seekor buaya, bentuknya berubah, sisiknya menjadi besar. Telurnya berkulit keras seperti telur ayam (inilah yang kita kenal dengan nama Dinosaurus, Brontosaurus, dan Atlantosaurus). Umumnya Dinosaurus pemakan tumbuhan, kecuali Tyranosaurus. Rahangnya amat besar, giginya banyak dan panjang. Brontosaurus besarnya sepuluh kali gajah, hidupnya di air karena air membantu meringankan berat badannya. 

Ada juga reptil yang bisa terbang, mempunyai sayap yang lebar dan mampu terbang berjam-jam di udara mencari makanan. Paruhnya panjang digunakan untuk menyambar ikan yang tampak di prmukaan air, salah satu jenisnya adalah Pteranodon.

4. Zaman Neozoikum
Zaman Neozoikum adalah zaman bumi baru (bumi sudah terbentuk seluruhnya). Zaman ini terbagi menjadi zaman tersier dan zaman kuarter.
a. Zaman tersier, yaitu zaman hidup ketiga, makhluk hidupnya berupa binatang menyusui sejenis monyet dan kera, reptil raksasa mulai lenyap, dan pada akhir zaman ini sudah ada jenis krea-manusia. Zaman ini ditandai dengan munculnya tenaga endogen yang dahsyat sehingga mematahkan kulit bumi. Kejadian tersebut membentuk rangkaian pegunungan besar di seluruh dunia. Karena adanya pegunungan tersebut, timbullah letusan-letusan gunung berapi yang membentuk relief permukaan bumi. Zaman tersier terbagi atas Eosen, Miosen, Oligosen, dan Pliosen.

Pada zaman tersier inilah, binatang menyusui berkembang sepenuhnya. Muncul juga orang utan di masa Miosen, daerah asalnya dari Afrika sekarang. Pada saat itu, Benua Afrika masih menyatu dengan Jazirah Arab.

b. Zaman kuarter, yaitu zaman hidup keempat. Pada zaman ini, mulai muncul kehidupan manusia. Zaman ini dibedakan menjadi zaman Pleistosen (Diluvium) dan kala Holosen (Aluvium). Pada zaman Diluvium ini, terjadi penurunan suhu dengan drastis bahkan sampai dibawah 0 derajat Celcius sehingga muncul zaman Es (zaman Glasial). Pada zaman Glasial, permukaan laut menurun sehingga perairan dangkal berubah menjadi daratan. Pulau Bali, Jawa, Kalimantan, dan Sumatra menyatu dengan daratan Asia. Ketika es Kutub Utara mencair (interglasial), permukaan air laut naik dan menenggelamkan sebagian Eropa Utara, Asia Utara, dan Amerika Utara. Pulau Jawa, Bali, Kalimantan, dan Sumatra terpisah dari daratan Asia, membentuk laut dangkal yang disebut Paparan Sunda, sedangkan Pulau Papua dan sekitarnya terpisah dengan daratan Australia yang melahirkan Paparan Sahul. Antara Paparan Sahul dan Paparan Sunda dipisahkan oleh perairan dalam yang dinamakan daereah Wallacea yang emmbedakan jenis flora dan fauna. Sampai sekarang telah terjadi empat kali zaman es, yaitu Gunz, Midel, Riss, dan Wurm. Kepulauan Indonesia dalam bentuknya sekarang terjadi pada zaman Glasial Wurm. Zaman Holosen atau zaman Aluvium adalah zaman lahirnya Homo Sapiens, yaitu jenis manusia seperti manusia sekarang. 

Rabu, 25 September 2019

Prinsip - prinsip Dasar dalam Penelitian Sejarah Lisan

Penelitian sejarah lisan membutuhkan suatu metode pengumpulan data atau bahan penulisan sejarah yang dilakukan oleh peneliti sejarah melaui wawancara secara lisan terhadap pelaku atau saksi peristiwa. Metode ini sudah dipergunakan sejak masa lalu yang semula dipergunakan di Amerika Serikat.

Langkah yang harus ditempuh bagi penelitian sejarah lisan adalah menemukan sumber pendukung yang berasal dari para pelaku atau saksi-saksi langsung serta tempat terjadinya peristiwa untuk mencari latar belakang dan pemahaman akibat dari peristiwa yang ditimbulkan sehingga akan mendekati kebenaran seperti yang diharapkan.

Oleh karena itu, untuk melakukan penelitian sejarah lisan perlu adanya sumber dari para pelaku maupun para saksi. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terhadap pelaku atau saksi peristiwa. Namun, terkadang keterangan para pelaku bersifat subjektif sehingga perlu dilakukan penyeleksian atau analisis secara cermat (misalnya, yang menguntungkan pelaku dikatakan, sedangkan yang dianggap negatif atau merugikan pelaku disembunyikan). Kritik terhadap sumber lisan adalah dengan melakukan cross check atau mengecek dengan sumber lisan lainnya.

Beriku teknik-teknik pengumpulan data sumber lisan.
1. Sumber berita dari pelaku sejarah
Pelaku merupakan unsur utama yang berperan dalam peristiwa sebab para pelaku tahu persis latar belakang peristiwa tersebut, apa yang tejadi, sasaran dan tujuannya, serta mengapa terjadi dan siapa saja pelakunya. Metode wawancara kepada pelaku merupakan metode yang paling tepat untuk mengungkapkan dan memaparkan suatu peristiwa. 

Ada beberapa cara dalam pengumpulan informasi lisan melalui teknik wawancara, yaitu adanya seleksi individu untuk diwawancarai guna memperoleh informasi yang akurat (maksudnya kedudukan orang tersebut dalam suatu peristiwa, sebagai pelaku utama, informan, atau saksi), harus ada pendekatan kepada orang yang diwawancarai, mengembangkan suasana lancar dalam wawancara dengan pertanyaan yang jelas, tidak berbelit dan menghindari pertanyaan yang menyinggung perasaan. Persiapkan pokok-pokok masalah yang akan ditanyakan dengan sebaik-baiknya agar memperoleh data yang lengkap dan akurat.

Wawancara langsung dapat dilakukan dengan metode-metode berikut.

  1. Wawancara dilakukan dengan pertanyaan acak dan jawaban tidak ditentukan (pertanyaan terbuka).
  2. Wawancara dilakuakn dengan mengajukan pertanyaan dengan jawaban yang telah ditentukan (pertanyaan tertutup).
  3. Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan lebih dahulu baruu kemudian responden menjawab satu per satu.
  4. Wawancara dilakukan dengan cara mengajukan suatu pertanyaan, kemudian responden langsung menjawabnya. Setelah selesai, pewawacncara mengajukan pertanyaan selanjutnya.
  5. Wawancara dilakukan dengan menggunakan tape recorde yang dapat menyimpan kesaksian pelaku atau saksi lisan tersebut.
2. Sumber berita dari saksi sejarah
Orang yang pernah melihat atau menyaksikan suatu peristiwa, tetapi bukan pelaku, disebut saksi. Berita juga sering disampaikan oleh para saksi peristiwa, dapat berupa berita kebenaran, berita sepihak, atau hanya sekedar berita dari suatu peristiwa. Para saksi juga tidak melihat secara utuh dan detail suatu peristiwa sebab ia hanya sekedar mengetahui suatu peristiwa, itu saja tidak seluruhnya. Oleh karena itu, keternagan dari para saksi perlu didukung oleh data lain yang memperkuat bukti peristiwa sejarah.

3. Sumber berita dari tempat kejadian peristiwa sejarah
Masalah tempat sering mempunyai kaitan dalam sebuah peristiwa, misalnya peristiwa Rengasdengklok, penyusunan teks proklamasi, dan tempat proklamasi. Tempat tersebut menjadi saksi sejarah yang mampu menjadi sumber lisan. 


Selasa, 24 September 2019

Prinsip-prinsip Dasar Penelitian Sejarah - Jenis-jenis Sejarah

Sejarah sebagai suatu ilmu pengetahuan mempelajari pengetahuan pada masa lampau dalam lingkup kehidupan manusia. Kejadian dalam sejarah itu dapat digolongkan dalam beberapa jenis sejarah sehingga dalam pembahasan sejarah lebih sering terfokus pada suatu masalah, walaupun dalam pembahasan itu juga terkait dengan berbagai masalah. Oleh karena itu, yang dimaksud jenis dan kategori sejarah adalah perpaduan ciri-ciri yang pada dasarnya dianggap sebagai karakteristik kelompok dan adanya kemampuan menampilkan jenis atau tipe sejarah. Menurut louis Gattaschalk dalam bukunya yang berjudul Mengerti Sejarah, terjemahan Nugroho Notosusanto tahun 1975, ia membagi sejarah dalam tiga jenis:

  1. yang menentukan kelangsungan hidup rekaman sejarah hanya kebetulan ditemukan;
  2. untuk penulisan sejarah di masa mendatang dengan teknik sampling, akan diperoleh tokoh sejarah yang konkret;
  3. penulisan sejarah yang menggunakan contoh par excellen, yaitu seorang individu terkemuka dalam bangsanya yang memiliki watak mampu memperbaiki perilaku bangsanya secara optimal menyeluruh. 
Ada juga yang membagi sejarah berdasarkan pada fokus masalah sebagai berikut.
1. Sejarah geografi
Sejarah geografi ini dikaitkan dengan masalah sejarah yang memiliki keterkaitan dengan geografi, untuk menjawab pertanyaan "di mana peristiwa itu terjadi?" baik secara langsung maupun tidak langsung. Peristiwa sejarah dalam sejarah geografi ini dikaitkan dengan tempat dan lokasi kejadiannya. Oleh karena itu, ilmu pengertahuan tentang geografi (ilmu geografi) sangat diperlukan, kemudian muncul pertanyaan "mengapa di tempat tersebut?". Selain itu, pengetahuan geografi juga pentinf dalam pperjalanan sejarah bangsa Indonesia, luas wilayah Indonesia dan keadaan alam ikut mendukung terjadinya suatu peristiwa sejarah. bahkan adat istiadat pun juga mengambil peran. Begitu juga keadaan alam, dapat dipakai sebagai pertimbangan untuk menciptakan strategi dalam perang.

