Sekolah Dasar

Di halaman ini kamu akan mendapatkan banyak materi Sekolah Dasar

Sekolah Menengah Pertama

Di halaman ini kamu akan mendapatkan banyak materi Sekolah Menengah Pertama

Sekolah Menengah Atas

Di halaman ini kamu akan mendapatkan banyak materi Sekolah Menengah Atas

Materi Umum

Di halaman ini kamu akan mendapatkan banyak Pengetahuan Umum

Kelas Online

Jika kamu membutuhkan bimbingan untuk belajar online, kamu bisa gabung di kelas online.

Sabtu, 31 Agustus 2019

Kerajaan Makasar

a. Kehidupan Politik
Pada abad ke-17 di Sulawesi Selatan telah muncul bebearapa kerajaan kesil seperti Goa, Tello, Sopeng, dan Bone, Diantara kerajaan-kerjaan tersebut yang kemudian muncul sebagai kerajaan besar adalah Goa dan Tello keduanya lebih dikenal dengan nama Kerajaan Makasar. 

Adapun faktor-faktor yang membawa perkembangan Makasar ialah:

  1. terletak di tepi sungai
  2. letak Makasar yang sangat strategis dalam lalu lintas perdagangan Malaka-Maluku. 
  3. jatuhnya Malaka ke tangan Portugis 1511.
  4. beralihnya sistempemerintahan di Jawa Tengan ke corak agraris.
Pada tahun 1605 penguasa dari kerajaan kembar Goa dan Tello memeluk agama Islam. Rajan Tello bernama Karaeng Mataoya yang bergelar Sultan Abdullah dengan julukan awalul Islam; dan raja Goa bernama Daeng Manrabia dengan gelar Sultan Alaudin Pada masa raja Dwi Tunggal ini, yakni Abdullah dan Alaudin ini giat mengislamkan rakyat dan merupakan kerajaan Islam pertama di Sulawesi Selatan. Kerajaan Goa-Telo (Makasar) berkembang di bawah pemerintahan Muhammad Said (1639-1653) dan mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan hasanuddin (16654-1670). Sultan Hasanuddin mendapatkan julukan "Ayam Jantan dari Timur" karena keberaniannya menentang monopoli Belanda.

Usaha-usaha penetrasi kekuasaan terhadap Makasar dilakukan oleh VOC dalam rangka melaksanakan politik monopoli perdagangan. Hubungan Makasar VOC yang semula baik, kemudian retak dan akhirnya menjadi permusuhan. Pertempuran besar meletus pada tahun 1666 ketika Makasar di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin. Dalam hal in VOC di bawah pimpinan Speelman berkoalisi dengan Kapten Jonker dari ambon dan Aru Palaka Raja Bone. Perlawanan Hasanuddin berhasil dipatahkan, dan para pemimpin yang tidak mau tunduk kepada VOC seperti kraen Galesung dan Montemerano melarikan diri ke Jawa. Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667.

Isinya sangat merugikan rakyat, yakni:
  1. Wilayah Makasar terbatas pada Goa, wilayah Bone dikembalikan kepada Aru palaka.
  2. Kapal makasar dilarang berlayar tanpa seizin VOC.
  3. makasar tertutup untuk semua bangsa kecuali VOC dengan hak memonopolinya.
  4. semua benteng harus dihancurkan, kecuali satu yakni benteng Ujung Pandang yang kemudian namanya diganti menjadi Bentenr Rotterdam.
  5. Makasar harus mengganti kerugian perang sebesar 250 ribu ringgir.
Walaupun Sultan Hasanuddin telah menandatangani perjanjian tersebut, namun drasa sangat menindas, maka perlawanan muncul lagi (1667-1669).
Makasar berhasil dihancurkna dan selanjutnya dinyatakan sebagai milik VOC.

b. Kehidupan Ekonomi
Untuk menunjang Makasar sebagai pelabuhan transito dan untuk mencukupi kebutuhannya, maka kerajaan ini menguasai daerah-daerah sekitarnya. Di sebelah timur ditaklukanlah Kerajaan Bone; sedangkan untuk memperlancar dan memperluas jalan perdagangan, Makasan menguasai daerah-daerah selatan seperti pulay Selayar, Buton demikian juga Lombok dan Sumbawa di Nusa Tenggara Barat. Dengan demikian jalan perdagangan waktu musim Barat yang melalui sebelah Utara kepulauan Nusa Tenggara dan jalan perdagangan waktu musim Timur yang melalui sebelah selatan dapat dikuasainya.

Makasar berkembang sebagai pelabuhan Internasional, sehingga banyak pedagang Asing seperti Portugis, Inggris, dan Denmark berdagang di Makasar. Dengan jenis perahu-perahunya seperti Pinisi dan Lambo, pedagang-pedagang Makasar memegang peranan penting dalam perdagangan di Indonesia. Hal in menyebabkan mereka berhadapan dengan Belanda yang menimbullkan beberapa kali peperangan. Pihak Belanda yang merasa berkuasa atas Maluku sebagai sumber empah-rempah, menganggap Makasar sebagai pelabuhan gelap; sebab di Makasar diperjualbelikan rempah-rempah yang berasal dari Maluku.

Untuk mengatur pelayaran dan perniagaan dalam wilayahnya disusunlah hukum niaga dan peniagaan yang disebut Ade Allopioping Bicarance Pabbalu'e dan sebuah naskah lontar karya Amanna Gappa.

c. Kehidupan Sosial-Budaya
Mengingat Makasar sebagai kerajaan maritim dengan sumber kehidupan masyarakat pada aktivitas peayaran perdagangan maka sebagian besar kebudayaannya dipengaruhi oleh keadaan tersebut. Hasil kebudayaan yang terkenal dari Makasar adalah perahu Pinisi dan Lambo. Selain itu juga berkembang kebudayaan lain seperti seni bangung, seni sastra, seni suara dan sebagainya.





Kerajaan Mataram

a. Kehidupan Politik
Sesuah Kerajaan Demak runtuh, Joko Tingkir (menantu Sultan trenggono) memindahkan pusat pemerintahan ke Pajang. Joko Tingkir naik takhta dengan gelar Sultan Hadiwijaya, namun tidak llama (1568-1586). Hal ini disebabkan kota-kota pesisir terus memperkuat diri. Ketika Sultan meninggal (1586) dan digantikan putranya, Pangeran Benowo, kekacauan makin tidak terkendali. Kekuasaan kemudian diserahkan kepada Sutowijoyo, dan sekali lagi pusat pemerintahan dipindahkan ke Mataram. 

Sutowijoyo mengangkat dirinya sebagai raja Mataram dengan gelar Panembahan Senopati (15886-1601) dengan ibukota kerajaan di Kota Gede. Tindakan-tindakan penting yang dilakukan adalah:

  1. meletakkan dasar-dasar Kerajaan Mataram,
  2. berhasil memperluas wilayah kekuasaan ke timur, Surabaya Madiun dan Ponorogo, dan ke barat menundukkan Cirebon dan Galuh. 
Pengganti Panembahan Senopati adalah Mas Jolang. Ia gugur di daerah Krapyak dalam upaya memperluas wilayah, sehingga disebut Panembahan Seda Krapyak. raja terbesar Kerajaan Mataram ialah Mas rangsang dengan gelar Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613-1645). Sultan bercita-cita:
  1. mempersatukan seluruh Jawa di bawah kekuasaan Mataram, dan
  2. mengusir kompeni (VOC) dari Batavia. 
Masa pemerintahan Sultan Agung selama 32 tahun dibedakan atas dua periode, yaitu masa penyatuan negara dan masa pembangunan. Masa penyatuan negara (1613-1629) merupakan masa peperangan untuk mewujudkan cita-cita menyatukan seluruh Jawa. Sultan agung memnungukkan Gresik, surabaya, Kediri, Pasuruan dan Tuban, selanjutnya Lasem, Pamekasan, dan Sumenep. Dengan demikian seluruh Jawa telah tunduk di bawah Mataram, dan Luar Jawa kekuasaan meluas sampai Palembang Sukadana (Kalimantan), dan Goa.

Setelah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Cirebon berhasil dikuasai, Sultan Agung merencanakan untuk menyerang Batavia. Serangan pertama dilancarkan pada bulan Agustus 1628 di bawah pimpinan Bupati Bauresko. dari Kendal dan Dipati Ukur dari Sumedang. Batavia dikepung dari darat dan laut selama 2 bulan, namun tidak mau menyerah bahkan sebaliknya akhirnya tentara Mataram terpukul mundur. Dipersiapkan serangan yang kedua dan dipersiapkan lebih matang dengan membuat pusat-pusat perbekalan makanan di Tegal. Cirebon dan Karawang serta dipersiapkan angkatan laut. Serangan kedua dilancarkan bulan September 1629 di bawah pimpinan Sura Agul-agul, Mandurarejo, dan Uposonto. Namun nampaknya VOC telah mengetahui lebih dahulu rencana tersebut, sehingga VOC membakar dan memusnahkan gudang-gudang perbekalan. Serangan ke Batavia mengalami kegagalan, karena kurangnya perbekalan makanan, kalah persenjataan, jarak Mataram-Jakarta sangat jauh, dan tentara Mataram terjangkit wabah penyakit.

Setelah Sultan Agung menginggal, penetrasi politik VOC di Mataram makin kuat. Akibat campur tangan VOC dan adanya perang saudara dalam memperebutkan takhta pemerintahan menjadikan kerajaan Mataram lemah dan akhirnya terpecah-pecah menjadi kerajaan kecil. 

Perseteruan antara Paku Buwono II yang dibantu kompeni dan Pangeran Mangkubumi dapat diakhiri dengan Perjanjian Giyanti tanggal 13 Februari 17755 yang isinya Mataram dipecah menjadi dua, yakni:
  1. Mataram Barat yakni Kesultanan Yogyakarta, diberikan kepada Mangkubumi dengan gelar Sultan Hamengku Buwono I.
  2. Mataram Timur yakni Kasunanan Surakarta diberikan kepada Paku Buwono III.
Selanjutnya untuk memadamkan perlawanan Raden mas said diadakan Perjanjian Salatiga, tanggal 17 Maret 1757, yang isinya dibagi menjadi dua yakni:
  1. Surakarta Utara diberikan kepada Raden mas Said dengan gelar Mangkunegoro I, kerajaannya dinamakan Mangkunegaran.
  2. Surakarta Selatan diberikan kepada Paku Buwono III kerajaannya dinamakan kasunanan Surakarta.
Pada tahun 1813 sebagian daerah Kesultanan Yogyakarta diberikan kepada Paku Alam selaku Adipati. Dengan demikian kerajaan Mataram yang satu, kuat dan kokoh pada masa pemerintahan Sultan agung akhirnya terpecah-pecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil yakni:
  1. Kerajaan Yogyakarta
  2. Kasunanan Surakarta
  3. Pakualam
  4. Mangkunegaran
b. Kehidupan Ekonomi
Kerajaan Mataram yang makin jauh di daerah pedalaman, merupakan kerajaan agraris dengan hasil utamanya ialah beras. Pada masa Sultan Agung, kehidupan masyarakat Mataram mengalami perkembangan pesat. Pada masa ini hasil bumi Mataram cukup melimpah.

c. Kehidupan Sosial-Budaya
Pada masa pertumbuhan dan berkaitan dengan masa pembangunan, maka Sultan Agung melakukan usaha-usaha antara lain untuk meningkatkan daerah-daerah persawahan dan memindahkan banyak para petani ke daerah Krawang yang subur.

