Selasa, 20 Agustus 2019

Dinasti Isana di Jawa Tengah

Pusat pemerintahan di Jawa Tengah yang dipindahkan ke Jawa timur dipengaruhi yang beberapa faktor. Pendapat lima dinyatakan karena

  1. Bencana alam, yakni meletusnya gunung berapi
  2. Akibat banyak tenaga laki-laki yang dipekerjakan untuk membuat candi sehingga awah tejadi terbengkalai.
Pendapat baru menyatakan adanya dua faktor yakni, (1) keindahan alam; alam Bumi Mataram tertutup secara alamiah dari dunia luar sehingga sulit untuk berkembang. Sebaliknya alam Jawa Timur lebih terbuka untuk mengembangkan aktivitas perdagangan dengan dunia luar. Sungai Bengawan Solo dan Sungai Brantas dapat dipakai sebagai sarana perhubungan dan perdagangan pedalaman dan pantai. Di samping itu tanah di Jawa Tengah masih subur dibandingkan dengan Jawa Tengah yang sudah lama dimanfaatkan; (2) masalah politik, yakni menghindarkan diri dari serangan Sriwijaya. Sebab setelah Dinasti Syailendra terdesak dari Jawa Tengah dan menetap di Sumatra, merupakan ancaman yang serius.

a. Kehidupan Politik
Pemindahan kekuasaan ke Jawa Timur dilakukan oleh raja Empu Sendok, dan membentuk dinasti baru yakni Isana. Nama Isana diambil dari gelar resmi Empu Sendok yakni Sri Maharaja Rake Hino Sri Isanawikramatunggadewa. Wilaya kekuasaan Empu Sendok meliputi Nganjuk di sebelah  barat, Pasuruan di timur, Surabaya di utara dan Malang di selatan. Empu Sendok memegang pemerintahan dari tahun 929-947 dengan pusat pemerintahannya di Watugaluh. Ia memerintah dengan adil dan bijaksana dengan melakukan berbagai usaha untuk kemakmuran rakyat. Diantaranya ialah membuat bendungan-bendungan untuk perairan dan memberikan hadiah-hadiah tanah untuk pemeliharaan bangunan-bangunan suci. Di samping itu juga memerintahkan untuk mengubah sebuah kitab agama Buddha aliran Tantrayana yang diberi judul Sang Hyang Kamahayanikan.

Setelah Empu Sendok meninggal kemudian digantikan oleh putrinya yang bernama Sri Isanatunggawijaya. Putri ini kawin dengan Lokapala, dari pernikahannya lahirlah seorang putra bernama Makutawangsawardana yang meneruskan tahta ibunya. Setelah Makutawangsawardana meninggal yang menggantikan ialah Darmawangsa (990-1016). Dalam pemerintahannya ia berusaha meningkatkan kesejahterann rakyatnya yang hidup dari pertanian dan perdagangan. Pada saat itu pusat perdagangan di Indonesia dikuasai oleh Sriwijaya, maka Dharmawangsa berusaha untuk menyerang Sriwijaya dengan tujuan menguasai daerah Sriwijaya bagian selatan (Selat Sunda). Akan tetapi, selang beberapa tahun kemudian Sriwijaya bangkit mengadakan serangan balasan. Dalam hal ini Sriwijaya mengadakan kerja sama dengan kerajaan Worawari (kerajaan asal di Jawa). Serangan Worawari sangat tepat, yakni ketika Dharmawangsa melangsungkan upacara pernikahan putrinya dengan Airlangga (1016). Dharmawangsa beserta seluruh pembesar istana mengalami pralaya, tetapi Airlangga berhasil meloloskan diri beserta pengiringnya yang setia Narotama, menuju hutan Wonogiri diiringi juga oleh para pendeta.

Selama tiga tahun (1016-1019) Airlangga digembleng lahir dan batin oleh para pendeta. Atas tuntutan rakyat dan pendeta, Airlangga bersedia menjadi raja menggantikan Dharmawangsa. Pada tahun 1019, Airlangga dinobatkan menjadi raja dengan gelar Sri Maharaja Rake Halu Lokeswara Dharmawangsa Airlangga Anantawikramatunggadewa. Tugas Airlangga ialah menyatukan kembali daerah kekuasaan semasa Dharmawangsa dan usaha ini dapat berhasil dengan baik. Ibukota kerajaan pada tahun 1031 di Wutan Mas, kemudian dipindahkan ke Kahuripan pada tahun 1037. Selanjutnya Airlangga melakukan pembangunan di segala bidang demi kemakmuran rakyatnya.

Pada tahun 1042 Airlangga mengundurkan diri dari tahta dan menjadi seorang petapa dengan nama Jatinindra atau Resi Jatayu. Sebelumnya Airlangga menobatkan putrinya, Sri Sanggramawijaya namun menolak dan ia juga menjadi seorang petapa dengan nama Dewi Kili Suci. Akhirnya kerajaan dibagi menjadi dua yakni Jenggala dengan ibukota Kahuripan dan Panjalu yang dikenal dengan nama Kediri. Jenggala diperintah oleh Gorasakan, sedangkan Kediri oleh Samarawijaya (keduanya terlahir dari selir).

b. Kehidupan Sosial-Ekonomi
Kehidupan sosial ekonomi masyarakat Kerajaan di Jawa Timur ini cukup baik, karena mendapat perhatian dari raja-raja yang memerintah. Di antaranya Airlangga yang memerintahkan membuat tanggul di Waringit Pitu (Prasasti Kalegen 1037) dan waduk-waduk di beberapa bagian Sungai Brantas untuk pengairan sawah-sawah dan mengurangi bahaya banjir. Untuk memajukan  aktivitas perdagangan, Airlangga juga mengadakan perbaikan pelabuhan Ujung Gauh yang letaknya di sungai Brantas, sedangkan pelabuhan Kembang Putih di Tuban diberikan hak-hak istimewa.

0 Comments:

Posting Komentar