2. Sejarah Ekonomi
Ilmu pengetahuan yang membahas adanya upaya manusia untuk memenuhi kebutuhannya disebut ilmu ekonomi. Manusia tidak ada yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya sendiri. Untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya itu, mereka membutuhkan bantuan orang atau pihak lain. Keadaan inilah yang kemudian menimbulkan terjadinya sistem ekonomi dalam masyarakat (sistem ekonomi kemasyarakatan). masyarakat Indonesia mulai mengenal sistem ekonomi sejak masa bercocok tanam dengan sistem barter (barang ditukar dengan barang) sebab belum mengenal sistem ekonomi uang. Perdagangan di Nusantara berkembang pesat, terbukanya jalan dagang darat (jalan sutra) yang kemudian muncul jalan dagang laut (jalan dagang rempah-rempah) membuat perdagangan Nusantara semakin marak, sehingga peran aktif pedagang Indonesia semakin tampak dalam hubungan antarbangsa.

Melalui hubungan perekonomian dan majunya perdagangan inilah banyak pedagang Cina dan India yang masuk ke nusantara. Keberadaan mereka berpengaruh besar, baik di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan religius. Bahkan kerajaan-kerajaan Nusantara dapat dikenal di luar negeri akibat banyaknya pedaganga-pedagang asing yang singgah di kerajaan pada masa itu. Dengan demikian sejarah ekonomi bangsa Indonesia berkembang dari tingkat sederhana ke arah ekonomi luas bahkan mampu menembus ekonomi internasional. 

3. Sejarah Sosial
Sejarah sosial bangsa Indonesia tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Masalah sosial menjadi pendorong munculnya peristiwa-peristiwa sejarah. Sejarah sosial mengalami proses perkembangan sesuai dengan perkembangan taraf hidup manusia. Ketika masa bercocok tanam, kehidupan sosial mulai tumbuh, gotong royong dirasakan sebagai kewajiban yang mendasar dalam kehidupan sehari-hari. Mereka hidup secara bersama-sama dalam satu kelompok sosial, mereka masih food gathering (mengumpulkan makanan) yang kemudian meningkat ke food producing (menghasilkan makanan).

Sejarah sosial terus mengalami perkembangan selaras dengan perkembanganmasyarakatnya dari yang paling sederhana ke tingkat yang lebih maju. Munculnya modernisasi masyarakat pun akan terus membangun kemajuan sosial. Sperti dalam taraf hidup yang sederhana di masa bercocok tanam, maka upaya sosial muncul dengan masyakarat gotong royong yang dirasakan sebagai hal yang wajib dalam kehidupan bermasyarakat luas bahkan kepada aturan-aturan masyarakat yang perlu mereka taati bersama untuk dijaga kelestariannya. 

Setelah  masuknya hinduisme, kehidupan sosial masyarakat semakin baik, bahkan mereka secara sukarela dan bersama mampu menghasilkan bangunan yang amat besar dan dianggap suci, seperti candi Prambanan dan Borobudur. Masyarakatnya jujur, taat kepada sang penciptanya secara sukaela, juga taat kepada para pemimpin bahkan di dalam keluarga mereka taat dan saling menghormati. Pada masa Hindu-Buddha inilah Indonesia muncul kerajaan yang pertama, seperti Kerajaan Kutai pada abad ke-5. Tarumanegara, kemudian Sriwijaya di Sumatera. Hubungan yang erat terjadi di dalam atau di luar istana, walaupun mempunyai satu arah pada istanasentris bahkan muncul pengultusan pada raja.
Di zaman Islam, seiring dengan berkembangnya kerajaan Islam di Nusantara masyarakat sudah mulai teratur, kehidupan sosial semakin tampak membawa kesejahteraan dan perbaikan sosial. Kehidupan demokrasi muai tertata melalui sistem kerajaan. Sistem ini kemudian dikembangkan di tengah masyarakat luas dengan cara mengurangi sikap feodal sebab para raja Islam memberikan contoh kehidupan yang demokratis. Oleh karena itu, masalah sosial tidaak lepas dari perkemabangan hidup masyarakat yang menciptakan perkembangan sejarah umat manusia.

4. Sejarah Ketatanegaraan dan Sejarah Politik
Pembicaraan tentang sejarah ketatanegaraan atau sejarah politik sebenarnya berawal dari zaman praaksara. Hanya saja, bagaimana perkembangan atau wujud dari hal tersebut banyak ahli yang menafsirkan berbagai macam, misalnya, primus inter pares. 

Berdasarkan peninggalan sejarah diungkapkan bahwa zaman praaksara berbentuk kesukuan. Namun setelah pengaruh Hindu dan Buddha masuk ke Nusantara, muncul sistem baru, yaitu kerajaan, misalnya Kerajaan Kutai. Sistem kerajaan berkembang luass di Nusantara, baik di Jawa atau di luar Jawa muncul banyak kerajaan Hindu dan Buddha. Masuknya agama Islam ke Nusantara memberi angin baik bagi pertumbuhan kerajaan, sebab memunculkan sistem baru dalam istana. Pada zaman Islam, gelar kepala negaranya adalah sunan atau sultan, itulah salah satu bentuk perkembangan sejarah ketatanegaraan.

Ada juga yang membagi jenis sejarah secara geografis sebagai berikut:
a. Sejarah Dunia
Sejarah dunis menceritakan peristiwa penting sejumlah negara, menyangkut hubungan antarnegara, serta peristiwa dan fakta sejarah dari banyak negara dibelahan dunia ini. Banyak ahli sejarah dan para peneliti telah mempublikasikan sejarah dunia seperti sejarah negara-negara Eropa, sejarah negar-negara Asia, sejarah Mesir, sejarah Afrika, dan sejarah Australia yang telah dibentangkan secara panjang lebar dari aspek politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang terjadi pada kawasan negar-negara tersebut.

Contoh penulisan sejarah dunia adalah buku Soebantardjo yang berjudul Sari Sejarah Asia-Australia. Buku ini menceritakan mengenai negara Jepang, Tiongkok (Cina), India, Ceylon (Sri Lanka), Birma (Myanmar), malaya, Muangthai (Thailand), Indocina, Iran, Afghanistan, Arab, Siria, Libanon, Irak, Yordania, Palestina, Mesir, Turki, dan Australia. Selain itu, Seobantardjo juga menulis sejarah negar-negara Eropa dan Amerika. Jadi, sejarah dunia menceritakan bagaimana situasi negar-negar di seluruh kawasan dunia ini dan hubungannya satu dengan yang lainnya.

b. Sejarah Nasional
Sejarah nasional menceritakan sejarah bangsa Indonesia mulai sejak pertumbuhan sampai sekarang. Sejarah zaman purbakala memuat bagaimana keadaan dan kemampuan masyarakat nenek moyang, kepercayaannya, serta hasil-hasil budayanya. Setelah kedatangan Hindu, diceritakan pula bagaimana wujud akulturasinya, kemudian diceritakan pula masuknya Islam serta kedatangan bangsa barat yang akhirnya muncul penjajahan. Gerakan nasional Indonesia memaparkan bagaimana giatnya perjuangan nasional yang puncaknya proklamasi serta usaha mengisi kemerdekaan. Beberapa gangguan keamanan muncul serta adanya usaha Belanda untuk menguasai kembali, meskipun pada akhirnya mampu kita atasi dan kita pertahankan tanah air ini. Memasuki zaman modern sekarang ini bangsa Indonesia masih terus membuat sejarahnya. 

c. Sejarah Lokal
Sejarah lokal mengandung pengertian suatu peristiwa yang terjadi pada masa lampau dan hanya terjadi di suatu daerah atau tempat tertentu yang tidak menyebar ke daerah lain di Indonesia. Peristiwa-peristiwa yang muncul hanyalah dari daerah tertentu dan memuat masalah-masalah yang ada di daerah tertentu itu juga, misalnya, sejarah lokal tentang kampung Minahasa, sejarah suku Toraja, masyarakat Nias, atau suku Dayak di kalimantan. Dalam sejarah lokal muncul tokoh-tokoh lokal yang memperjuangkan wilayahnya, misalnya, perjuangan Imam Bonjol dari Sumatra Barat, perjuangan Teuku Umar dari Aceh, perjuangan Pangeran Diponegoro dari Jawa (Yogyakarta), dan pahlawan-pahlawan lain dari berbagai daerah di Nusantara.

Sejarah lokal merupakan sejarah yang penting, namun sering kali kita justru memperoleh sumber-sumber dari negara lain (misalnya, Belanda), walaupun banyak juga kita temukan bukti0bukti sejarah yang sudah pindah tangan ke negara lain, misalnya kitab asli Negara Kertagama dan patung Ken Dedes (Prajna Paramita) yang berada di negara Belanda. Masyarakat yang dinamis dan berkembang memang terjadi di mana-mana, namun di sisi lain dampak dari perkembangan ini sangat menyulitkan pengungkapan bukti sejarah lokal dikarenakan adanya percepatan pembangunan, pergantian generasi, serta perkembangan penduduk yang sangat pesat sehingga menambah semaraknya negeri ini. Sejarah lkal dapat dikategorikan menjadi sejarah peristiwa masa silam, sejarah mengenai kerajaan-kerajaan di Nusantara, sejarah yang membentangkan peranan petani dan para priyayi serta kuli kontrak di zaman Belanda, dan sejarah lokal yang membentangkan keadaan masa kuno sampai sekarang mengenai tradisi, adat istiadat, dan kepercayaan pada daerah-daerah tertentu.

Oleh karena itu, dapat kita perhatikan bagaimana kenyataan dalam penulisan sejarah lokal sebagai berikut:
  1. Sejarah lokal hanya membicarakan daerah tertentu saja, misalnya sejarah kabupaten Madiun, sejarah kabupaten Tegal, atau sejarah Yogyakarta.
  2. Sejarah lokal lebih menekankan struktur daripada prosesnya.
  3. Sejarah lolak hanya membicarakan peristiwa tertentu yang dianggap terkenal di suatu daerah.
  4. Sejarah lokal hanya membahas aspek tertentu saja.