Atas dasar kehidupan agraris itulah disusun suatu masyarakat yang bersifat feodal. Para pejabat pemerintahan memperoleh imbalan berupa tanah garapan (lungguh), sehingga sistem kehidupan ini menjadi dasar munculnya tuan-tuan tanah di Jawa.

Pada masa kebesaran Mataram, kebudayaan juga berkembang antara lain seni tari, seni pahat, seni sastra, dan sebagainya. Di samping itu, muncul Kebudayaan Kejawen yang merupakan akulturasi antara kebudayaan asli, Hindu, Buddha dengan Islam. Upacara Grebeg yang bersumber pada pemujaan roh nenek moyang berupa kenduri gunungan yang merupakan tradisi sejak zaman Majapahit dijatuhkan pada waktu perayaan hari besar Islam, sehingga muncul Grebeg Syawal pada hari raya Idul Fitri; Grebeg Maulud pada bulan Rabiulawal. Hitungan tahun yang sebelumnya merupakan tarikh Hindu yang didasarkan pada peredaran matahari (tarikh Syamsiah) dan sejak tahun 1633 diubah menjadi tariks Islam yang berdasarkan pada peredaran bulan (tarikh Qomariyah). Tahun Hindu 1555 diteruskan dengan perhitungan baru yang dikenal dengan Tahun Jawa.

Adanya suasana yang aman, damai, dan tenteram, maka berkembang juga Kesustraan Jawa. Sultan Agung sendiri mengarang Kitab Sastra Gending yang berupa kitab filsafat. Demikian juga muncul kitab Nitisuri, Nitisasta, dan Astabrata yang berisi ajaran tabiat baik yang bersumber dari kitab Ramayaha.

Jumat, 30 Agustus 2019

Kerajaan Banten

a. Kehidupan Politik
Banten dikuasai dan di-Islamkan oleh Fatahilah (panglima perang Demak). Selain itu, Fatahilah jug amrebut Sunda Kelapa dan Cirebon. Setelah dikuasai nama Sunda Kelapa diubah menjadi Jayakarta (1527). Selanjutnya, Fatahilah menetap di Cirebon, dan Banten diserahkan kepada putranya, Hasanudin.

Meskipun Banten, Jayakarta, dan Cirebon berhasil dikuasai, namun kawasan ini tetap menjadi daerah kekuasaan Demak. Namun, ketika terjadi goncangan politik sebagai akibat perebutan kekuasaan di Demak, maka Banten melepaskan diri. Hasanudin sebagai peletak dasar selanjutnya menjadai raja Banten pertama (1552-1570). Daerah kekuasaannya diperluas hingga Lampung dan berhasil menguasai perdagangan lada. Pada tahun 1570 Sultan Hasanuddin meninggal dan digantikan putranya yakni Paanembahan Yusuf (1570-1580). Masa pemerintahannya berhasil menundukkan Kerajaan Pajajaran. Raja terbesar Banten adalah Sultan Agen Tirtayasa (1651-1682). Sultan Ageng Tirtayasa berhasil memajukan perdagangan Banten. Politik Sultan Ageng Tirtayasa terhadap VOC sangat keras. Sikap politik ini tidak disetujui putranya Sultan Haji (Abdulnasar Abdulkahar), sehingga terjadi perselisihan. Sultan Haji kemudian meminta bantuan VOC, sehingga Kerajaan Banten yang berhasil dikembangkan bidang ekonomi (perdagangan dan pelayaran) dan politik oleh Suultan Ageng Tirtayasa, pada akhirnya menjadi boneka kompeni.

b. Kehidupan Ekonomi
Banten dibawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa dapat berkembang menjadi bandar perdagangan dan pusat penyebaran agama Islam. adapun faktos-faktornya ialah:

  1. letaknya strategir dalam lalu llintas perdagangan;
  2. jatuhnya Malaka ke tangan Portugis, sehingga para pedagang Islam tidak lagi singgal di Malaka namun langsung menuju Banten;
  3. Banten mempunyai bahan ekspor penting yakni lada. 
Banten yang menjadi maju banyak dikunjungi pedagang-pedagang dari Arab, Gujarat, Persia, Turki, Cina, dan sebagainya. Di kota daganga Banten segera terbentuk perkampungan-perkampungan menurut asal bangsa itu, seperti orang-orang Arab mendirikan Kampung Pakoajan, orang Cina mendirikan Kampung Pacinan, orang-orang Indonesia mendirikan Kampung Banda, Kampung Jawa dan sebagainya.

c. Kehidupan Sosial Budaya
Sejak Banten di-Islamkan oleh Fatahilah tahun 1527, kehidupan sosial masyarakat secara berangsur-angsur mulai berlandaskan ajaran-ajaran Islam. Setelah Banten berhasil mengalahkan Pajajaran perngaruh Islam makin kuat didaerah pedalaman. Pendukung kerajaan Pajajaran menyingkir ke pedalaman, yakni ke daerah Banten Selatan, mereka dikenal sebagai Suku Badui. Kepercayaan mereka disebut Pasundan Kawitan yang artinya Pasundan yang pertama. Mereke mempertahankan tradisi-tradisi lama dan menolak pengaruh Islam.

Kehidupan sosial masyarakat Banten semasa Sultan Ageng Tirtayasa cukup baik, karena sultan mememerhatikan kehidupan dan kesejahteraan rakyatnya. Namun setelah Sultan Ageng Tirtayasa meningal, dan adanya campur tangan Belanda dalam berbagai kehidupan sosial masyarakat mulai merosot taja, Seni budaya masyarakat ditemukan pada bangunan Masjid Agung Banten (tumpang lima), dan gapura-gapura di Kaibon Banten. Di samping itu, juga bangunan istana yang dibangun oleh Jan Lukas Cardeel, orang Belanda, pelarian dari Batavia yang telah menganut agama Islam. Susunan istananya merupai istana raja di Eropa. 

Kamis, 29 Agustus 2019

Kerajaan Demak

Dengan mundurnya kerajaan Majapahit, memberikan kesempatan kepada para bupati yang berada di pesisir pantai utara Jawa untuk melepaskan diri, khususnya Demak. Faktor lain yang mendorong perkembangan Demak ialah letaknya yang strategis di jalur perdagangan Indonesia bagian barat dengan Indonesia bagian timur.

a. Kehidupan Politik
1. Raden Patah (1475-1518)
dengan bantuan beberapa daerah yang telah memeluk Islam, misalnya Jepara, Tuban, dan Gresik, Raden Patah pada 1475 berhasil mendirikan Kerajaan Demak, yang merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa. Menurut Babad Tanah Jawa, raden Patah adalah putra Brawijaya V (Raja Majapahit terakhir) dengan putri Champa. raden Patah semula diangkat menjadi Bupati oleh Kerajaan Majapahit di Bintoro Demak dengan gelar Sultan Alam Akhbar al Fatah.

Dalam upaya mengembangkan kekuasaan dan menguasai perdagangan nasional dan internasional maka pada 1513 Demak melancarkan serangan ke Malaka di bawah pimpinan Dipati Unus (Pangeran Sabrang Lor). Namun serangan tersebut mengalami kegagalan.

Dalam bidang politik, Demak menempatkan para wali dilingkungan kerajaan sebagai pendamping, dan sekaligus sebagai penasihat raja. Peran ini tampak pada diri Sunan Kalijaga yang saran-sarannya memberi corak seakan-akan Demak sebagai negara teokrasi atau negara atas dasar agama. 

2. Sultan Trenggono (1521-1546)
Raden Patah digantikan putranya Adipati Unus (1518-1521). Ia dikenal sebagai Pangeran Sabranf Lor (sebab pernah mengadakan serangan ke utara atau Malaka), meninggal tanpa berputra, dan digantikan oleh adiknya, yaitu Sekar Seda Lepen. Namun, pangeran ini dibunuh kemenakannya sendiri, sehingga yang menggantikan adiknya yaitu Raden Trenggono, dengan gelar  Sultan Trenggono.

Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Demak mencapai puncak kejayaan, wilayah kekuasaan luas, mulai Jawa Brat (Banten, Jayakarta dan Cirebon), Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Dengan wafatnya Sultan Trenggono memberi peluang keturunan Sekar Seda Lepen untuk merebut takhta, karena merasa berhak atas takhta itu. Tokoh ini adalah Aria Penangsang yang menjadi Bupati Jipang (Blora). Sementara itu dari pihak keluarga Sultan Trenggono menunjuk Pangeran Prawoto sebagai pengganti ayahananya. Dengan demikian terjasi perebutan kekuasaan antara Sultan Trenggono dengan keturunan Sekar Seda Lepen.

Perang saudara ini berlangsung lama, dan menantu Sultan Trenggono yang berasal dari Pajang, yaitu Joko Tingkir berhasil baik takhta sebagai raja dengan gelar Sultan Hadiwijaya(1552-1575)

b. Kehidupan Ekonomi
Sebagai negara maritim, Demak menjalankan fungsinya sebagai penghubung atau transito antara daerah penghasil rempah-rempah di bagian timur dengan Malaka, dan dari Malaka kemudian dibawa para pedagang menuju kawasan Brat. berkembangnya perekonomian Demak di samping faktor dunia kemaritiman, juga faktor perdagangan hasil-hasil pertanian.

c. Kehidupan Sosial-Budaya
Kehidupan sosial diatur oleh aturan-aturan atau hukum-hukum yang berlaku dalam ajaran Islam, namun juga masih menerima tradisi lama. dengan demikian, muncul sistem kehidupan sosial yang telah mendapat pengaruh Islam.

Di bidang budaya, terlihat jelas adanya penginggalan bangunan Masjid Demak yang terkenal dengan tiang utamanya terbuat dari tatal yang disebut Soko Tatal. Si pendapa (serambi depan masjid) itu Sunan Kalijaga (pemimpin pembangunan masjid) meletakkan dasar-dasar Syahadatain (Perayaan Sekaten). Tujuannya adalah untuk memperleh banyak pengikut agama Isam, dan tradisi sekaten sampai sekarang masih berlangsung di Yogyakarta, Surakarta, dan Cirebon. 


Rabu, 28 Agustus 2019

Kerajaan Aceh

a. Kehidupan Politik
Aceh berkembang setelah Malaka diduduki Portugis pada 1511. Mengingat sebagian besar para pedagang beragama Islam maka mereka pindah dari Malaka ke Aceh. Faktor lain adalah jatuhnya Samudra Pasai ke tangan Portugis (1521), sehingga menambah keramaian Aceh. Pada tahun 1530, Aceh melepaskan diri dari Pedir dan berdirilah Kerajaan aceh dengan Sultan Ali Mughayat (1514-1528) sebagai raja pertama.