Senin, 23 September 2019

Prinsip-prinsip Dasar Penelitian Sejarah - Bukti dan Fakta Sejarah

Sejarah suatu masyarakat dan bangsa di masa lampau dapat diketahui melalui penemuan bukti atau fakta (kata fakta berasal dari bahasa Latin, factus atau facerel, yang artinya selesai atau mengerjakan). Fakta menunjukkan terjadinya suatu peristiwa di masa lampau. 

Bukti peninggalan sejarah merupakan sumber penulisan sejarah. Fakta adalah hasil dari seleksi data yang terpilih. Fakta sejarah ada yang berbentuk benda konkret, misalnya, candi, patung, perkakas yang sering disebut artefak. Fakta yang berdimensi sosial disebut sociafact, yaitu berupa jaringan interaksi antarmanusia, sedangkan fakta yang bersifat abstrak berupa keyakinan dan kepercayaan disebut mentifact. Bukti dan fakta sejarah dapat diketahui melaui sumber primer dan sumber sekunder.

a. Artefak
Artefak adalah semua benda baik secara keseluruhan atau sebagian hasil garapan tangan manusia, contohnya candi, patung, dan perkakas. Peralatan-peralatan yang dihasilkannya dapat menggambarkan tingkat kehidupan masyarakat pada saat itu (sudah memiliki akal dan budayaa yang cukup tinggi), bahkan daapat juga menggambarkan suasana alam, pikiran, status sosial, dan kepercayaan para penciptanya dari suatu masyarakat, hal inilah yang perlu dicermati oleh para sejarawan. 

b. Fakta Sosial
Fakta sosial adalah fakta sejarah yang berdimensi sosia, yakni konsisi yang mampu menggambarkan tentang keadaan sosial, suasana zaman dan sistem kemasyarakatan, misalnya interaksi (hubungan) antarmanusia, contoh pakaian adat, atau pakaian kebesaran raja. Jadi fakta sosial berkenaan dengan kehidupan suatu masyarakat, kelompok masyarakat atau suatu negara yang menumbuhkan hubungan sosial yang harmonis serta komunikasi sosial yang terjaga baik. Fakta sosial sebagai bukti sosial yang muncul di lingkungan masyarakat mampu memunculkan suatu peristiwa atau kejadian. Masyarakat pembuat logam memunculkan ciri sosial yang maju, berintegritas, dan mengenal teknik. Di balik itu mereka memiliki tradisi animisme atau dinamisme melalui benda hasil garapannya, bahkan jika kita teliti dengan seksama masyarakat tersebut sudah mengenal persawahan dan hidup dengan ciri gotong royong.

c. Fakta Mental
Fakta mental adalah kondisi yang dapat menggambarkan suasana pikiran, perasaan batin, kerohanian dan sikap yang mendasari suatu karya cipta. Jadi fakta mental bertalian dengan perilaku, ataupun tindakan moral manusia yang mampu menentukan baik buruknya kehidupan manusia, masyarakat, dan negara. Peristiwa yang terjadi pada masa lampau dapat memengaruhi mental kehidupan pada masa kini bahkan masa depan. Fakta mental erat hubungannya antara peristiwa yang terjadi dengan batin manusia, sebab perkembangan batin pada suatu masyarakat dapat mencetuskan munculnya suatu peristiwa (ingat peristiwa bom di kota Nagasaki dan Hirosima di Jepang yang menyisakan perubahan watak dan rasa takut, itu sebabnya Jepang memelopori kampanye anti bom atom).

Fakta mental merupakan fakta yang sifatnya abstrak atau kondisi yang menggambarkan alam pikiran, kepercayaan atau sikap, misalnya kepercayaan keyakinan dan kepercayaan benda yang melambangkan nenek moyang dan benda upacara, contohnya nekara perunggu di Pejeng (Bali) untuk dipuja. Namun ada artefak yang juga menungjukkan fakta sosial dan ciri fakta mental, contoh kapak perunggu atau bejana perunggu adalah artefak yang merupakan fakta konkret, tetapi jika dilihat dari hiasannya dapat berfungsi sebagai fakta sosial, dan jika menempatkan kapak perunggu dan bejana perunggu sebagai sistem kepercayaan maka disebut fakta mental. 

Minggu, 22 September 2019

Prinsip-prinsip Dasar Penelitian Sejarah - Pengertian Sumber Sejarah

Sejarah dimulai dari cerita-cerita rakyat atau legenda yang mampu mengungkapkan peristiwa pada masa lampau, walaupun penuh dengan berbagai mitos yang harus diteliti lebih lanjut agar dapat digunakan sebagai sumber sejarah. Masyarakat dahulu memang memberikan informasi sejarah secara turun temurun dan mereka menganggap benar apa yang telah mereka terima dari nenek moyangnya yang terpancar dari peninggalan-peninggalan di sekitar tempat tinggalnya. Oleh karena itu, untuk mengungkapkan kembali tidak mungkin dilakukan tanpa sumber yang memadai, artinya sumber yang mendukung sehingga mampu mendekati kebenaran suatu peristiwa sejarah.

Sumber sejarah adalah semua yang menjadi pokok sejarah. Menurut Moh. Ali, yang dimaksud sumber sejarah adalah segala sesuatu yang berwujud dan tidak berwujud serta berguna bagi penelitian sejarah sejak zaman purba sampai sekarang. Sementara Muh. Yamin mengatakan bahwa sumber sejarah adalah kumpulan benda kebudayaan untuk membuktikan sejarah. 

Ada tiga macam sumber sejarah:
a. Sumber tertulis
Sumber tertulis adalah sumber sejarah yang diperoleh melalui peninggalan-peninggalan tertulis, catatan peristiwa yang terjadi di masa lampau, misalnya, dokumen, naskah, piagam, babad, surat kabar, tambo (catatan tahunan dari Cina), dan rekaman. Sumber tertulis dibedakan menjadi dua, yaitu sumber primer (dokumen) dan sumber sekunder (buku perpustakaan).

b. Sumber lisan
Sumber lisan adalah keterangan langsung dari para pelaku atau saksi mata dari peristiwa yang terjadi di masa lampau. Misalnya, seorang anggota Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) yang pernah ikut Serangan Umum menceritakan peristiwa yang dialaminya kepada orang lain, apa yang dialami dan dilihat serta yang dilakukannya merupakan penuturan lisan (sumber lisan) yang dapat dipakai untuk bahan penelitian sejarah. Dapat juga berupa penuturan masyarakat di sekitar Yogyakarta saat 1 Maret 1949 yang ikut menyaksikan Serangan Umum tersebut, penuturannya juga dapat dikategorikan sebagai sumber lisan. Jika sumber lisan berupa cerita rakyat (folklore), maka perlu dicermati kebenarannya sebab penuh dengan berbagai mitos. 

c. Sumber benda
Sumber benda adalah sumber sejarah yang diperoleh dari peninggalan benda-benda kebudayaan, misalnya alat-alat atau benda budaya, seperti kapak, gerabah, perhiasan, manik-manik, candi dan patung. Sumber-sumber sejarah tersebut belum tentu seluruhnya dapat menginformasikan kebenaran secara pasti. Oleh karena itu, sumber sejarah tersebut perlu diteliti, gikaji, dianalisis, dan ditafsirkan dengan cermat oleh para ahli. Untuk mengungkap sumber-sumber sejarah di atas diperlukan berbagai  ilmu bantu, seperti:
  1. epigrafi, yaitu ilmu yang memperlajari tulisan kuno atau orasasti;
  2. arkeologi, yaitu ilmu yang mempelajari benda/peninggalan kuno;
  3. ikonografi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang patung;
  4. nomismatik, yaitu ilmu yang mempelajari tentang mata uang;
  5. ceramologi, yaitu ilm yang mempelajari tentang keramik;
  6. geologi, yaitu ilmu yang mempelajari lapisan bumi;
  7. antropologi, yaitu ilmu yang mempelajari asal-usul kejadian serta perkembangan manusia dan kebudayaannya;
  8. paleontologi, yaitu ilmu yang mempelajari sisa makhluk idup yang sudah membatu;
  9. paleoantropologi, yaitu ilmu yang mempelajari bentuk manusia paling sederhana hingga sekarang;
  10. sosiologi, yaitu ilmu yang mempelajari sifat keadaan dan pertumbuhan masyarakat;
  11. filologi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang bahasa, kebudayaan, pranata dan sejarah suatu bangsa sebagaimana terdapat di bahan-bahan tertulis.




Sabtu, 21 September 2019

Langkah-langkah dalam Penelitian Sejarah - Historiografi

Historiografi adalah penulisan sejarah. Historiografi merupakan tahap terakhir dari kegiatan penelitian untuk penulisan sejarah. Menulis kisah sejarah bukanlah sekedar menyusun dan merangkai fakta-fakta hasil penelitian, melainkan juga menyampaikan suatu pikiran melalui interpretasi sejarah berdasarkan fakta hasil penelitian. Untuk itu, menulis sejarah memerlukan kecakapan dan kemahiran. Historiografi merupakan rekaman tentang segala sesuatu yang dicatat sebagai bahan pelajaran tentang perilaku yang baik. Sesudah menentukan judul, mengumpulkan bahan-bahan atau sumber serta melakukan kritik dan seleksi, maka mulailah menuliskan kisah sejarah.

Ada tiga bentuk penulisan sejarah berdasarkan ruang dan waktu.
a. Penulisan sejarah tradisional
Kebanyakan karya ini kuat dalam hal genealogi, tetapi tidak kuat dalam kronologi dan detail biografis. Tekanannya penggunaas sejarah sebagai bahan pengajaran agama. Adanya kingship (konsep mengenai raja), pertimbangan kosmologis, dan antropologis lebih diutamakan daripada keterangan dari sebab akibat.

b. Penulisan sejarah kolonial
Penulisan ini memiliki ciri nederlandosentris (eropasentris), tekanannya pada aspek politik dan ekonomi serta bersifat institusional.

c. Penulisan sejarah nasional
Penulisannya menggunakan metode ilmiah secara terampil dan bertujuan untuk kepentingan nasionalisme. 

Menurut taufik Abdullah dan Surjomihardjo, ada tiga penulisan sejarah di Indonesia, yaitu sejarah ideologis, sejarah pewarissan, dan sejarah akademik. 

Jumat, 20 September 2019

Langkah-langkah dalam Penelitian Sejarah - Interpretasi

Interpretasi adalah menafsirkan fakta sejarah dan merangkai fakta tersebut menjadi satu kesatuan yang harmonis dan masuk akal. Interpretasi dalam sejarah dapat juga diartikan sebagai penafsiran suatu peristiwa atau memberikan pandangan teoritis terhadap suatu peristiwa. Sejarah sebagai suatu peristiwa dapat diungkap kembali oleh para sejarawan melalui berbagai sumber, baik berbentuk data, dokumen perpustakaan, buku, berkunjung ke situs-situs sejarah atau wawancara, sehingga dapat terkumpul dan mendukung dalam proses interpretasi. Dengan demikian, setelah kritik selesai maka langkah berikutnya adalah melakukan interpretasi atau penafsiran dan analisis terhadap data yang diperoleh dari berbagai sumber. 

Interpretasi dalam sejarah adalah penafsiran terhadap suatu peristiwa, fakta sejarah, dan merangkai suatu fakta dalam kesatuan yang masuk akal. Penafsiran fakta harus bersifat logis terhadap keseluruhan konteks peristiwa sehingga berbagai fakta yang lepas satu sama lainnya dapat disusun dan dihubungkan menjadi satu kesatuan yang masuk akal.

Bagi kalangan akademis, agar dapat menginterpretasi fakta dengan kejelasan yang objektif, harus dihindari penafsiran yang semena-mena karena biasanya cenderung bersifat subjektif. Selain itu, interpretasi harus bersifat deskriptif sehingga para akademisi juga dituntut untuk mencari landasan interpretasi yang mereka gunakan. Proses interpretasi juga harus bersifat selektif sebab tidak mungkin semua fakta dimasukkan ke dalam cerita sejarah, sehingga harus dipilih yang relevan dengan topik yang ada dan mendukung kebenaran sejarah.


Kamis, 19 September 2019

Langkah-langkah dalam Penelitian Sejarah - Verifikasi

Verifikasi adalah penilaian terhadap sumber-sumber sejarah. Verifikasi dalam sejarah memiliki arti pemeriksaan terhadap kebenaran laporan tentang suatu peristiwa sejarah. Penilaian terhadap sumber-sumber sejarah menyangkut aspek ekstern dan intern. Aspek ekstern mempersoalkan apakah sumber itu asli atau palsu sehingga sejarawan harus mampu menguji tentang keakuratan dokumen sejarah tersebut, misalnya waktu pembuatan dokumen, bahan, atau materi dokumen. Aspek intern mempersoakan apakah isi yang terdapat dalam sumber itu memberikan informasi yang diperlukan. Dalam hal ini, aspek intern berupa proses analisis terhadap suatu dokumen.

Aspek ekstern harus dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan  berikut:
a. Apakah sumber itu merupakan sumber yang dikehendaki (autentitas)?
b. Apakah sumber itu asli atau turunan (orisinalitas)?
c. Apakah sumber itu masih utuh atau sudah diubah (soal integritas)?

Setelah ada kepastian bahwa sumber itu merupakan sumber yang benar diperlukan dalam bentuk asli dan masih utuh, maka dilakukan kritik intern. Kritik intern dilakukan untuk membuktikan bahwa informasi yang terkandung dalam sumber itu dapat dipercaya, dengan penilaian intrinsik terhadap sumber dan dengan membandingkan kesaksian-kesaksian berbagai sumber.

Langkah pertama dalam penelitian intrinsik adalah menentukan sifat sumber itu (apakah resmi/formal atau tidak resmi/informal). Dalam penelitian sejarah, sumber tidak resmi/informasl dinilai lebih berharga daripada sumber resmi sebab sumber tidak resmi bukan dimaksudkan untuk dibaca orang banyak (untuk kalangan bebas) sehingga isinya bersifat apa adanya, terus terang, tidak banyak yang disembunyikan, dan objektif.

Langkah kedua dalam penilaian intrinsik adalah menyorti penulis sumber tersebut sebab dia yang memberikan informasi yang dibutuhkan. Pembuatan sumber harus dipastikan bahwa kesaksiannya dapat dipercaya. Untuk itu, harus mampu memberikan kesaksian yang benar dan harus dapat menjelaskan mengapa ia menutupi (merahasiakan) suatu peristiwa, atau sebaliknya melebih-lebihkan karena ia berkepentingan di dalamnya. 

Langkah ketiga dalam penelitian intrinsik adalah membandingkan kesaksian dari berbagai sumber dengan menjajarkan kesaksian para saksi yang tidak berhubungan satu dan yang lain (independen witness) sehingga informasi yang diperoleh objektif. Contohnya adalah terjadinya peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta. 

Sumber-sumber yang diakui kebenarannya lewat verifikasi atau kritik, baik intern maupun ekstern, menjadi fakta. Fakta adalah keterangan tentang sumber yang dianggap benar oleh sejarawan atau peneliti sejarah. Fakta bisa saja diartikan sebagai sumber-sumber yang terpilih. 

Rabu, 18 September 2019

Langkah-langkah dalam Penelitian Sejarah - Heuristik

Heuristik berasal dari kata Yunani, heuriskein, artinya menemukan. Heuristik maksudnya adalah tahap untuk mencari, menemukan, dan mengumpulkan sumber-sumber berbagai data agar dapat mengetahui segala bentuk peristiwa atau kejadian sejarah masa lampau yang relevan dengan topik/judul penelitian. Untuk melacak sumber tersebut, sejarawan harus dapat mencari di berbagai dokumen baik melalui metode kepustakaan atau arsip nasional. Sejarawan dapat juga mengunjungi situs sejarah atau melakukan wawancara untuk melengkapi data sehingga diperoleh data yang baik dan lengkap, serta dapat menunjang terwujudnya sejarah yang mendekati kebenaran. Masa lampau yang begitu banyak periode dan banyak bagian-bagiannya (seperti politik, ekonomi, sosial, dan budaya) memiliki sumber data yang juga beraneka ragam sehingga perlu adanya klarifikasi data dari banyaknya sumber tersebut. 

Dokumen-dokumen yang berhasil dihimpun merupakan data yang sangat berharga. Dokumen dapat menjadi dasar untuk menelusuri peristiwa-peristiwa sejarah yang telah terjadi pada masa lampau. Menurut sifatnya ada dua, yaitu sumber primer dan sekunder. sumber primer adalah sumber yang dibuat pada saat peristiwa terjadi,s eperti dokumen laporan kolonial. sumber primer dibuat oleh tangan pertama, sementara sumber sekunder merupakan sumber yang menggunakan sumber primer sebagai sumber utamanya. Jadi, dibuat oleh tangan atau pihak kedua. Contohnya, buku, skripsi, dan tesis. 

Jika kita mendapat sumber tertulis, kita akan mendapatkan sumber tertulis sezaman dan setempat yang memiliki kadar kebenaran yang relatif tinggi, serta sumber tertulis tidak sezaman dan tidak setempat yang memerlukan kejelian para penelitinya. Dari sumber yang ditemukan itu, sejarawan melakukan penelitian. Tanpa adanya sumber sejarah, sejarawan akan mengalami kesuitan menemukan jejak-jejak sejarah dalam kehidupan manusia. Untuk sumber lisan, pemilihan sumber didasarkan pada pelaku atau saksi mata suatu kejadian. Narasumber lisan yang hanya mendengar atau tidak hidup sezaman dengan peristiwa tidak bisa dijadikan narasumber lisan. 

Selasa, 17 September 2019

Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Aksara - Perkembangan Penulisan Sejarah di Indonesia - Penulisan Sejarah Nasional (Historiografi Nasional)

Penulisan sejarah nasional adalah penulisan sejarah yang bersifat Indonesia sentris, dengan mitologi sejarah Indonesia dan pendekatan multidimensional. Jadi, penulisannya dilihat dari sisi kepentingan nasional. Histografi nasional dirintis oleh Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo. Dalam historiografi nasional akan terungkap betapa pedihnya keadaan di zaman pergerakan nasional Indonesia oleh penjajahan barat sehingga membangkitkan semangat rakyat untuk merdeka. Historiografi nasional juga akan mengungkapkan bagaimana mengisi kemerdekaan Indonesia yang telah teraih pada 17 Agustus 1945 itu agar menjadi negara yang maju dan dihormati bangsa lain.

Dalam perkembangannya, penulisan sejarah di Indonesia pada umumnya bersifat naratif yang mengungkapkan fakta mengenai apa, siapa, kapan, dan di mana serta menerangkan bagaimana itu terjadi. Supaya sejarah dapat mengikuti perkembangan ilmu lainnya maka harus meminjam konsep ilmu=ilmu sosial dan diuraikan secara sistematis. 

Beberapa pendekatan yang digunakan dalam perkembangan penulisan sejarah sebagai berikut.

  1. Pendekatan sosiologi untuk melihat segi sosial peristiwa yang dikaji, misalnya golongan masyarakat mana yang memelopori.
  2. Pendekatan antropologi untuk mengungkapkan nilai yang mendasari perilaku para tokoh sejarah, status gaya hidup, dan sistem kepercayaan.
  3. Pendekatan politik untuk menyoroti struktur kekuasaan, jenis kepemimpinan, tingkat sosial, dan pertentangan kekuasaan. 

Senin, 16 September 2019

Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Aksara - Perkembangan Penulisan Sejarah di Indonesia - Penulisan Sejarah Kolonial (Historiografi Kolonial)

Penulisan sejarah kolonial adalah penulisan sejarah bersifat eropasentris. Tujuan penulisan ini adalah untuk memperkukuh kekuasaan mereka di Nusantara. Penulisan sejarah yang berfokus barat ini merendahkan derajat bangsa Indonesia dan mengunggulkan sedarajt bangsa Eropa, misalnya pemberontakan Diponegoro dan pemberontakan kaum Padri. Tokoh tersebut oleh Bangsa Eropa dianggap pemberontak, sedangkan Daendels dianggap sebagai figur yang berguna. Tulisan mereka dianggap sebagai propaganda penjajahan serta pembenaran penjajahan di Indonesia. Padahal, kenyataannya adalah penindasan. Akan tetapi, ada juga penulis Eropa yang cukup objektif, misalnya, Dr. Van Leur dengan karya tulisan Indonesian Trade and Society dan karya Dr. Schrieke, Indonesia Sociological Studies, yang memaparkan perdagangan dan masyarakat Nusantara. Dasar pemikiran sarjana Belanda tersebut dirumuskan kembali secara sistematik oleh Dr. Sartono Kartodirdjo denngan pendekatan multidimensional, yaitu pendekatan dalam penulisan sejarah dengan beberapa ilmu sosial, ekonomi, sosiologi, dan antropologi. 