Kerajaan Aceh mengalami puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Sultan bercita-cita menjadikan Aceh sebagai kerajaan besar dan kuat. Untuk itu, kerajaan-kerajaan di Semenanjung Malaka harus ditaklukkan, yakni Pahang, Kedah, Perlak, Johor dan sebagainya. Pengganti Sultan Iskandar Muda adalah Sultan Iskandar Tani (1636-1641). Setelah itu Aceh terus mengalami kemunduran, karena tidak terdapat sultan yang kuat. Kerajaan Aceh tidak mampu bersaing dengan Belanda yang menguasai Malaka pada tahun 1641.

b. Kehidupan Ekonomi
Kehidupan ekonomi masyarakat Aceh dalam bidang pelayaran dan perdagangan. Pada masa kejayaannya, perekonommian berkembang pesat. Penguasaan Aceh atas daerah-daerah pantai barat dan timur Sumatra banyak menghasilkan lada. Sementara itu, Semenanjung Malaka banyak menghasilkan lada dan timah. Hasil bumi dan alam menjadi bahan ekspor yang penting bagi Aceh, sehingga perekonomian Aceh maju dengan pesat.

c. Kehidupan Sosial Budaya
Dalam masyarakat Aceh terdapat dua kelompok sosial yang saling berebut pengaruh yakni Golongan Teuku dan Golongan Tengku. Golongan Teuku adalah kaum bangsawan yang memegang kekuasaan sipil, sedangkan golonga Tengku adalah kaum ulama yang memegang peranan penting dalam bidang sosial-keagamaan. Sementara itu di dalam golongan agama terdapat dua aliran yang saing bersaing, yaitu Syiah dan Sunnah wal Jama'ah. Pada masa Sultan Iskandar Muda, aliran Syiah berkembang pesat. Tokoh aliran in ialah Hamzah Fansuri, yang kemudian diteruskan oleh Syamsuddin pasai. Setelah Sultan Iskandar Muda meninggal, aliran Sunnah wal Jama'ah yang berkembang pesat. Tokoh aliran ini adalah Nuruddin ar Raniri yang berhasil menulis sejarah Aceh dengan judul Bustanus Salatin, yang berisi adat istiadat Aceh dan ajaran agama Islam. Peninggalan budaya Islam yang cukup menonjol adalah bangunan Masjid Baitturachman yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda.




Selasa, 27 Agustus 2019

Kerajaan Samudra Pasai

a. Kehidupan Politik
Kerajaan Samudra Pasai dibangun Nazimudin Al Kamil, seorang laksamana laut dari Mesir. Raja pertama adalah Marah Silu dengan gelar Sultan Malik Al Saleh. Ia memerintah sejak tahun 1285 sampai dengan 1297 M.

Pengganti Sultan Malik Al Saleh, yaitu Sultan Muhammad (Sultan Malik Al Thahir). Pada abad ke-14 (tahun 1345) Ibnu Battuta utusan dari Kesultanan Delhi yang akan pergi ke Cina dan singgah di Samudra Pasai, menyaksikan masyarakat dan kerajaan telah memeluk agama Islam. Raja terakhir Samudra Pasai ialah Zainal Abidin (1523-1524). 

b. Kehidupan Sosial Ekonomi
Tumbuhnya Kerajaan Samudra Pasai, selain didukung letaknya yang strategis, juga adanya hasil pertanian yang menjadi komoditi ekspor, misalnya lada. Hal ini menjadikan Kerajaan Samudra Pasai maju dalam pelayaran dan perdagangan dan tumbuh menjadi kerajaan maritim. samudra Pasai akhirnya berkembang menjadi pusat perdagangan dan agama Islam.

Senin, 26 Agustus 2019

Kerajaan Bali

Wilayah Kekuasaan Kerajaan Bali


Kerajaan Bali terletak di Pulau Bali yang berada di sebelah timur Provinsi Jawa Timur. Kerajaan Bali mempunyai hubungan sejarah yang erat dengan kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa, khususnya di Jawa Timur seperti kerajaan Singasari dan Majapahit.

a. Kehidupan Politik
Berita tertua mengenai Bali bersumber dari Bali sendiri, yakni berupa beberapa buah cap kecil dari tanah liat yang berukuran 2,5 cm yang ditemukan di Pajeng berangka tahun 882 M, memberitahkan perintah membuat pertapaan dan pasanggrahan di Bukit Cintamani. DI dalam prasasti tersebut tidak ditulis nama raja yang memerintah pada masa itu. Demikian juga prasasi yang berangka tahun 911 M, yang isinya memberikan izin kepada penduduk Desa Turunan untuk membangun tempat suci bagi pemujaan Bhattara Da Tonta.

Munculnya Kerajaan Bali dapat diketahui dari prasasti Blancong (Sanur) yang berangka tahun 914 M. Prasasti tersebut ditulis dengan huruf Pranagarai dan Kawi, sedang bahasanya ialah Bali kuno dan Sanskerta. Raja Bali yang pertama ialah Kesari Warmadewa. Ia bertakhta di istana Singhadwala dan ialah raja yang mendirikan Dinasti Warmadewa. Dua tahun kemudian, Kesari Warmadewa digantikan oleh Ugrasena (915-942). Raja Ugrasena bertakhta di istana Singhamandawa. Masa pemerintahannya sezaman dengan pemerintahan Empu Sendok dari keluarga Isana di jawa Timur. Raja Ugrasena meninggalkan 9 prasasti, yang umumnya berisi tentang pembebasan pajan untuk daerah-daerah tertentu. 

Raja yang memerintah setelah Ugrasena adalah Aji Tabanendra Warmadewa (955-967). raja ini memerintah bersama-sama permaisurinya yang bernama Sri Subadrika Dharmadewi. Pengganti berikutnya ialah Jaya Singha Warmadewa (968-975). Raja ini membangun sebuah pemandian dari sebuah mata air yang ada di Desa Manukaya. Pemandian itu disebut Tirtha Empul yang terletak di dekat Tampaksiring. 

Raja Jayasingha digantikan oleh Janasadhu warmadewa (975-983). Pada tahun 983 muncul seorang raja wanita yang bernama Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi. Pengganti Sri Wijaya Mahadewi ialah Udayana Warmadewa. Ia memerintah bersama permaisurinya, yaitu Gunapriya Dharmapatni yang lebih dikenal sebagai Mahendradatta. Udayana memerintah bersama permaisurinya sampai tahun 1001 M, sebab pada tahun itu Mahendradatta meninggal. Udayana meneruskan pemerintahannya sampai tahun 1011 M.

Raja Udayana mempunyai 3 orang putra, yakni Airlangga, Marakata dan anak Wungsu. Airlangga tidak pernah memerintah di Bali, sebab menjadi menantu Teguh Dharmamangsa di Jawa Timur. Oleh karena itu, setelah Udayana meninggal, digantikan oleh Marakata. Setelah naik takhta, Marakata memakai gelar Dharmawangsawardhana Marakata Pangkajasthana Uttunngadewa. masa pemerintahan Marakata sezaman dengan Airlangga (1011-1022 M). I dianggap sebagai kebenaran hukum yang selalu memerhatikan dan melindungi rakyatnya. Oleh karena itu. Marakata disegani dan ditaati oleh rakyatnya.

Pengganti Marakata ialah Anak Wungsu. Anak Wungsu adalah raja Bali yang paling banyak meninggalkan prasasti, yakni ada kurang lebih 28 buah prasasti dan tersebar di Bali Utara, Bali tengah, dan Bali Selatan. Anak Wungsu berhasil memegang tampuk pemerintah di Bali selama 28 tahun 1049-1077). Semasa pemerintahannya, ia berhasil mewujudkan negara yang aman, damai, dan sejahtera. Penganut agama Hindu dapat hidup berdampingan dengan agama Buddha. Anak Wungsu berhasil membangun sebuah kompleks percandian di Gunung Kawi (sebelah selatan Tampaksiring) yang merupakan penginggalan terbesar di Bali. Berkat masa pemerintahannya yang gemilang, Anak Wungsu dianggap oleh rakyatnya sebagai penjelmaan Dewa Hari (dewa Kebaikan). Setelah meninggal, Anak Wungsu didharmakan di Candi Gunung Kawi.

Anak Wungsu tidak memiliki putra. Permaisurinya dikenal dengan nama Batari Mandul. Raja yang memerintah setelah Anak Wungsu yang terkenal ialah Jayasakti (1133-1150). Masa pemerintahan Jayasakti sezaman dengan Raja Jayabaya di Kediri. Pada saat itu agama Buddha, Siwaismw, dan Waisnawa berkembang dengan baik. Raja Jayasakti disebut sebagai penjelmaan Dewa Wisnu. Sebagai seorang raja yang bijaksana, ia memerinatah kerajaan berdasarkan hukum peradilan dan kemanusiaan. Kitab undang-undang yang berlaku pada masa pemerintahannya adalah Utara Widdhi Balawan dan Raja Wacana atau Rajaniti.

Raja Bali yang terkenal lainnya adalah Jayapangus (1177-1181). Raja Jayapangus dianggal sebagai penyelamat rakyat yang terkena malapetaka karena lupa menjalankan ibadah. Jayapangus menerima wahyu dari Dewa untuk mengajak rakyat kembali melakukan upacara ritual agama yang sampai sekarang dikenal dan diperingati sebagai Upacara Galungan Kitab undang-undang yang digunakan sebagai pedoman masa pemerintahanya ialah kitab Mana Wakamandaka

Setelah Jayapangus, Kerajaan Bali diperintah oleh raja-raja yang lemah. Bali kemudian berhasil ditaklukan oleh Gajah mada dan menjadi wilayah kekuasaan Majapahit.

b. Kehidupan Sosial Ekonomi
Struktur masyarakat yang erkembang pada masa kerajaan Bali kuno, sesuai dengan kebudayaan Hindu di India, pada awalnya diwarnai dengan sistem kasta yang disebut caturwarna. Untuk masyarakat yang berada di luar kasta disebut budak atau njaba.

Selain itu, ada hal yang menarik dalam sistem keluarga di Bali yakni berkaitan dengan pemberian nama anak. Misalnya Wayan, Made, Nyoman dan Ketut. untuk anak pertama dari golongan brahmana dan ksatria disebut Putu.

Kehidupan perekonomian masyarakat dari Kerajaan Bali bertumpu pada pertanian. Beberapa istilah yang berkaitan dengan bercocok tanam, antara lain sawah, parlak (sawah kering), gaga (ladang), kebwan (kebun), dan kasuwakan (irigasi). Selain bercocok tanam, ada yang bekerja di sektor kerajinan. Mereka memiliki kepandaian membuat barang-barang kerajianan dari emsa dan perak peralatan rumah tangga, dan alat-alat pertanian. Bahkan ada yang memiliki kepandaian memahat dan melukis.

Kegiatan perdagangan pun sudah cukup maju. DI beberapa desa terdapat golonga saudagar yang disebut wanigrama (saudagar laki-laki) dan wanigrami (saudagar perempuan). Mereke memiliki kepala atau pejabat yang mengurus kegiatan perdagangan yang disebut banigrama atau banigrami.

c. Kehidupan Budaya
Masuknya kebudayaan Hindu-Buddha ke Bali, berpengaruh besar pada msyarakat Bali. Samapi saat ini mayoritas penduduk Bali menganut agama Hindu. Agama Hindu di Bali telah bercampur dengan adat istiadat setempat sehingga Hindu khas Bali disebut Hindu Dharma. Agama Buddha juga berkembang, meskipun tidak sepesat agama Hindu. Hal ini dapat diketahui dari jumlah pedanda (pendeta) adama Hindu (Siwa) yang bergelar Band Acarrya lebih banyak daripada pendeta Buddha yang bergelar Dang Upadyaya. Agama Hindu dan Buddha dapat hidup berdampingan secara damai, menunjukkan adanya toleransi tinggi dalam masyarakat Bali.

Di bidang budaya berkaitan dengankehidupan keagamaan, dapat kita jumpai pada pembangunan yang sampai sekrang masih dapat kita saksikan, seperti candi dan pura. Peninggalan bangunnan candi seperti Candi Padas di Gunung Kawi, sedangkan untuk pengingaalan pra di antaranya ialah Pura Agung Besakih. 