Senin, 09 September 2019

Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Aksara - Perkembangan Penulisan Sejarah di Indonesia - Penulisan Sejarah Tradisional (Historiografi Tradisional)

Penulisan kisah sejarah bukanlah sekedar meyusun dan merangkai fakta-fakta hasil penelitian, melainkan juga menyampaikan pendirian dan pikiran melalui interpretasi sejarah berdasarkan hasil penelitian. Dalam perkembangan selanjutnya penulisan  sejarah mengalami kemajuan, yaitu dengan munculnya gagasan baru dalam penulisan sejarah.

Setalah Indonesia merdeka sejarah sudah menjadi ilmu yang wajib dipelajari dan diteliti kebenarannya dengan teori dan metode yang modern. Hal ini disebabkan oleh nation building, yaitu sejarah nasional akan mewujudkan kristalisasi identitas bangsa,s erta membudayakan ilmu sejarah dalam masyarakat Indonesia yang menuntut pertumbuhan rakyat, meningkatkan kesejahteraan sejarah tentang perkembangan bangsa-bangsa.

Penulisan sejarah tradisional adalah penulisan sejarah yang dimulai sari zaman Hindu sampai masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Penulisan sejarah pada zaman ini berpusat pada masalah-masalah pemerintahan dari raja-raja yang berkuasa, bersifat istanasentris yang mengutamakan keinginan dan kepentingan raja. Penulisan sejarah di zaman Hindu-Buddha pada umumnya ditulis di prasasti dengan tujuan agar generasi dapat mengetahui peristiwa di zaman kerajaan pada masa dulu di mana seorang raja memeirntah, contoh kitab Arjunawiwaha zaman Erlangga, kitab Panji zaman Kameswara, serta kitab Baratayuda dan Gatotkacasraya di zaman Kediri pada masa Raja Jayabaya. Kitab Gatotkacasraya memuat unsur javanisasi, yakni mulai muncul dewa asli Jawa, yaitu Punakawan (Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong). Walaupun dari segi wajah kurang tokoh in bijak dan memiliki kemampuan yang luar biasa.

Setelah agama Islam masuk ke Nusantara maka terjadi proses akulturasi kebudayaan yang  menghasilkan bentuk baru dalam penulisan sejarah. Bentuk penulisan itu mulai digunakan kitab sebagai pengganti prasasti, contohnya Babad tanah Jawi dan Babad Cirebon. Penulisan peristiwa yang terjadi pada masa raja-raja Islam ditulis berdasarkan petunjuk raja untuk kepentingan kerajaan, misalnya kitab Bustanus Salatina. Kitab in menulis sejarah Aceh, juga berisi kehidupan politik pada masa Islam di Aceh, kehidupan masyarakat, soal agama Islam sosial, dan ekonomi.

Penulisan sejarah tradisional pada umumnya lebih menekankan pada beberapa hal berikut:

  1. Hanya membahas aspek tertentu, misalnya hanya aspek keturunan (genealogi saja) atau hanya diutamakan aspek kepercayaan (religius saja).
  2. Hanya membicarakan peristiwa tertentu yang dianggap penting dan perlu ditanamkan di tengah masyarakatnya untuk kepentingan istana belaka.
  3. Mengedepankan sejarah keturunan dari satu raja kepada raja berikutnya.
  4. Sering sejarah tradisional hanya memuat biografi tokoh-tokoh terkemuka di masa kekuasaannya.
  5. Sejarah tradisional menekankan pada struktur bukan prosesnya.
Jadi dalam penulisan sejarah tersebut tradisi masyarakat dan peran tokoh sangat diutamakan sebab adanya gambaran raja kultus dalam penulisannya, seperti zaman Raja Kertanegara. Namun, penulisan sejarah tradisional sangat berarti bagi penelusuran sejarah di masa lau.

Minggu, 08 September 2019

Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Aksara - Masyarakat Indonesia Masa Aksara - Perkembangan Rekaman Tertulis

Jejak-jejak masa lampau menjadi bahan penting untuk menuliskan kembali sejarah umat manusia. Jejak masa lampau mengandung informasi yang dapat dijadikan bahan penulisan sejarah. Masa lampau yang hanya meninggalkan jejak-jejak sejarah tersebut menjadi komponen penting dan mengandung informasi yang dapat dijadikan bahan untuk penulisan sejarah.

Kisah sejarah tersebut disampaikan dari generasi ke generasi dan dapat dipelihara terus sehingga mampu untuk mengisahkan kembali peristiwa dari jejak-jejak pada masa lampau.

Jejak sejarah dapat dibedakan menjadi dua.

  1. Jejak historis, yaitu jejak sejarah yang menurut sejarawan memiliki atau mengandung informasi tentang kejadian-kejadian yang historis sehingga dapat digunakan untuk menyusun penulisan sejarah.
  2. Jejak nonhistoris, yaitu suatu kejadian pada masa lampau yang tidak memiliki nilai sejarah.
Jejak historis yang berwujud tulisan merupakan rekaman tertulis tradisi masyarakat pada masa lalu. Rekaman tertulis di Indonesia terbagi menjadi sumber tertulis sezaman dan setempat, sumber tertulis sezaman tetapi tidak setempat, dan sumber tertulis setempat tidak sezaman. 

1. Sumber Tertulis Sezaman dan Setempat
Sumber tertulis sezaman ialah sumber tersebut ditulis oleh orang yang mengalami peristiwa itu, atau ditulis waktu itu, atau ditulis tidak setelah peristiwa itu terjadi. Sumber setempat maksudnya adalah penulisannya di dalam negeri sendiri. Contoh sumber tertulis sezaman dan setempat  adalah prasasti. Prasasti berarti pengumuman atau proklamasi, semacam perundang-undangan yang memuji raja dan biasanya berbentuk puisi atau bahasa puisi. Dalam istilah bahasa Inggris disebut enloggistie. Istilah lain untuk prasasti adalah inscriptie atau piagam. Ilmu yang mempelajari tentang prasasti disebut epigraphy.

Prasasti ada yang terbuat dari batu (disebut Caila Prasasti), dari logam, atau dari batu bata. Wujud prasasti yang berupa batu (Caila Prasasti) terdiri atas:
  • batu biasa (batu kali) disebut natural stone;
  • batu lingga (batu lambang Siwa);
  • pseudo lingga (lingga semu), biasanya berupa batu patok atau batu pembatas;
  • batu yoni (lambang isteri Siwa), biasanya juga disebut lambang wanita.
Adapun prasasti dari logam terbuat dari tembaga, perunggu, atau emas. Prasasti dari perunggu, misalnya prasasti dari Airlangga, yakni prasasti Calcutta. Prasasti yang berupa batu bata disebut juga Terra Cotta. Prasasti dari batu bata ini di Indonesia hanya sedikit sekali kita dapatkan. Contohnya adalah prasasti di candi Sentul.

Berdasarkan bahasa yang digunakan, prasasti dibedakan menjadi empat.
  1. Prasasti berbahasa Sanskerta, misalnya prasasti Kutai, prasasti Tarumanegara, prasasti Tuk Mas, prasasti Canggal (sumber sejarah Mataram Hindu), Ratu Boko, Kalasan, Kelurak, Plumpungan, dan Dinoyo.
  2. Prasasti perpaduan bahasa antara Jawa Kuno dengan Sanskerta, misalnya prasasti Kedu, prasasti Randusari I dan II, dan prasasti Trowulan I, II, III, IV.
  3. Prasasti perpaduan bahasa Melayu Kuno dengan Sanskerta, misalnya prasasti Kota Kapur di Sriwijaya, prasasti Gondosuli, prasasti Dieng, dan prasasi Sajomerto (Pekalongan).
  4. Prasasti perpaduan bahasa Bai Kuno dan Sanskerta.
Prasasti Bali Kuno kebanyakan terdapat di pura atau candi. Prasasti ini dianggap benda suci sehingga hanya diperlihatkan pada waktu pacara oeh para pedande (pendeta). Prasasti di Bali pada umumnya berisi Raja Casana atau peraturan dari raja. Pura yang terkenal di Bali, misanya Bangli, Kintamani, dan Sembiran. Ahli prasasti Bali adalah R. Goris. Beliau mentranskip prasasti Bali. Di Bali prasasti yang sudah rusak, hurufnya diduplikasikan kembali dengan istilah "tinulat".

Ada keanehan pada prasasti Tugu Sanur. Tinggi prasasti adalah 1 m, bentuknya agak silinder, tetapi tulisannya sudah sudah rusak. Prasasti ini memiliki keistimewaan menggunakan huruf Pranagari menggunakan bahasa Bali Kuno, sedangkan yang menggunakan huruf Bali Kuno menggunakan Bahasa Sanskerta. Artinya, prasasti Tugu Sanur ditulis dengan menggunakan dua bahasa (bilingual).

Secara umum isi prasasti memuat beberapa bagian, antara lain, sebagai berikut:
  1. Penghormatan kepada dewa dalam agama Hindu biasanya diawali dengan kata Ong Civaya, sedangkan agama Buddha diawali dengan kata Ong nama Buddhaya.
  2. Angkat tahun dan penanggalan, dalam penulisannya biasanya diawali dengan permulaan kata-kata :"Swasti Cri Cakawarsatita" yang berarti Selamat Tahun Caka yang sudah berjalan. Penamaan hari dalam satu minggu (tujuh hari) terdiri dari: Raditya (Minggu), Soma (Senin), Anggara (Selasa), Buddha (Rabu), Respati (Kamis), Cakra (Jumat) dan Sanaiswara (Sabtu).
  3. Menyebut nama raja, diawali dengan kata-kata "Tatkala Cri Maharaja Rakai Dyah ...." dan selanjutnya.
  4. Perintah kepada pegawai tinggi, perintah ini biasanya melalui Rakryan Mahaptih dengan istilah "Umingsor ring rakryan Mahapatih ...", jadi raja tidak memberi perintah langsung.
  5. Penetapan daerah sima (daerah bebas pajak), yang telah menolong raja atau menolong orang penting atau telah menolong rakyat banyak, misalnya daerah penyebrangan sungai.
  6. Sambhada (sebab musabab mengapa suatu daerah dijadikan sima).
  7. Para saksi.
  8. Desa perbatasan sima disebut juga "wanua tpisiring".
  9. Hadiah yang diberikan oleh daerah yang dijadikan sima kepada raja, kepada pendeta dan para saksi. Jika berupa uang, ukurannya adalah Su, berarti suwarna atau emas. Ma berarti masa dan Ku berarti kupang (1 Su = 16 Ma = 64 Ku atau 1 Su = 1 tail = 2 real) demikianlah ukuran uangnya.
  10. Jalannya upacara.
  11. Tontotnan yang diadakan.
  12. Kutukan (sumpah serapah kepada orang yang melanggar peraturan daerah sima).
Pada zaman Islam di Indonesia masih terdapat prasasti, yakni dari zaman Sultan Agung Mataram, antara lain, ditemukan di Jawa Barat berupa tembaga di Kandang Sapi atau Tegalwarna daerah Karawang. Prasasti ini menggunakan bahasa Jawa Tengahan, isinya daerah Sumedang dijadikan sima karena menjaga lumbung padi.

Amangkurat I dari Mataram juga mengeluarkan prasasti di dekat Parangritis pada sebuah gua. Prasasti ini dibuat Amangkurat waktu melarikan diri karena diserang Trunojoyo. Di situ terdapat Condro Sengkolo "Toya ingasto gono Batara" (toya = 4, asto = 2, gana = 6, Batara = 1) sama dengan 1624 tahun Jawa.

2. Sumber tertulis sezaman tetapi tidak setempat
Sumber ini dimaksudkan ditulis sezaman, tetapi ditulis di luar negeri. Sumber ini biasanya tidak begitu jelas, kebanyakan berasal dari Tiongkok arab, Spanyol, dan India. Misalnya, kitab Ling Wai taita karangan Chou Ku Fei pada tahun 1178. Buku ini menggambarkan kehidupan tata pemerintahan, keadaan istana, dan benteng Kerajaan Kediri. Juga menceritakan kehidupan bangsawan pada saat itu yang memakai sepatu kulit, perhiasan emas, pakaian sutra, dan menunggang gajah atau kereta, serta pesta air dan perayaan di gunung bagi rakyat. Kitab Chu Fang Chi ditulis Cahu Ju Kua pada abad ke-13, menceritakan di asia Tenggara tumbuh dua kerajaan besar dan kaya, yaitu di Jawa dan Sriwijaya. Sumber lain adalah tambo dinasti Tang dari Cina yang memuat tentang Holing dan Sriwijaya serta tambo dinasti Ming yang membicarakan kemajuan perdagangan zaman Majapahit. Berita Fa Hsien menyebut Tarumanegara atau Jawa dengan sebutan Yepoti dalam bukunya Fo Kwa Chi. Musafir I-Tsing yang pernah datang ke Indonesia ( di Sriwijaya dan belajar di sana) mengatakan bahwa Sriwijaya maju perdagangannya. Kemudian Hwining dalam perjalanannya singgah di Holing dan bekerja sama dengan Jnanabhadra untuk menerjemah kitab Hastadandasastra dalam bahasa Sanskerta (mereka berada di Holing selama tiga tahun). Selain itu, banyak juga catatan dari arab, Spanyol, India dan Belanda.

3. Sumber tertulis setempat tidak sezaman
Sumber ini ditulis lama sesudah peristiwa terjadi, mungkin sudah berdasarkan cerita dari mulut ke mulut atau berdasar cerita rakyat. Misalnya, buku Babad Tanah Jawi dan kitab Pararaton (walaupun ada babad sezaman, tetapi tidak banyak).

Sabtu, 07 September 2019

Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Aksara - Masyarakat Indonesia Masa Aksara - Perkembangan Sejarah Setelah Mengenal Tulisan

Kedatangan nenek moyang bangsa Indonesia dari Yunan ke Nusantara yang melewati jalan barat (melewati Yunan - Malaka - Sumatra - Jawa), serta yang melewati jalur utara Yunan  - Formosa - Jepang - Sulawesi Utara dan sampai di Irian/Papua ternyata membawa pengaruh besar terhadap perkembangan sejarah kehidupan bangsa Indonesia. Adanya beraneka ragam budaya daerah yang muncul di tengah-tengah perkembangan masyarakat yang masih dirasakan oleh masyarakat nusantara pada masa kini.

Bangsa Deutero Melayu yang datang 500 SM ke Nusantara ternyata membawa pengaruh yang lebih maju daripada pendahulunya. Mereka melaui jalan barat, yakni Yunan - Malaka - Sumatra - Jawa. Mereka hidup di Nusantara dan berkembang sebagai masyarakat yang produktif sera menjadi bangsa Indonesia sampai sekarang. Masyarakat Deutero Melayu yang telah berkembang menjadi bangsa Indonesia itu telah memiliki kemajuan di berbagai bidang antara lain sebagai berikut:

  1. Dalam bidang pemerintahan, mereka menganut asas demokrasi melalui musyawarah untuk menentukan pimpinan mereka bentuk organisasi kemasyarakatan yang ada adalah kesukuan. Kepala suku dipilih dari orang yang memiliki kemampuan tertinggi (primus inter pares).
  2. Dalam bidang ekonomi, usaha untuk memebuhi kebutuhan diupayakan dengan menggunakan ekonomi barang (pertukaran/barter), hidup gotong royong dalam mengerjakan sawah, berkelompok, dan semua hak milik digunakan bersama.
  3. Kepercayaan nenek moyang kita adalah animisme dan dinamisme.
Keadaan alam Nusantara memaksa mereka harus pandai berlayar sebab Nusantara terdiri atas kawasan kepulauan serta adanya tuntutan kebutuhan untuk saling mencukupi. Akhirnya, muncul perdagangan antarpulau dan berkembang menjadi perkembangan antarnegara. Pelayaran lintas laut telah membawa bangsa Indonesia mampu mengarungi lautan internasional sehingga terciptalah hubungan dagang yang maju, yang melibatkan kawasan Nusantara. Kita ketahui bahwa kemajuan pelayaran perdagangan antara Cina - India yang melewati kawasan Nusantara menyebabkan terjalinnya perdagangan Nusantara juga, namun pengaruh India di Nusantara jauh lebih besar. Pengaruh India yang masuk ke Nusantara membawa perkembangan bagi kemajuan hidup masyarakat di Nusantara pada saat itu dan berkembang sampai sekarang, misalnya dalam bidang pemerintahan, budaya, sosial, dan kepercayaan. 

1. Dalam Bidang Pemerintahan
Masyarakat Nusantara yang hidup secara berkelompok di masa lalu, ternyata mampu berkembang secara dinamis dengan bentuk kesukuan. Kontak dengan India ternyata membawa pengaruh positif dalam kehidupan masyarakat terutama dalam pemerintahan. Masyarakat Nusantara yang semula berbentuk kesukuan, dengan masuknya pengaruh hinduisme ke dalam masyarakat, mengubah bentuk pemerintahannya menjadi bentuk kerajaan. Kekuasaan raja diberikan secara turun temurun dan tidak dipilih rakyat sehingga rakyat menerima saja. Namun, raja yang lemah pasti segera jatuh digantikan raja yang lebih bijaksana dan kuat.

2. Dalam Bidang Budaya
Kita mengetahui bahwa masuknya budaya India ke Nusantara ternyata memberi semangat bangsa Indonesia untuk berkarya lebih bagus dan terarah. Bahkan para raja dan penguasa mulai menuliskan perintah melalui prasasti. Hasil karya budaya Nusantara yang mengagumkan dan memiliki seni yang tinggi, misalnya candi Borobudur yang menjadi kebanggan dunia dan relief pada dinding candi melebihi kehebatan orang India. Misalnya, relief Ramayana pada candi Prambanan. Begitu juga munculnya seni sastra yang dihasilkan oleh sastrawan Nusantara seperti cerita Mahabharata dan Ramayana versi Nusantara kitab Gatotkacasraya yang telah memuat unsur javanisasi.

3. Dalam bidang sosial
Pranata sosial di zaman Indonesia - Hindu sudah teratur, sudah ada desa sebagai satu kelompok masyarakat. Penerapan aturan untuk membina masyarkat sudah ada, kehidupan masyarakatnya bersifat gotong royong.

4. Dalam Kepercayaan
Nenek moyang yang sudah memiliki kepercayaan asli (animisme, dinamisme) mulai mengenal agama Hindu dan Buddha. Sehingga, meskipun telah menyembah Dewa Hindu atau Buddha, mereka tetap bersesaji untuk memuja roh (sesuai keyakinan animisme dan dinamisme).



Jumat, 06 September 2019

Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Praaksara - Cara Masyarakat yang Belum Mengenal Tulisan Mewariskan Masa Lalunya

Kita menyadari bahwa masyarakat Indonesia saat ini merupakan kelanjutan dari masyarakat terdahulu yang turun temurun menjadi nenek moyang kita dan telah mewariskan budayanya kepada masyarakat sekarang. Mereka di masa lampau hidup secara berkelompok, gotong royong, dan adanya pola kepemimpinan yang demokratis dan rasional, yakni primus inter pares. Pola kehidupan masyawakat saat itu dapat berkembang hingga masa kini. Cara mereka dalam mewariskan apa yang mereka miliki dilakukan melalui keluarga dan masyarakat. 

a. Melalui Keluarga
Keluarga merupakan lingkup sosial terkecil, tetapi paling kental dalam hidup kebersamaan. Nilai-nilai dan tatanan kehidupan dibina serta dihidupkan terus menerus melalui keluarga, mulai cara membuat alat kebudayaan, bahasa, bahkan unsur upacara-upacara yang kemudian dilestarikan secara turun-temurun.

b. Melalui Masyarakat
Masyarakat adalah suatu kumpulan manusia yang tinggal di suatu tempat dalam jangka waktu yang lama dan menghasilkan kebudayaan. Jadi, masyarakat dapat dibedakan berdasarkan budaya yang ada dan berkembang di dalamnya.