Minggu, 25 Agustus 2019

Kerajaan Sunda

Di wilayah Jawa Barat muncul Kerajaan Sunda yang diduga merupakan kelanjutan dari Kerajaan Tarumanegara yang runtuh pada abad ke-7. Berita munculnya  Kerajaan Sunda dapat diketahui dari Prasasti Canggal yang ditemukan di Gunung Wukir, Jawa Tengah berangka tahun 732 M. Dalam Prasasti Canggal disebutkan bahwa Sanjaya telah mendirikan tempat pemujaan di Kunjarakunja (daerah Wukir). Ia adalah anak Sanaha, saudara perempuan Raja Sanna.

Dalam Kitab Carita Parahyangan, dinyatakan bahwa Sanjaya adalah anak Raja Sena yang berkuasa di KErajaan Galuh. Suatu ketika terjadi perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh Rahyang Purbasora, saudara seibu dengan Raja Sena. Raja Sena berhasil dikalahkan dan melarikan diri ke Gunung Merapi beserta keluarganya. Selanjutnya Sanjaya, putra Sanaha berkuasa di Galuh. Beberapa waktu kemudian, Sanjaya diserahkan kepada putranya Rahyang Tamperan. Sampai sekarang para ahli masih berbeda pendapat mengenai keterkaitan antara tokoh Sanna dan Sanjaya di dalam Prasasti Canggal dengan Raja Sena dan Sanjaya di dalam Kitab Carita Parahyangan.

a. Kehidupan Politik
Dalam waktu yang cukup lama tidak dapat diketahui perkembangan keadaan Kerajaan Sunda selanjutnya. Kerajaan Sunda baru muncul kembali pada abad ke-11 (1030) ketika di bawah pemerintahan Maharaja Sri Jayabhupati. Nama Maharaja Sri Jayabhupati terdapat pada Prasasti Sanghyang Tapak yang ditemukan di Pancalikan dan Bantarmuncang ditepi sungai Citatih, Cibadak, Sukabumi. Prasasti itu berangka tahun 952 Saka (1030 M), berbahasa Jawa kuno, dengan huruf Kawi. Isinya antara lain menyebutkan bahwa Maharaja Sri Jayabhupati Jayamanahen Wisnumurti Samararijaya Sakalabhuwanamandalesrananindita Haro Gowardhana Wirkamottunggadewa berkuasa di Prahajyan Sunda. 

Prasati Sanghyang Tapan juga berisi pembuatan daerah terlarang di sebelah timur Sanghyang Tapak daerah itu berupa sebagian dari sungai, yang ditandai dengan batu besar di bagian hulu dan hilir oleh Raja Jayabhuati penguasa Kerajaan Sunda. Di daerah larangan itu, orang tidak boleh menangkap ikan dan segala hewan yang hidup di sungai tersebut. Siapa yang berani melanggar larangan itu, ia akan dikutuk oleh dewa. Ia terkena kutukan yang mengerikan yakni akan terbelah kepalanya, terminum darahnya dan terpotong-potong ususnya. Tujuannya,mungkin untuk menjaga kelestarian lingkungan agar ikan dan binatang lainnya tidak punah.

Berdasarkan gelar yang digunakannya, menunjukkan adanya kesamaan dengan gelar Airlangga di Jawa Timur. Selain itu, masa pemerintahannya juga bersamaan. Ada dugaan bahwa di antara kedua kerajaan itu ada hubungan atau pengaruh. Namun, Sri Jayabhupati menegaskan bahwa dirinya sebahai Haji ri Sunda (Raja di Sunda). Dengan demikian jelas, bahwa Jayabhupati bukan merupakan raja bawahan Airlangga.

Pada masa pemerintahan Sri Jayabhupati, pusat Kerajaan Sunda ialah Pakwan Pajajaran. Akan tetapi tidak lama kemudian pusat kerajaanya dipindahkan ke Kawali (daerah Cirebon sekarang). Kawali dekat dengan Galuh, yakni pusat Kerajaan Sunda masa Sanjaya. 

Agama yang dianut Sri Jayabhupati ialah Hindu aliran Wisnu atau Hindu Waisnawa. Hal ini diketahii dari gelarnya yaitu Wisnumurti Agama yang sama juga dianut oleh Airlangga. Dengan demikian ada kemungkinan bahwa pada abad ke-11 agama yang berkembang di Jawa adalah Hindu Waisnawa.

Setelah masa pemerintahan Jayabhupati, pada tahun 1350 yang menjadi raja di kerajaan Sunda adalah Prabu Maharaja. Ia mempunyai seorang putri bernama Dyah Pitaloka. Putri itu akan dijadikan istri oleh Raja Majapahit, Hayam Wuruk. Raja Sunda bersama para pengiringnya datang ke Majapahit agar putri itu dipersembahkan sebagai tanda takluk. Akhirnya timbul perang. Gajah Mada ingin memaksakan kehendaknya, sebab Kerajaan Sunda adalah kerajaan yang belum tunduk di bawah kekuasaan Majapahit. Ini berarti, Sumpah Palapa tidak bisa terwujud sepeenuhnya. Kebetulan, Raja Sunda datang untuk menikahkan putrinya dengan Hayam Wuruk. Ini adalah kesempatan yang baik untuk menaklukan Sunda.

Prabu Maharaja berperang melawan tentara Majapahit yang dipimpin Gajah Mada di daerah Bubat pada tahun 1357. Kekuatan tentara Sunda idak seimbang dengan kekuatan tentara Gajah Mada. Dalam pertempuran itu, Raja Sunda bersama para pengiringnya terbunuh. Kematian Raja Sunda dan pengiringnya membuat Raja Hayam Wuruk marah besar kepada Gajah Mada. Gajah Mada kemudian diberhentikan sebagai Maha Patih Majapahit, sejak itulah hubungan antara Hayam Wuruk dan Gajah Mada retak.

Prabu Maharaja digantikan oleh putranya yang bernama Rahyang Niskala Wastu Kencana. Menurut kitab Carita Parahyangan, pada waktu terjadi peristiwa Bubat, Wastu Kencana baru berumur 5 tahun. Ia tidak ikut ke Majapahit, karena itu selamat dari kematian. Dalam pemerintahan, Wastu Kencana diwakili oleh Rahhyang Bunisora yang berlangsung sekitar 14 tahun (1357-1371). Setelah naik takhta, Wastu Kencana sangat memerhatikan kesejahteraan rakyatnya. Ia memerintah sesuai dengan undang-unang dan taat pada agamanya. Oleh karenanya, kerajaan aman dan makmur. Masa pemerintahan Wastu Kencana cukup lama (1371-1471).

Pengganti Wastu Kencana adalah Tohaan di Galuh atau Rahyang Ningrat Kencana. Ia memegang pemerintahan selama tujuh tahun (1471-1478). Setelah itu, kerajaan Sunda berasa di bawah pemerintahan Sang Ratu Jayadewa (1482-1521). Pada prasasti Kebantenan, Jayadewa disebut sebagai Susuhunan di Pakwan Pajajaran. Pada prasasti Batutulis, Sang Ratu Jayadewa disebut dengan nama Sri Baduga Maharaja. Ia adalah putra Ningrat Kencana. Di bawah pemerintahan Sang Ratu Jayadewa, Kerajaan Sunda mencapai puncak kejayaannya. Ia membuat sebuah telaha yang bernama Telaga Rena Mahawijaya. Ia juga memerintahkan membuat parit di sekeliling ibukota kerajaan yang bernama Pakwan Pajajaran. Raja Sri Baduga memrintah berdasarkan kitab hukum yang berlaku saat ini, sehingga kerajaan menjadi aman, tenteram dan sejahtera.

Sang Ratu Jayadewata, telah memperhitungkan adanya pengaruh Islam yang meluas di Kerajaan Sunda. Untuk mengantisipasinya, Sang Ratu menjalin hubungan dengan Portugid di Malaka. Dari berita Portugis, dapat diperoeh keterngan bahw pada tahun 1512 dan 1521, Ratu Samiam dari Kerajaan Sunda memimpin perutusan ke Malaka untuk mencari sekutu. Pada waktu itu, Malaka telah berada di bawah kekuasaan Portugis.

Pada tahun 1522, perutusan Portugis di bawah pimpinan Hendrik de Leme datang ke Kerajaan Sunda. Pada waktu itu, Kerajaan Sunda berada di bawah pemerintahan Ratu Samiam. Ratu Samiam menurut para ahli sama dengan Prabu Surawisesa yang disebut dalam kitab Carita Parahyangan. Masa pemerintahannya berlangsung dari tahun 1521-1535. Jika hal itu benar, pada waktu ia memimpin perutusan ke Malaka, Surawisesa (Ratu Samiam) masih putra mahkota.

Pada masa pemreintahannya, terjadi serangan tentara Islam, di bawah pimpinan Maulana Hasa nuddin dari Kerajaan Banten. Beberapa kali tentara Islam berusaha merebut ibukota Kerajaan Sunda, tetapi belum berhasil. Pada tahun 1527, Sunda Kelapa yang merupakan pelabuhan terbesar Kerajaan Sunda di pedalaman dengan daerah luar terputus. Satu persatu, pelabuhan Kerajaan Sunda ajatuh ke tangan kekuasaan Kerajaan Banten, sehingga raja Sunda terpaksa bertahan di pedalaman.

Prabu Surawisesa digantikan oleh Prabu Ratu Dewata (1535-1543). Kerajaan Sunda hanya bertahan di pedalaman. Pada masa itu, sering terjasi serangan terhadap Kerajaan Sunda dari Kerajaan Banten. Hal ini sesuai dengan kitab Purwaka Caruban Nagari, berkaitan dengan sejarah Cirebon. Dalam naskah tersebut, dinyatakan bahwa pada abad ke-15 di Cirebon telah berdiri perguruan Islam, jauh sebelum Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) berdakwah menyebarkan agama Islam.

Ratu Dewata kemudian digantikan oleh Sang Ratu Saksi (1543-1551). Ia seorang raja yang kejam dan senang berfoya-foya. Ratu Saksi, kemudian digantikan oleh Tohaan di Majaya (1551-1567). Ia juga seorang raja yang suka berfoya-foya dan mabuk-mabukan. Raja terakhir kerajaan Sunda ialah Nusiya Mulya. Kerajaan Sunda sudah lemah sekali sehingga tidak mampu bertahan dari serangan tentara Islam dari Banten, dan runtuhlah Kerajaan Sunda di Jawa Barat.

b. Kehidupan Sosial Ekonoomi
Berdasarkan kitab Sanghyang Siksakandang Karesian, kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Sunda dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, antara lain sebagai berikut:
1. Kelompok Rohani dan Cendekiawan
Kelompok rohani dan cendekiawan adalah kelompok masyarakat yang mempunyai kemampuan di bidang tertentu. Misalnya, brahmana yang mengetahui berbagai macam mantra, pratanda yang mengetahui berbagai macam tingkat dan kehidupan keagamaan, dan janggan yang mengetahui berbagai macam pemujaan, mamen yang mengetahui berbagai macam cerita, paraguna mengetahui berbagai macam lagu atau nyanyian, dan prepatun yang memiliki berbagai macam cerita pantun.

2. Kelompok Aparat Pemerintah
Kelompok masyarakat sebagai alat pemerintah (negara), misalnya bhayangkara (bertugas menjada keamanan), prajurit (tentara), hulu jurit (kepala prajurit).

3. Kelompok Ekonomi
Kelompok ekonomi adalah orang-orang yang melakukan kegiatan ekonomi. Misalnya, juru lukis (pelukis), pande mas (perajin emas), pande dang (pembuat perabot rumah tangga), pesawah (petani), dan palika (nelayan).

Pada masa kekuasaan raja-raja Sunda, kehidupan sosial ekonomi mendapatkan perhatian. Meskipun pusat kekuasaan Kerajaan Sunda berada di pedalaman, namun hubungan dagang dengan daerah atau bangsa lain berjalan dengan baik. Kerajaan Sunda memiliki pelabuhan-pelabuhan penting, seperti Banten, Pontang, Cigede, Tamgara, Sunda kelapa, dan Cimanuk. Di kota-kota pelabuhan tersebut diperdagangkan lada, beras, sayur-sayuran, buah-buahan, dan hewan piaraan.

Disamping kegiatan perdagangan, pertanian merupakan kegiatan mayoritas rakyat Sunda. Berdasarkan kitab Carita Parahyangan dapat diketahuia bahwa kehidupan ekonomi masyarakat Kerajaan Sunda umumnya bertani, khususnya berladang (berhuma). Misalnya, pahuma (peladang), panggerek (pemburu), dan penyadap. Ketiganya merupakan jenis pekerjaan di ladang. aktivitas berladang memiliki ciri kehidupan selalu berpindah-pindah. Hal ini menjadi salah satu bagian dari tradisi sosial Kerajaan Sunda yang dibuktikan dengan sering pindahnya pusat Kerajaan Sunda.

c. Kehidupan Budaya
Masyarakat Kerajaan Sunda adalah peladang, sehingga berpindah-pindah. Oleh karena itu, Kerajaan Sunda tidak banyak meninggalkan bangunan yang permanen, seperti keraton, candi atau prasasti. Candi yang paling terkenal dari Kerajaan Sunda adalah Candi Cangkuang yang berada di Leles, Garut, Jawa Barat.

Hasil budaya masyarakat Kerajaan Sunda yang lain berupa karya sastra, baik tulis maupun lisan. Bentuk sastra tulis, misalnya Carita Parahyangan; sedangkan bentuk lisan berupa pantun, seperti Haturwangi dan Siliwangi.
Candi Cangkuang

Jumat, 23 Agustus 2019

Kerajaan Majapahit

Kerajaan Majapahit terletak di sekitar sungai Brantas, dengan pusatnya di daerah Mojokerto. Majapahit merupakan puncak kejayaan kerajaan-kerajaan di Jawa Timur dan merupakan kerajaan terbesar di Indonesia. Majapahit disebut juga sebagai Negara Kesatuan Kedua.

Beli Buku Sejarah Ringkas Kerajaan Majapahit (klik disini)

a. Kehidupan Politik
1. Raden Wijaya (1292-1309)
Kerajaan Majapahit lahir dalam suasana perubahan besar dalam waktu yang singkat. Pada tahun 1292 Kertanegara gugur oleh pengkhianatan Jayakatwang, Singasari hancur dan digantikan oleh Kediri. R. Wijaya terdesak oleh serangan tentara Jayakatwang di medan utara dan berhasil melarikan diri serta mendapat perlindungan dari Kepala Desa Kudadu. Selanjutnya berhasil menyeberang ke Madura minta perlindungan dan bantuan Bupati Sumenep, Aria Wiraraja. Atas saran dan jaminan Aria Wiraraja, R. Wijaya mengabdikan diri kepada Jayakatwang dan memperoleh tanah di Desa Terik yang kemudian menjadi pusat Kerajaan Majapahit.

Tentara Kublai Khan sebanyak 200.000 orang di bawah pimpinan Shih Pie, Ike Mase, dan Kau Shing datang untuk menghukum Kertanegara. R. Wijaya bergabung dengan tentara Cina dan mengadakan serangan ke Kediri, karena Cina tidak mengetahui terjadinya perubahan kekuasaan di Jawa Timur. Setelah R. Wijaya dengan bantuan tentara Kublai Khan berhasil mengalahkan Jayakatwang, ia menghantam tentara aing tersebut. Serangan mendadak yang tidak terkira sebelumnya, memaksa tentara Kublai Khan meninggalkan Jawa Timur terburu-buru dengan sejumlah besar korban. Akhirnya R. Wijaya dinobatkan menjadi raja pertama Kerajaan Majapahit dengan gelar Kertajasa Jayawardhana (1292-1307).

Untuk menjaga ketentraman kerajaan, maka R. Wijaya mengadakan konsolidasi dan mengatur pemerintahan. Orang-orang yang pernah berjasa dalam perjuangan diberi kedudukan dalam pemerintahan. Misalnya, Aria Wiraraja diberi tambahan wilayah di Lumajang sampai Blambangan, desa Kudadu dijadikan desa perdikan (bebas pajak dan mengatur daerahnya sendiri). Demikian juga teman seperjuangannya yang lain, diberi kedudukan, ada yang dijadikan menteri, kepala wilayah dan sebagainya.

Untuk memperkuat kedudukannya, keempat putri Kertanegara dijadikan istrinya, yakni Dewi Tribhuanaeswari, Dewi Narendraduhita, Dewi Prajnaparamita dan Dewi Gayatri. Tidak lama kemudian tentara Ekspedisi Pamalayu di bawah pimpinan Kebo Anabrang kembali membawa dua putri yakni Dara Petak dan Dara Jingga. Dara Petak diambil istri oleh R. Wijaya; sedangkan Dara Jingga kawin dengan keluarga raja yang mempunyai anak bernama Adityatawarman. Dialah yang kelak menjadi raja di Kerajaan Melayu.

Demikianlah usaha-usaha yang dilakukan oleh R> Wijaya dalam upaya mengatur dan memperkuat kekuasaan pada masa awal Kerajaan Majapahit. Pada tahun 1309 R. Wijaya meninggal dunia dan didharmakan di Candi Simping (Sumberjati, Blitar) dalam perwujudan Hariwara (Siwa dan Wisnu dalam satu arca).

2. Jayanegara (1309-1328)
R. Wijaya kemudian digantikan oleh putranya Kalagemet dengan gelar Jayanegara (1309-1328), putra R. Wijaya dengan Dara Petak. Pada masa ini timbul kekacauan di Majapahit, karena pemerintahan Jayanegara yang kurang berbobot dan rasa tidak puas dari pejuang-pejuang Majapahit semasa pemerintahan R.Wijaya.

Kekacauan berupa empat pemberontakan yang dapat membahayakan negara, yakni sebagai berikut.

  • Pemberontakan Rangga Lawe (1309) yang berkedudukan di Tuban tidak puas karena ia mengharapkan dapat menjadi patih di Majapahit, sedangkan yang diangkat adalah Nambi.
  • Pemberontakan Lembu Sora (1311), karena hasutan Mahapati yang merupakan musuh dalam selimut Jayanegara.
  • Pemberontakan Nambi (1316), karena ambisi ayahnya Aria Wiraraja agar Nambi menjadi raja. Semua pemberontakan tersebut dapat dipadamkan.
  • Pemberontakan Kuti (1319), merupakan pemberontakan yang paling membahayakan, karena Kuti dapat menduduki istana kerajaan dan Jayanegara terpaksa menyingkir ke Bedander. Namun pasukan Bayangkari kerajaan di bawah pimpinan Gajah Mada berhasil merebut kembali istana. Jayanegara dapat kembali ke istana lagi dan berkuasa hingga tahun 1328. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, Gajah Mada kemudian diangkat menjadi patih di Kahuripan dan kemudian di Daha.
3. Tribhuanatunggadewi (1328-1350)
Pada tahun 1328 Jayanegara wafat, karena tidak meninggakan putra maka takhta kerajaan diserahkan kepata Gayatri. Oleh karena Gayatri telah menjadi Bhiksuni, maka yang tampil adalah putrinya Tribhuanatunggadewi. Pemerintahannya masih dirongrong pemberontakan, yakni pemberontakan Sadeng dan Keta. Namun pemberontakan tersebut berhasil dihancurkan oleh Gajah Mada.

Sebagai tanda penghargaan, pada tahun 1333 Gajah Mada diangkaat sebagai Mahapatih Majapahit, menggantikan Arya Tadah yang sudah tua. Pada waktu penobatannnya, Gajah Mada mengucapkan "Sumpah Palapa" (Tan Amukti Palapa). Isinya, Gajah Mada bersumpah tidak akan makan buah pala, sebelum seluruh Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit. Maksudnya Gajah Mada tidak akan hidup enak-enak sebelum seluruh Nusantara berhasil dipersatukan di bawah panji-panji Majapahit.


Dalam usaha menyatukan seluruh Nusantara, Gajah Mada dibantu oleh Empu Nala dan Adiytawarman. Mula-mula menaklukan Bali (1334), selanjutnya satu per satu kerajaan-kerajaan di Nusantara berhasil dipersatukan.

4. Hayam Wuruk (1350-1389)
Pada tahun 1350 Gayatri wafat, maka Tribhuanatunggadewi turun takhta dan digantikan oleh putranya yakni Hayam Wuruk dengan gelar Rajasanegara. Pada masa pemerintahannya bersama Patih Gajah Mada kerajaan Majapahit mencapai masa kejayaannya.

Pemerintahan terlaksana secara teratur, baik di tingkat pusat (ibukota), tingkat menengah (vasal) dan tingkat desa. Sistem pemerintahan daerah (tingkat menengah dan desa) tidak berubah, sedangkan di tingkat pusat diatur sebagai berikut.

  • Dewan Sapta Prabu, merupakan penasihat raja yang terdiri atas kerabat keraton, dengan jabatan Rakryan I Hino, Rakryan I Halu dan Rakryan I Sirikan.
  • Dewan Panca Ring Wilwatikta, merupakan lembaga pelaksana pemerintahan (lembaga esksekutif) semacam Dewan Menteri, terdiri atas Rakryan Mahapatih, Rakryan Tumenggung, Rakryan Demang, Rakryan Rangga, dan Rakryan Kanuruhan.
  • Dewan Nayapati (lembaga Yudikatif) yang mengurusi peradilan.
  • Dharmadyaksa, lembaga yang mengurusi keagamaan, terdiri atas Dharmadyaksa ring Kawaiwan untuk agama Hindu dan Dharmadyaksa ring Kasogatan untuk agama Buddha.
Dengan demikian pada masa Majapahit penganut agama Hindu dan Buddha dapat hidup berdampingan, rukun dan damai. "Bhinneka Tunggal Ika, Tan Hana Dharmamangrawa." Inilah semboyan rakyat Majapahit dalam menciptakan persatuan dan kesatuan sehingga muncul sebagai kerajaan besar Nusantara.

Di tingkat tengah terdapat pemerintah daerah yang dikepalai oleh seorang raja kecil atau bupati. Mereka dapat mengatur daerahnya secara otonom, tetapi tiap tahun berkeajiban datang ke ibu kota sebagai tanda tetap setia dan tunduk kepada pemerintah pusat Majapahit. Daerah-daerah demikian disebut mancanegara, yang berarti negara (daerah) di luar daerah inti kerajaan. Jadi untuk mengikat hubungan, setiap tahun daerah taklukan harus mengirim upeti ke Majapahit, di samping juga ada petugas Majapahit yang berkeliling ke daerah-daerah. Sedangkan untuk memantau ketertiban dan keamanan dikirimlah Duta Nitiyasa (petugas sandi) ke seluruh Nusantara.

Di tingkat bawah, terdapat pemerintahan desa yang dikepalai seorang kepala desa. Pemerintahan dilakukan menurut hukum adat desa itu sendiri. Struktur pemerintahan desa masih asli dan kepala desa dipilih secara demokratis.