Masyarakat prasejarah mewariskan masa lalunya melalui benda-benda kebudayaan, baik yang terbuat dari batu, tulang, atau logam. Selain itu, mereka juga meninggalkan jejak-jejak berupa lukisan di dinding gua, sampah dapur, dan gua tempat tinggal.

Selain peninggalan yang berwujud benda (bersifat konkret), masyarakat praaksara juga meninggalkan budaya tidak berwujud benda (bersifat abstrak). Bentuk-bentuk peninggalannya berupa sistem religi (kepercayaan) dan adat istiadat (bahasa, seni, upacara-upacara adat, dan sebagainya). Kebudayaan itu ada yang punah, namun ada juga yang tetap dipelihara oleh masyarakat. Misalnya, pemberian sesaji pada tempat-tempat yang dianggap keramat, pertunjukan hiburan rakyat, tata cara perkawinan, kematian, dan perhitungan hari baik.

Berikut metode-metode pewarisan masa lalu yang dilakukan  masyarakat praaksara melalui keluarga dan masyarakat.
a. Folklore
Folklore adalah adat istiadat dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun temurun, tetapi belum dibukukan. Ada juga yang mengartikan folklore adalah sebuah cerita yang tokohnya adalah binatang, makhluk hidup di luar manusia, atau personifikasi abstrak yang mengambil perwatakan kemanusiaan dan berbicara serta bertingkah seperti manusia. Folklore dibedakan atas folklore lisan dan folklore nonlisan. Folklore lisan adalah folklore yang disebarluaskan dan diwariskan dalam bentuk lisan, seperti bahasa, teka-teki, dan puisi rakyat. Folklore nonlisan adalah folklore dalam bentuk benda-benda kuno hasil kebudayaan, misaya arsitektur rakyat, kerajinan tangan, pakaian, perhiasan tradisional, dan obat tradisional.

b. Mitologi
Mitlogi adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan bertalian dengan terjadinya tempat, alam semesta, para dewa, adat istiadat, dan konsep dongeng suci. Jadi mitologi adalah cerita tentang asal-usul alam semesta, manuai, atau bangsa yang diungkapkan dengan cara-cara gaib dan mengandung arti yang dalam.

Setiap suku bangsa di wilayah Nusantara memiliki mitlogi, yang ceritanya dikaitkan dengan kehidupan masyarakat di suatu daerah, misalnya, cerita terjadinya mado-mado atau marga di Nias (Sumatra Utara), cerita barong di Bali, cerita pemindahan Gunung Suci Mahameru di India oleh para dewa ke Gunung Semeru yang dianggap suci oleh orang Jawa dan Bali. Cerita mitologi yang paling luas persebarannya hampir di seluruh Asia Tenggara adalah mitologi Dewi Padi atau Dewi Sri.

c. Legenda
Legenda adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi yang ceritanya dihubungkan dengan tokoh sejarah, telah dibumbui dengan keajaiban, kesaktian, dan keistimewaan tokohnya. 

Legenda ada empat kelompok sebagai berikut:

  1. Legenda keagamaan: di dalam legenda keagamaan banyak kita jumpai kisah-kisah para wali penyebar Islam, misalnya, Sunan Kalijaga dan Syeikh Siti Jenar di Jawa, sedangkan di Bali dapat kita temui legenda tentang Kisah Ratu Calon Arang.
  2. Legenda kegaiban: legenda ini berkisah tentang kepercayaan rakyat pada alam gaib, misalnya kerajaan gaib orang Bunian di rimba raya Sumatra, kerajaan gaib Pajajaran di Jawa Barat, kerajaan gaib Laut Kidul di Jawa Tengah dan Yogyakarta, dan Si Manis Jembatan Ancol di Jakarta.
  3. Legenda perseorangan: legenda perseorangan menceritakan tokoh tertentu yang dianggap pernah ada dan terjadi, misalnya Sabai nan Aluih dan Si Pahit Lidah dari Sumatra, Si Pitung dan Nyai Dasima dari Jakarta, Lutung Kasarung dari Jawa Barat, Rara Mendut dan Jaka Tingkir dari Jawa Tengah, Suramenggolo dari Jawa Timur, serta Jayaprana dan Layonsari dari Bali.
  4. Legenda lokal: legenda lokal adalah legenda yang berhubungan dengan nama tempat terjadinya gunung, bukit, danau dan sebagainya. Misalnya, legenda terjadinya Danau Toba di Sumatra, Sangkuriang (legenda Gunung Tangkuban Perahu) di Jawa Barat, Rara Jonggrang di Yogyakarta dan Jawa Tengah, Ajisaka di Jawa Tengah dan Desa Trunyan di Bali.
  5. Dongeng: dongeng adalah cerita rakyat yang tidak benar-benar terjadi, diceritakan karena berisi petuah, kebaikan mengalahkan kejahatan, ajaran moral, dan petuah bijak lainnya. Ada dongeng binatang (fabel) di Bali yang terkenal dengan tokoh Tantri dan di Jawa ada tokoh Si Kancil. Dongeng manusia contohnya Jaka Tarub yang mencuri pakaian bidadari berasal dari Jawa Timur, dongeng Pasir Kumang dari Jawa Barat, dan dongeng Raja Pala dari Bai, dongeng Meraksamana dari Papua, dongeng Ande-ande Lumut dan Brambang Bawang dari Jawa Tengah, dan dongeng Bawang Merah dan Bawang Putih dari Jakarta. Dongeng lucu, contohnya Si Kabayan dari Jawa Barat, Gasin Meuseukin dari Aceh, dan Singa Rewa dari Kalimantan Tengah.
  6. Upacara: upacara adalah serangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan tertentu berdasarkan adat istiadat, agama, dan kepercayaan. Jenis upacara dalam kehidupan masyarakat, antara lain, upacara penguburan, upacara perkawinan, dan upacara pengukuhan kepala suku.
  7. Lagu-lagu daerah: lagu-lagu daerah atau lagu rakyat adalah syair-syair yang ditembangkan dengan irama menarik dalam bentuk lisan. Lagu rakyat dikenal dengan sebutan folksong. Lagu rakyat untuk anak-anak, misalnya, di Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah Cublak-culblak Suweng, Ilir-ilir, dan Jamuran; di Jawa Barat adalah Cing CAngkeling; di Kalimantan Barat adalah lagu Cik-Cik Periok; di Bali dikenal lagu Meyong-Meyong. Lagu-lagu rakyat umum, misalnya, lagu Butet dari Batak yang dilantunkan dengan nada sedih, lagu Tenang Tanage dari Manggarai, Flores, dengan nuansa perenungan, dan lagu Kampuang nan Jauh di mato dari daerah Sumatra Barat. Ada pula nyanyian religius yang dipadukan dengan tarian di daerah Aceh, yaitu Saman dan Seudati, dan di Nias ada lagu Hoho.

Kamis, 05 September 2019

Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Praaksara - Ciri-ciri Masyarakat Praaksara

Setelah nenek moyang datang di Nusantara dan menetap, mereka menginggalkan tradisi, aturan kemasyarakatan, serta religi yang ditaati oleh mereka dan anak keturunannya. Tradisi tersebut diwariskan kepada masyarakat hingga sekarang ini. Kemampuan nenek moyang kita sebelum mengenal tulisan dan sebelum terpengaruh budaya Hindu-Buddha oleh Brandes dikelompokkan sebagai berikut:
a. Kemampuan berlayar
Nenek moyang bangsa Indonesia datang dari Yunan sebelum Masehi. Mereka sudah pandai mengarungi laut dan harus menggunakan perahu untuk sampai di Indonesia. Kemampuan berlayar ini dikembangkan di tanah baru, yaitu di Nusantara, mengingat kondisi geografi di Nusantara terdiri banyak pulau. Kondisi ini mengharuskan menggunakan perahu untuk mencapai kepulauan lainnya. Salah satu ciri perahu yang dipergunakan nenek moyang kita adalah perahu cadik, yaitu perahu yang menggunakan alat dari bambu atau kayu yang dipasang di anan kiri perahu.

Pembuatan perahu biasanya dilakukan secara gotong royong oleh kaum laki-laki. Setelah masa perundagian, aktivitas pelayaran juga semakin meningkat. Perahu bercadik yang merupakan alat angkut tertua tetap dikembangkan sebagai alat trasnportasi serta perdagangan. Bukti adanya kemampuan dan kemajuan berlayar tersebut terpahat pada relief candi Borobudur yang berasal dari abad ke-8. Relief tersebut melukiskan tiga jenis perahu, yaitu:

  1. perahu besar yang bercadik,
  2. perahu besar yang tidak bercadik, dan
  3. perahu lesung
Bentuk perahu lesung adalah sampan yang dibuat dari batang kayu yang dikeruk di dalamnya menyerupai lesung, tetapi bentuknya memanjang. Untuk memperbesar ruangannya, pada dinding perahu ditempel papan serta diberi cadik pada sisi kanan dan kirinya untuk menjaga keseimbangan. Kapal yang besar pada relief candi Borobudur mempunyai dua tiang layar yang dimiringkan ke depan, sedangkan layar yang dipakai pada zaman itu berbentuk segi empat dengan buritan layar berbentuk segitiga. Kemampuan berlayar selanjutnya menjadi dasar dari kemampuan berdagang. Oleh karena itu, pada awal Masehi bangsa Indonesia sudah berlayar samapai batas barat Pulau Madagaskar, batas selatan Selandia Baru di timur Pulau Paskah, dan di utara sampai Jepang. Hal ini dapat terjadi karena nenek moyang memiliki ilmu astronomi, yaitu Bintang Biduk Selatan menjadi ptetunjuk arah selatan.

b. Kemampuan bersawah
Sistem persawahan mulai dikenal bangsa Indonesia sejak zaman Neolitikum, yaitu manusia hidup menetap. Mereka terdorong untuk mengusahakan sesuatu yang menghasilkan (food producing). Sistem persawahan diawali dari sistem ladang sedehrana yang belum banyak menggunakan teknologi, kemudian dengan adanya teknologi perairan tanah hingga lahirlah sistem persawahan.        