Dengan kondisi pemerintahan yang stabil dan keamanan yang mantap, Sumpah Palapa Gajah mada dapat diwujudkan. Satu per satu wilayah Nusantara dapat menyatu dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Dalam Kitab Negara Kertagama secara jelas disebutkan daerah-daerah yang masuk wilayah kekuasaan Majapahit ialah Jawa, Sumatra, Tanjungpura (Kalimantan), Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, Irian, dan Semenanjung Malaka dan daerah-daerah pulau disekitarnya.

Majapahit juga menjalin hubungan baik dengan negara-negara yang jauh seperti Siam, Champa, dan Cina. Negara-negara tersebut dianggap sebagai "Mitreka Satata" (negara sahabat yang berkedudukan sama).

Hayam Wuruk wafat pada tahun 1389, kemudian digantikan oleh putrinya Dyah Kusumawardhani yang didampingi oleh suaminya Wikramarwardhana (1389-1429). Hayam Wuruk dengan isteri yang lain mempunyai anak Bhre Wirabhumi yang telah diberi kekuasaan sebagai penguasa daerah (Bupati) di Balmbangan. Akan tetapi ternyata Bhre Wirabumi menuntut takhta Majapahit, sehingga menimbulkan perang saudara (Peregreg) tahun 1401-1406. Pada akhirnya Bhre Wirabhumi kalah dan perang saudara tersebut mengakibatkan lemahnya kekuasaan Majapahit.

Setelah Wikramawardhana meninggal (1429) kemudian digantikan oleh Suhita yang memerintah hingga 1447, dan sampai akhir abad ke-15 masih ada raja-raja yang memerintah namun telah suram, karena tidak ada persatuan dan kesatuan. Sehingga daerah-daerah jajahan satu demi satu melepaskan diri. Para bupati di pantai utara Jawa telah menganut agama Islam, seperti Demak, Gresik, dan Tuban. Satu persatu memisahkan diri, demikian juga daerah di luar Jawa tidak mengirim upeti ke Majapahit. Majapahit terus mengalami kemunduran dan akhirnya runtuh. 

Adapaun faktorfaktor yang menyebabkan kemunduran Majapahit adalah sebagai berikut:

  • Tidak ada lagi tokoh-tokoh yang kuat di pusat pemerintahan yang dapat mempertahankan kesatuan wilayah sepeninggal Gajah Mada dan Hayam Wuruk.
  • Terjadinya preang saudara (Paregreg).
  • Banyak daerah-daerah jajahan yang melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.
  • Masuk dan berkembangnya agama Islam.
Setelah mengalami kemunduran, akhirnya Majapahit runtuh. Dalam hal ini ada dua pendapat:
  • Tahun 1478, yakni adanya serangan Girindrawardana dari Kediri. Peristiwa tersebut diberi candrasengkala "Hilang Sirna Kertaning Bhumi" yang berarti tahun 1400 Saka/1478 M.
  • Tahun 1526, yakni adanya serangan tentara dari Demak di bawah pimpinan Raden Patah. Serangan Demak ini menandai berakhirnya kekuasaan Hindu di Jawa.
b. Kehidupan Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial masa Majapahit aman, damai dan tenteram. Dalam Negara Kertagama disebutkan bahwa Hayam Wuruk melakukan perjalanan keliling ke daerah-daerah, untuk mengetahuii sejauh mana kemajuan dan kesejahteraan rakyatnya. Perlindungan terhadap rakyat sangat diperhatikan. demikian juga peradilan, dilaksanakan secara ketat, siapa yang bersalah dihukum tanpa pandang bulu.

Dalam kehidupan ekonomi, masyarakat Majapahit hidup dari pertanian dan  perdagangan. Prasarana perekonomian dibangun, seperti jalan, lalu lintas sungai dan pelabuhan. Pelabuhan yang besar antara lain Surabaya, Gresik, Tuban, dan Sedayu. Barang dagangan yang diperjualbelikan antara lain beras, rempah-rempah, dan kayu cendana.

c. Kehidupan Kebudayaan
dalam kondisi kehidupan yang aman dan teratur mampu menghasilkan karya-karya budaya yang bermutu tinggi. Hasil budaya Majapahit dapat dibedakan sebagai berikut.
1. Candi
Banyak candi peninggalan Majapahit, seperti Candi Penataran (di Blitar), Candi Brahu, Candi Bentar (Waringin Lawang), Candi Bajang Ratu, Candi Tikus dan bangunan-banungan kuno lainnya seperti Segaran, Patilasan, Wali Songo, dan Makam Trloyo (di Trowulan).
2. Kesusastraan
Zaman Majapahit bidang sastra sangat berkembang. Hasil sastranya dapat dibagi menjadi zaman Majapahit awal dan Majapahit akhir.

Sastra Zaman Majapahit Awal:
  • Kitab Negara Kertagama, karangan Empu Prapanca. Isinya tentang kota Majapahit, daerah-daerah jajahan dan perjaaan Hayam Wuruk keliling ke daerah-daerah.
  • Kitab Sutasoma, karangan Empu Tantular. Di dalam kitab ini terdapat ungkapan "Bhineka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrawa", yang kemudian dipakai sebagai semboyan negara kita.
  • Kitab Arjunawijaya, karangan Empu Tantular. Isinya tentang raksasa yang dikalahkan oleh Arjuna Sasrabahu.
  • Kitab Kunjarakarna, tidak diketahui pengarangnya
Jenis sastra zaman akhir Majapahit antara lain:
  • Kitab Pararaton, isinya menceritakan riwayat raja-raja Singasari dan Majapahit.
  • Kitab Sudayana, isinya tentang Peristiwa Bubat.
  • Kitab Sorandakan, isinya tentang pemberontakan Sora.
  • Kitab Ranggalawe, isinya tentang pemberontakan Ranggalawe.
  • Kitab Panjiwijayakrama, isinya riwayat R. Wijaya sampai menjadi raja Majapahit.
  • Kitab Usana Jawa, tentang penaklukan Bali oleh Gajah Mada dan Aryadamar.
  • Tantu Penggelaran, tentang pemindahan gunung Mahameru ke Pulau Jawa oleh Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa. 


Kerajaan Singasari

a. Kehidupan Politik 
1. Ken Arok (1222-1227)
Pendiri Kerajaan Singasari ialah Ken arok. Ken Arok kemudian mengangkat dirinya menjadi raja Singasari dengan gelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi. Munculnya Ken Arok sebagai raja pertama Singasari menandai munculnya suatu dinasti baru yakni dinasti Rajasa (Rajasawangsa) atau Girinda (Girinda-wangsa).

Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun (1222-1227). Pada tahun 1227 ia dibunuh oleh seorang suruhan Anusapati (anak tiri Ken Arok). Ken Arok dimakamkan di Kegenengan dalam bangunan Siwa-Buddha.

2. Anusapati (1227-1248)
Dengan meninggalnya Ken Arok maka takhta kerajaan Singasari jatuh ke tangan Anusapati. Dalam jangka waktu pemerintahnnya yang lama, Anusapati tidak melakukan pembaharuan, karena Anusapati larut dengan kesenangannya sendiri yakni menyabung ayam.

Peristiwa kematian Ken Arok akhirnya terbongkar dan sampai ke telinga Tohjoyo (putra Ken Arok dengan Ken Umang). Tohjoyo mengetahui bahwa Anusapati suka menyabung ayam, maka diundangnya Anusapati ke Gedong Jiwa (tempat kediaman Tohjoyo) untuk mengadakan pesta menyabung ayam. Pada saat Anusapati sedang asyik menyaksikan aduan ayamnnya, secara tiba-tiba Tohjoy menyabut keris empu Gandring yang dibawanya dan langsung menusuk Anusapati. dengan demikian meninggallah Anusapati dan di dharmakan di Candi Kidal.

3. Tohjoyo (1248)
Dengan meninggalnya Anusapati, maka takhta Kerajaan Singasari dipegang oleh Tohjoyo. Namun, Tohjoyo memerintah tidak lama, sebab anak Anusapati yang bernama Ranggawuni berusaha membalas kematian ayahnya. Dengan bantuan Mahesa Cempaka dan para pengikutnya, Ranggawuni berhasil menggulingkan Tohjoyo dan kemudian menduduki singgasana.

4. Ranggawuni (1248-1268)
Ranggawuni naik takhta kerajaan Singarasi pada tahun 1248 dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardana oleh Mahesa Cempaka (anak dari Mahesa Wongateleng) yang diberi kedudukan sebagai Ratu Angabhaya dengan gelar Narasinghamurti. Di dalam pemerintahannya, pemerintahan mereka membawa ketentraman dan kesejahteraan rakyat.

Pada tahun 1254, Wisnuwardhana mengangkat putranya yang bernama Kertanegara sebagai yuwaraja (rajamuda) dengan maksud mempersiapkannya menjadi raja besar di Kerajaan Singasari. Pada tahun 1268 Wisnuwardha meninggal dunia dan didharmakan di Jajaghu atau Candi Jago sebagai Buddha Amogapasa dan di Candi Waleri sebagai Siwa. 

5. Kertanegara (1268-1292)
KErtanegara adalah raja Singasari terakhir dan terbesar, karena mempunyai cita-cita untuk menyatukan seluruh Nusantara. Ia naik takhta pada tahun 1268 dengan gelar Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara. Dalam pemerintahannya, ia dibantu oleh tiga orang mahamentri yaitu Mahamentri I Hino, Mahamentri I Halu dan Mahamentri I Sirikan. Untuk dapat mewujudkan gagasan penyatuan Nusantara, ia mengganti pejabat-pejabat yang kolot dengan yang baru, seperti Patih Raganata diganti oleh Patih Aragani. Banyak Wide dijadikan Bupati di Sumenep (Madura) dengan gelar Aria Wiaraja.

Setelah Jawa dapat diselesaikan, kemudian perhatian ditujukan ke daerah lain. Kertanegara mengirimkan utusan ke Melayu yang dikenal dengan Ekspedisi Pamalayu 1275 yang berhasil menguasai Kerajaan Melayu. Hal ini ditandai dengan mengirimkan patung Amogapasa ke Dharmasraya atas perintah raja Kertanegara. Tujuannya untuk menguasai Selat Malaka. Selain itu juga menaklukkan Pahang Sunda, Bali, Bakulapura (Kalimantan Barat) dan Gurun (Maluku). Kertanegara juga menjalin hubungan persahabatan dengan raja Champa, dengan tujuan untuk menahan perluasan kekuasaan Kublai Khan dari Dinasti Mongol. Kublai Khan menuntut raja-raja di daerah selatan termasuk Indonesia mengakuinya sebagai yang dipertuan. Kertanegara menolak dengan melukai utusannya yang bernama Mengki. Tindakan Kertanegara ini membuat Kublai Khan marah besar dan bermaksud menhukumnya dengan mengirimkan pasukannya ke Jawa.

Mengetahui sebagian besar pasukan Singasari dikirim untuk menghadapi serangan Mongol, maka Jayaktwang (Kediri) menggunakan kesempatan untuk menyerangnya. Serangan dilancarkan dari dua arah, yakni dari arah utara merupakan pasukan pancingan dan dari arah selatan merupajan pasukan inti. Pasukan Kediri dari arah selatan dipimpin langsung oleh Jayakatwang dan berhasil masuk istana dan menemukan Kertanegara berpesta pora dengan para pembesar istana. Kertanegara beserta pembesar-pembesar istana tewas dalam serangan tersebut. Ardharaja akhirnya berbalik memihak kepada ayahnya (Jayakatwang) sedangkan Raden Wijaya berhasil menyelamatkan diri dan menuju Madura dengan maksud minta perlindungan dan bantuan kepada Aria Wiraraja. Atas bantuan Aria Wiraraja, Raden Wijaya mendapat pengampunan dan mengabdi kepada Jayakatwang serta diberikan sebidang tanah bernama Tanah Terik.

Dengan gugurnya Kertanegara pada tahun 1292, Kerajaan Singasari dikuasai oleh Jayakatwang. Ini berarti berakhirlah kekuasaan Kerajaan Singasari. Sesuai dengan agama yang dianutnya Kertanegara kemudian didharmakan sebagai Siwa-Buddha (Biarawa) di Candi Singasari. Sedangkan arca perwujudannya dikenal dengan nama Joko Dolog, yang sekarang berada di Taman Simpang, Surabaya.

b. Kehidupan Sosial Ekonomi
Ketika Ken Arok menjasi Akuwu di Tumapel, ia berusaha meningkatkan kehidupan sosial masyarakatnya. Terjaminnya kehidupan sosial masyarakat Tumapel, mengakibatkan bergabungnya daerah-daerah di sekitarnya. Perhatian Ken Arok bertambah besar ketika ia menjadi raja di Singasari sehingga rakyat hidup dengan aman dan damai untuk mencapai kesejahteraannya.

Akan tetapi ketika masa pemerintahan Anusapati, kehidupan sosial masyarakatnya kurang mendapatkan perhatian. Baru pada masa pemerintahan Wisnuwardhana, kehidupan sosial masyarakatnya teratur baik. Rakyat hidup dengan tenteram dan damai. Begitu juga masa pemerintahan Kertanegara. Dalam kehidupan ekonomi, rakyat Kerajaan Singasari hidup dari pertanian, pelayaran dan perdagangan.

c. Kehidupan Kebudayaan
Kehidupan kebudayaan masyarakat Singasari dapat diketahui dari peninggalan candi-candi dan patung-patung yang berhasil dibangunnya. Candi, di antaranya Candi Kidal, Candi Jago dan Candi Singasari, Patung, antara lain Patung Ken Dedes sebagai perwujudan dari Prajnyaparamita lambang kesempurnaan ilmu, Patung Kertanegara dalam wujud patung Joko Dolog.

Kamis, 22 Agustus 2019

Kerajaan Kediri

a. Kehidupan Politik
Dalam persaingan antara Panjalu dengan Kediri, ternyata Kediri yang unggul dan menjadi negara yang besar kekuasaannya. Raja terbesar Kerajaan Kediri adalah Jayabaya (1135-1157). Jayabaya ingin mengembalikan kejayaan seperti masa Airlangga dan ternyata ini dapat berhasil, Panjalu dan Jenggala dapat bersatu kembali. Lencana kerajaan memakai simbol Garuda Mukha, simbol Airlangga. 

Pada masa pemerintahannya kesusastraan diperhatikan. Empu Sedah dan Empu Panuluh mengubah karya sastra Kitab Bharatayudha, yang menggambarkan peperangan antara Pandawa melawan Kurawa; tetapi sebenarnya merupakan peperangan antara Jenggala melawan Kediri. Empu Panuluh juga mengubah Kakawin Hariwangsa dan Gatotkacasraya. Jayabaya juga terkenal sebagai pujangga yang ahli meramal kejadian masa depan, terutama yang akan menimpa Tanah Jawa, ramalannya terkenal dengan "Jangka Jayabaya".

Raja Kediri yang juga memerhatikan kesusastraan ialah Kameswara. Empu Tan Akung menulis Kitab Wartasancaya dan Lubdaka sedangkan Empu Dharmaja menulis Kitab Kakawin Smaradahana. Di dalam Kitab Smaradahana ini Kameswara dipuji-puji sebagai titisan Kumajaya, permaisurinya ialah Sri Kirana atau putri Candrakirana.

Raja Kediri yang terakhir ialah Kertajaya yang pada tahun 1222 kekuasaannya dihancurkan oleh Ken Arok, berakhirlah kerajaan Kediri dan muncul kerajaan Singasari.

b. Kehidupan Sosial Ekonomi
Pada masa Kejayaan Kediri, perhatian raja terhadap kehidupan sosial ekonomi rakyat juga besar. Hal ini dapat dibuktikan dengan karya-karya sastra saat itu, yang mencerminkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat saat itu. Di antaranya Kitab Lubdaka yang berisi ajaran moral, bahwa tinggi rendahnya martabat manusia tidak diukur berdasarkan asal dan kedudukan, melainkan berdasarkan kelakuannya.

c. Kehidupan Kebudayaan
Di bidang kebudayaan khususnya sastra, di Kahuripan dan Kediri berkembang pesat, diantaranya sebagai berikut.

  • Pada masa Dharmawangsa, berhasil di sadur Kitab Mahabarata ke dalam bahasa Jawa Kuno yang disebut Kitab Wirataparwa. Selain itu juga disusun kitab hukum bernama Siwasasana.
  • Di zaman Airlangga, disusun Kitab Arjuna Wiwaha karya Empu Kanwa.
  • Masa Jayabaya, berhasil digubah Kitab Bharatayudha oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh. Di samping itu Empu Panuluh juga menulis Kitab Hariwangsa dan Gatotkacasraya.
  • Masa Kameswara, berhasil ditulis Kitab Smaradhahana oleh Empu Dharmaja. Kitab Lubdaka dan Wertasancaya oleh Tan Akung. 

Selasa, 20 Agustus 2019

Dinasti Isana di Jawa Tengah

Pusat pemerintahan di Jawa Tengah yang dipindahkan ke Jawa timur dipengaruhi yang beberapa faktor. Pendapat lima dinyatakan karena

  1. Bencana alam, yakni meletusnya gunung berapi
  2. Akibat banyak tenaga laki-laki yang dipekerjakan untuk membuat candi sehingga awah tejadi terbengkalai.
Pendapat baru menyatakan adanya dua faktor yakni, (1) keindahan alam; alam Bumi Mataram tertutup secara alamiah dari dunia luar sehingga sulit untuk berkembang. Sebaliknya alam Jawa Timur lebih terbuka untuk mengembangkan aktivitas perdagangan dengan dunia luar. Sungai Bengawan Solo dan Sungai Brantas dapat dipakai sebagai sarana perhubungan dan perdagangan pedalaman dan pantai. Di samping itu tanah di Jawa Tengah masih subur dibandingkan dengan Jawa Tengah yang sudah lama dimanfaatkan; (2) masalah politik, yakni menghindarkan diri dari serangan Sriwijaya. Sebab setelah Dinasti Syailendra terdesak dari Jawa Tengah dan menetap di Sumatra, merupakan ancaman yang serius.

a. Kehidupan Politik
Pemindahan kekuasaan ke Jawa Timur dilakukan oleh raja Empu Sendok, dan membentuk dinasti baru yakni Isana. Nama Isana diambil dari gelar resmi Empu Sendok yakni Sri Maharaja Rake Hino Sri Isanawikramatunggadewa. Wilaya kekuasaan Empu Sendok meliputi Nganjuk di sebelah  barat, Pasuruan di timur, Surabaya di utara dan Malang di selatan. Empu Sendok memegang pemerintahan dari tahun 929-947 dengan pusat pemerintahannya di Watugaluh. Ia memerintah dengan adil dan bijaksana dengan melakukan berbagai usaha untuk kemakmuran rakyat. Diantaranya ialah membuat bendungan-bendungan untuk perairan dan memberikan hadiah-hadiah tanah untuk pemeliharaan bangunan-bangunan suci. Di samping itu juga memerintahkan untuk mengubah sebuah kitab agama Buddha aliran Tantrayana yang diberi judul Sang Hyang Kamahayanikan.

Setelah Empu Sendok meninggal kemudian digantikan oleh putrinya yang bernama Sri Isanatunggawijaya. Putri ini kawin dengan Lokapala, dari pernikahannya lahirlah seorang putra bernama Makutawangsawardana yang meneruskan tahta ibunya. Setelah Makutawangsawardana meninggal yang menggantikan ialah Darmawangsa (990-1016). Dalam pemerintahannya ia berusaha meningkatkan kesejahterann rakyatnya yang hidup dari pertanian dan perdagangan. Pada saat itu pusat perdagangan di Indonesia dikuasai oleh Sriwijaya, maka Dharmawangsa berusaha untuk menyerang Sriwijaya dengan tujuan menguasai daerah Sriwijaya bagian selatan (Selat Sunda). Akan tetapi, selang beberapa tahun kemudian Sriwijaya bangkit mengadakan serangan balasan. Dalam hal ini Sriwijaya mengadakan kerja sama dengan kerajaan Worawari (kerajaan asal di Jawa). Serangan Worawari sangat tepat, yakni ketika Dharmawangsa melangsungkan upacara pernikahan putrinya dengan Airlangga (1016). Dharmawangsa beserta seluruh pembesar istana mengalami pralaya, tetapi Airlangga berhasil meloloskan diri beserta pengiringnya yang setia Narotama, menuju hutan Wonogiri diiringi juga oleh para pendeta.

Selama tiga tahun (1016-1019) Airlangga digembleng lahir dan batin oleh para pendeta. Atas tuntutan rakyat dan pendeta, Airlangga bersedia menjadi raja menggantikan Dharmawangsa. Pada tahun 1019, Airlangga dinobatkan menjadi raja dengan gelar Sri Maharaja Rake Halu Lokeswara Dharmawangsa Airlangga Anantawikramatunggadewa. Tugas Airlangga ialah menyatukan kembali daerah kekuasaan semasa Dharmawangsa dan usaha ini dapat berhasil dengan baik. Ibukota kerajaan pada tahun 1031 di Wutan Mas, kemudian dipindahkan ke Kahuripan pada tahun 1037. Selanjutnya Airlangga melakukan pembangunan di segala bidang demi kemakmuran rakyatnya.

Pada tahun 1042 Airlangga mengundurkan diri dari tahta dan menjadi seorang petapa dengan nama Jatinindra atau Resi Jatayu. Sebelumnya Airlangga menobatkan putrinya, Sri Sanggramawijaya namun menolak dan ia juga menjadi seorang petapa dengan nama Dewi Kili Suci. Akhirnya kerajaan dibagi menjadi dua yakni Jenggala dengan ibukota Kahuripan dan Panjalu yang dikenal dengan nama Kediri. Jenggala diperintah oleh Gorasakan, sedangkan Kediri oleh Samarawijaya (keduanya terlahir dari selir).

b. Kehidupan Sosial-Ekonomi
Kehidupan sosial ekonomi masyarakat Kerajaan di Jawa Timur ini cukup baik, karena mendapat perhatian dari raja-raja yang memerintah. Di antaranya Airlangga yang memerintahkan membuat tanggul di Waringit Pitu (Prasasti Kalegen 1037) dan waduk-waduk di beberapa bagian Sungai Brantas untuk pengairan sawah-sawah dan mengurangi bahaya banjir. Untuk memajukan  aktivitas perdagangan, Airlangga juga mengadakan perbaikan pelabuhan Ujung Gauh yang letaknya di sungai Brantas, sedangkan pelabuhan Kembang Putih di Tuban diberikan hak-hak istimewa.