Sistem irigasi dalam bercocok tanam digunakan untuk memenuhi kebutuhan air dengan cara membuat pematang dan saluran air. Cara ini kemudian mengingkat menjadi pembuatan terasering di lereng pegunungan, serta pembuatan bendungan atau dam air yang sederhana. Sementara itu, untuk mengerjakan sawah dibuatlah alat-alat dari logam dan mengembangkan tanaman biji-bijian, padi, juwawut, serta tanaman kering lainnya. 

c. Mengenal astronomi
Pengetahuan astronomi (ilmu perbintangan) sudah dimiliki nenek moyang bangsa Indonesia. Masyarakat Indonesia telah mengenal ilmu pengetahuan dan memanfaatkan teknologi angin musim sebagai tenaga penggerak dalam aktivitas pelayaran dan perdagangan. Selain digunakan untuk mengenali musim, ilmu astronomi juga sudah dimanfaatkan sebagai petunjuk arah dalam pelayaran, yaitu Bintang Biduk Selatan dan Bintang Pari (orang Jawa menyebut Lintang Gubug Penceng) untuk menunjuk arah selatan serta Bintang Biduk Utara untuk menunjukkan arah utara. Kemampuan astronomi dan angin musim ini telah mengantarkan mereka berlayar ke barat sampai di Pulau Madagaskar, ke timur sampai di Pulau Paskah, dan ke selatan sampai di Selandia Baru serta ke arah utara sampai di Kepulauan Jepang. Pengetahuan astronomi juga digunakan dalam pertanian dengan memanfaatkan Bintang Waluku sebagai pertanda awal musim hujan.

d. Sistem mocopat
Sistem mocopat adalah suatu kepercayaan yang didasarkan pada pembagian empat penjuru arah angin, yaitu utara, selatan, barat, dan timur. Sistem mocopat dikaitkan dengan pendirian bangunan, pusat kota atau pemerintahan (istana), alun-alun, tempat pemujaan, pasar, dan penjara. Peletakan bangunan tersebut dibuat skema bersudut empat di mana setiap sudut mempunyai kemampuan dan kekuatan secara magis. Itulah sebabnya mengapa setiap desa pada zaman kuno selau diberi sesaji pada waktu-waktu tertentu, bahkanhari pasaran menurut perhitungan juga dikaitkan dengan sistem mocopat, yaitu
  1. arah barat diletakkan pon jatuh hari Senin dan Selasa,
  2. arah timur diletakkan legi jatuh hari Jumat,
  3. arah selatan diletakkan pahing jatuh hari Sabtu dan Minggu,
  4. arah utara diletakkan wage jatuh hari Rabu dan Kamis, dan
  5. arah tengan diletakkan kliwon jatuh hari Jumat dan Sabtu.
Jadi pola susunan masyarakat mocopat merupakan suatu kepercayaan dalam menata dan  menempatkan suatu bangunan yang bersudut empat, dengan susunan ibu kota pusat pemerintahan terdapat alun-alun di sekitar istana, serta ada abnguna tempat pemujaan, pasar, dan penjara.

Di daerah Tuban, Jawa Timur di masa dahulu masih terdapt model desa penenun sebagai berikut.
  1. Pusat desa lama terdapat di tengah desa (dikelilingi desa) di dalamnya terdapat rumah kepala desa, rumah pencelupan kain, dan rumah ulama.
  2. Pusat administrasi berada di belakan rumah kepala desa.
  3. Kemudian dikelilingi desa-desa mocopat yang membentuk lingkaran mengelilingi pusat desa tersebut.
Demikian kaitan antara sistem mocoppat dan religiositas di masa nenek moyang kita. 

e. Kesenian wayang
Kesenian wayang semula berpangkal pada pemujaan roh nenek moyang. Semula wayang diwujudkan sebagai boneka nenek moyang yang dimainkan oleh dalang pada malam hari. Dengan beralaskan tirai dan tata lampu di belakangnya serta boneka yang digerak-gerakkan sehingga terlihat bayangan boneka seolah-olah hidup. Jika dalang kemasukan roh nenek moyang, sang dalang akan menyuarakan suara nenek moyang yang berisi nasihat-nasihat kepada anak cucu mereka. Setelah kedatangan hinduisme ke nusantara maka kidah nenek moyang digantikan kisah Ramayana dan Mahabharata. Bonekanya kemudian diganti dengan bentuk tokoh dalam cerita Mahabharata. Fungsinya pun beralih sebagai pertunjukan dan penontonnya melihat dari depan tirai.

Pada zaman Kediri, muncul kitab Gatotkacasraya yang mulai menampilkan dewa asli Jawa, yakni Punakawan yang berperan agresif dan dinamis dalam membimbing dan mengawal para Pandawa dari ancaman musuhnya, yakni Kurawa (kitab Gatotkacasraya memuat unsur javanisasi).

Pada waktu senggang, nenek moyang yang sudah menetap dan hidup bercocok tanam menyalurkan bakat seninya serta pemujaan setelah panen dengan pertunjukkan wayang. Pertunjukan tersebut untuk memuja Dewi Sri yang telah memberi berkah pertanian. Selain itu, pertunjukan wayang merupakan tontonan yang di dalamnya terdapat nasihat yang berharga.

f. Seni gamelan
Seni gamelan ada kaitannya dengan seni wayang. Seni gamelan ini dipakai untuk mengiringi pertunjukkan wayang. Pada waktu musim bercocok tanam sudah usai masyarakat kuno itu membuat alat musik gamelan, mengembangkan seni membatik, dan mengadakan pertunjukan wayang semalam suntuk untuk dapat dilihat oleh masyarakat di sekitarnya.

g. Seni membatik
Seni membatik merupakan kerajinan membuat gambar pada kain. Cara menggambarnya mempergunakan alat canting yang diisi bahan cairan lilin (orang Jawa menyebutnya malam ) yang telah dipanaskan, lalu dilukiskan pada kain sesuai motifnya.
Bagian kain yang tidak terkena malam/cairan lilin akan menjadi berwarna merah setelah dimasukkan ke dalam air soga. Membatik dilakukan untuk mengisi waktu luang bercocok tanam setelah panen, sekaligus merupakan kegiatan religius, sebab ada kegiatan membatik tertentu yang dimaksudkan untuk menghormati nenek moyang mereka.

h. Pengaturan masyarakat
Nenek moyang kita hidup berkelompok. Mereka bersepakat untuk hidup secara bersama, hidup gotong royong, dan demokratis. Mereka memilih seorang pemimpin yang dianggap dapat melindungi masyarakat dari berbagai gangguan termasuk gangguan roh sehingga seorang pemimpin dianggap memiliki kesaktian lebih. Cara pemilihan pemimpin yang demikian disebut primus inter pares, yaitu yang terutama di antara yang banyak. Jadi, seorang pemimpin adalah yang terbaik bagi mereka bersama.

i. Sistem ekonomi dengan mengenal perdagangan
Kebutuhan hidup manusia selau menuntut untuk dipenuhi. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat kuno saling bertukar barang (barter) dari satu wilayah ke wilayah lain. Jadi, dalam hal perdagangan, nenek moyang kita sudah melaksanakan kegiatan barter dikarenakan mereka belum mengenal uang, nilainya berdasarkan kesepakatan bersama.

j. Sistem kepercayaan
Manudia yang terdiri atas jasmani dan rohani memunculkan suatu kepercayaan bersifat rohani yang kemudian dipersonifikasikan dalam bentuk riil. Sistem kepercayaan masyarakat Indonesia mulai tumbuh pada masa hidup berburu dan mengumpulkan makanan, ini dibuktikan dengan penemuan lukisan dinding gua di Sulawesi Selatan berbentuk cap tangan merah dengan jari-jari yang direntangkan. Lukisan itu diartikan sebagai sumber kekuatan atau simbol perlindungan untuk mencegah roh jahat. Manusia di zaman hidup bercocok tanam sudah percaya adanya dewa alam yang menciptakan banjir, gunung meletus, gempa bumi, dan sebagainya. 

Pada zaman perundagian, masyarakat sudah percaya roh nenek moyang. Mereka percaya jiwa dan roh berdiam di batu besar, pohon besar, dan sebagainya. Kepercayaan ini pada akhirnya diwariskan kepada kita hingga masa sekarang.

Herbert Spencer dan August Comte menerapkan teori evolusi untuk mengkaji masyarakat manusia dalam kaitannya dengan religi. Menurut keduanya, semua bangsa di dunia mempunyai suatu bentuk religi. Bentuk religi muncul karena manusia sadar dan takut akan maut. Bentuk religi tertua adalah penyembahan kepada roh yang merupakan personifikasi dari jiwa orang yang telah meninggal, terutama dari nenek moyangnya yang kemudian berevolusi terhadap pemujaan kepada dewa. Hal ini sesuai dengan pandangan Edward B. Taylor. Ia mengatakan bahwa tingkat tertua dari evolusi religi adalah pemujaan kepada jiwa orang yang telah meninggal yang disebut makhluk halus (spirit), yakni jiwa yang telah merdeka, terlepas dari tubuh jasmani untuk selamanya. Keyakinan ini disebut animisme. 

Jadi, dapat kita ketahui bahwa tradisi masyarakat Indonesia sebelum mengenal tulisan adalah sebagai berikut:
  1. Organisasi kemasyarakatan sudah ada, yaitu adanya masyarakat teratur, demokratis, dan memilih pemimpinnya dengan primus inter pares dalam bentuk kesukuan.
  2. Kemasyarakatan atau pranata sosialnya adalah masyarakat yang hidup berkelompok sebagai makhluk sosial dan bergotong royong.
  3. Memiliki pengetahuan alam, yakni memanfaatkan alam sekitarnya sebagai wujud peduli dan memelihara alam lingkungannya.
  4. Sudah mengenal sistem persawahan
  5. Kemampuan berlayar dan berdagang dengan memanfaatkan angin musim, bahkan mereka sudah berani mengarungi laut luas.
  6. Sudah memiliki teknologi perundagian, yakni pengecoran logan dengan sistem bivalve dan a cire perdue.
  7. Sistem kepercayaan pada mulanya menyembah roh nenek moyang kemudian menyembah dewa.
  8. Sudah memiliki sistem ekonomi barter.