Senin, 19 Agustus 2019

Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno terletak di Jawa Tengah dengan intinya yang sering disebut Bumi Mataram. Daerah ini dikelilingi oleh pegunungan dan gunung-gunung, seperti Gunung Tangkuban Perahu, Gunung, Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi-Merbabu, Gunung Lawu, dan Pegunungan Sewu. Daerah ini juga dialiri oleh banyak sungai, seperti Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo dan Sungai Bengawan Solo. Itulah sebabnya daerah ini sangat subur.

Bumi Mataram diperintah oleh dua wangsa atau dinasti, yaitu Dinasti Sanjaya yang beragama Hindu (di bagian utara) dan Dinasti Syailendra yang beragama Buddha (di bagian selatan). Dalam hal pembuatan candi agaknya kedua dinasti dapat bekerja sama, tetapi di bidang politik terjadi perebutan kekuasaan.

a. Kehidupan Politik
Pada mulanya yang berkuasa di Mataram adalah dinasti Sanjaya. Bukti adanya kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah dapat diketahui dari Prasasti Canggal, di kaki Gunung Wukir, Magelang. Prasasti ini dikeluarkan oleh Raja Sanjaya berangka tahun berbentuk candrasengkala berbunyi "sruttindriyarasa" atau tahun 654 Saka = 732 M (dengan huruf Pallawa bahasa Sanskerta). Isi pokok Prasasti Canggal adalah pendirian sebuah lingga di bukit Stirangga. Sang Raja Sanjaya mendirikan lingga yang ditandai dengan tanda-tanda di bukit yang bernama Stirangga untuk keselamatan rakyatnya. 

Petunjuk lain tentang Sanjaya di samping Prasasti Canggal juga Prasasti Mantyasih atau Prasasti Kedu yang dibuat oleh raja Balitung yang menyebutkan bahwa nama Sanjaya adalah raja pertama (wangsakarta) dengan ibukota di Mdang ri Poh Pitu. Dalam prasasti itu disebutkan raja-raja yang pernah memerintah ialah:

  1. Sanjaya
  2. Panangkaran
  3. Panunggalan
  4. Warak
  5. Garung
  6. Pikatan
  7. Kayuwangi
  8. Watuhumalan
  9. Balitung
Prasasti Dinoyo di Jawa Timur tahun 706 menyebutkan adanya Raja Gajayana yang mendirikan tempat pemujaan dewa Agastya (perwujudan Siwa sebagai Mahaguru) diwujudkan pula dalam bentuk lingga. Di samping itu juga mendirikan Candi Badut dengan berlanggam candi Jawa Tengah.

Kemudian Prasasti Kalasan tahun 778 M menyebutkan bahwa keluarga Syailendra berhasil membujuk Panangkaran untuk mendirikan bangunan suci untuk Dewi Tara (istri Buddha) dan sebuah biara untuk para pendeta. Panangkaran juga menghadiahkan desa Kalasan kepada Sanggha.

Dalam Prasasti Balitung yang berangka tahun 907M disebutkan nama keluarga raja-raja keturunan Sanjaya memuat nama Panangkaran. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa pada waktu itu dinasti Sanjaya dan Syailendra sama-sama berperan di Jawa Tengah. Dinasti Sanjta di bagian utara dengan mendirikan candi Hindu, seperti Gedong Songo di Ungaran dan Candi Dieng di dataran tinggi Dieng. Sedangkan Dinasti Syailendra di bagian selatan dengan mendirikan candi Buddha, seperti Borobudur, Mendut, dan Kalasan.

Dalam Prasasti Kelurak (di daerah Prambanan) tahun 782 disebutkan tentang pembuatan acara Manjusri sebagai perwujudan Buddha, Dharma dan Sanggha yang dapat disamakan dengan Brahma, Wisnu, dan Siwa. Mungkin sekali bangunan sucinya ialah Candi Lumbung yang terletak di sebelah utara candi Prambanan. Raja yang memerintah pada waktu itu adalah Indra. Pengganti Indra yang terkenal ialah Smaratungga yang dalam pemerintahannya mendirikan Candi Borobudur tahun 824 (yang merupakan salah satu bangunan keajaiban dunia).

Di bawah pemerintahan putri Smaratungga, yakni Pramodhawardani dinasti Syailendra dan Sanjaya mejadi satu karena perkawinannya dengan Rakai Pikatan, yang kemudian membangun candi-candi Buddha dan Hindu. Seperti Candi Plaosan yang merupakan candi Buddha banyak disebut nama Sri Kahulunan Sri Pikatan, dapat di artikan nama Sri Kahulunan adalah gelar Pramodhawardani. Rakai Pikatan mendirikan candi Hidu yakni Candi Prambanan (Roro Jonggrang) yang sangat megah. dengan dibangunnya candi Hindu dan Buddha yang berdekatan, menggambarkan adanya kerukunan beragama di Bumi Mataram.

Pada tahun 856 terjadi prubahan besar di Jawa Tengah Balaputra Dewa (adik Pramodhawardani) yang pusat pemerintahannya di pegunungan selatan yang terkenal dengan Istana ratu Boko, berusaha untuk merebut kekuasaan. Namun ia malah tersingkir dari Jawa Tengah dan akhirnya melarikan diri ke Sumatra (menjadi raja di Sriwijaya). Di Jawa Tengah kemudian sepenuhnya diperintah oleh Dinasti Sanjaya. raja terakhir adalah Wawa dan digantikan Empu Sendok yang kemudian memindahkan pusat pemerintahannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.

b. Kehidupan Sosial Ekonomi
Kehidupan ekonomi masyarakat bertumpu pada pertanian. Kondisi alam bumi Mataram yang tertutup dari dunia luar sulit untuk mengembangkan aktivitas perekonomian dengan pesat. Pada masa Balitung aktivitas perhubungan dan perdagangan dikembangkan melalui Sungai Bengawan solo. Pada Prasasti Wonogiri (903) bahwa desa-desa yang terletak di kanan-kiri sungai dibebaskan dari pajak dengan catatan harus menjamin kelancaran lalu-lintas lewat sungai tersebut.

c. Kehidupan Agama dan Kebudayaan
Bumi Mataram diperintah oleh dua dinasti, yakni Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra. Dinasti Sanjaya beragama Hindu dengan pusat kekuasannya di utara dengan hasil budayanya berupa candi-candi seperti Gedong Songo dan Dien. Dinasti Syailendra beragama Buddha dengan pusat kekuasaannya di daerah selatan, dan hasil budayanya dengan mendirikan candi-candi seperti candi Borobudur, Mendut, dan Pawon.

Semula terjadi perebutan kekuasaan namun kemudian terjalin persatuan ketika terjadi perkawinan antara Pikatan (Sanjaya) yang beragama Hindu dengan Pramodhawardhani (Syailendra) yang beragama Buddha. Sejak itu agama Hindu dan Buddha hidup berdampingan secara damai. Hal ini menunjukkan betapa besar jiwa toleransi bangsa Indonesia. Toleransi ini merupakan salah satu sifat kepribadian bangsa Indonesia yang wajib kita lestarikan agar tercipta kedamaian, ketentraman, dan kesejahteraan. 

Kerajaan Sriwijaya

a. Kehidupan Politik
Sumber-sumber sejarah yang dapat digunakan untuk mengetahui kerajaan Sriwijaya adalah sebagai berikut:
1). Berita-berita dari Cina, India, Malaka, Ceylon, Arab dan Parsi.
2). Prasasti-prasasti (enam di Sumatra Selatan dan satu di Pulau Bangka).

  • Prasasti Kedukan Bukit (605S/683M) di Palembang. Isinya: Dapunta Hyang mengadakan ekspansi 8 hari dengan membawa 20.000 tentara, kemudian berhasil menaklukan dan menguasai beberapa daerah. dengan kemenangan itu Sriwijaya menjadi makmur.
  • Prasasti Talang Tuo (606S/684M) di sebelah barat Palembang. Isinya tentang pembuatan sebuah Taman Sriksetra oleh Dapunta Hyang Sri Jayanaga untuk kemakmuran semua makhluk.
  • Prasasti Kota Kapur (608S/686M) di Bangka
  • Prasasti Karang Birahi (608S/686M) di Jambi. Keduanya berisi permohonan kepada dewa untuk keselamatan rakyat dan kerajaan Sriwijaya.
  • Prasasti talang Batu (tidak berangka tahun) di Palembang. Isinya kutukan-kutukan terhadap mereka yang melakukan kejahatan dan melanggar perintah raja.
  • Prasasti Palas di Pasemah, Lampung Selatan. Isinya Lampung Selatan telah diduduki oleh Sriwijaya.
  • Prasasti Ligor (679S/775M) di tanah genting Kra. Isinya Sriwijaya diperintah oleh Darmaseta.
Menurut sumber berita Cina yang ditulis oleh I-tsing dinyatakan bahwa Kerajaan Sriwijaya beridiri pada abad ke-7 M. Berdasarkan prasasti Ligor, pusat pemerintahan Sriwijaya di Muara Takus, yang kemudian dipindahkan ke Palembang. Kerajaan Sriwijaya kemudian muncul sebagai kerajaan besar di Asia Tenggara.

Perluasan wilayah dilakukan dengan menguasai Tulang Bawang (Lampung), Kedah, Pulau Bangka, Jambi, Tanah Genting Kra dan Jawa (Kaling dan Mataram Kuno). Dengan demikian Kerajaan Sriwijaya bukan lagi merupakan kerajaan senusa (negara yang berkuasa atas satu pulau saja) melainkan merupakan negara antarnusa (negara yang berkuasa atas beberapa pulau), sehingga Sriwijaya merupakan negara kesatuan pertama di Indonesia.

Kerajaan Sriwijaya mencapai puncak kejayaannya pada masa Balaputra Dewa. Raja ini mengadakan hubungan persahabatan dengan Raja Dewapala Dewa dari India. Dalam Prasasti Nelanda disebutkan bahwa Raja Dewapala Dewa menghadiahkan sebidang tanah untuk mendirikan sebuah biara untuk pada pendeta Sriwijaya yang belajar agama Buddha di India. Selain itu dalam Prasasti Nelanda juga disebutkan bahwa adanya silsilah raja Balaputra Dewa dan dengan tegas menunjukkan bahwa raja Syailendra (Darrarindra) merupakan nenek moyangnnya.

b. Kehidupan Sosial Ekonomi
Letak Sriwijaya sangat strategis di jalur perdagangan antara India-Cina. Di samping itu juga berhasil menguasai Selat Malaka yang merupakan urat nadi perdagangan di asia Tenggara, menjadikan Sriwijaya berhasil menguasai perdagangan nasional dan internasional. Penguasaan Sriwiaya atas Selat Malaka mempunyai arti penting terhadap perkembangan Sriwijaya sebagai negara maritim, sebab banyak kapal-kapal asing yang singgah untuk menambah air minum, perbekalan makanan dan melakukan aktivitas perdagangan. Sriwijaya sebagai pusat perdagangan akan mendapatkan keuntungan yang besar dan akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat yang hidup dari pelayaran dan perdagangan.

c. Kehidupan Keagamaan
Dalam bidang agama, Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat agama Buddha yang penting di Asia Tenggara dan Asia Timur. Agama Buddha yang berkembang di Sriwijaya ialah Agama Buddha Mahayana, salah satu tokohnya ialah Dharmakirti.

Para peziarah agama Buddha dalam pelayaran ke India ada yang singgah dan tinggal di Sriwwijaya. Di antaranya ialah I'tsing. Sebelum menuju ke India ia mempersiapkan diri dengan mempelajarai bahasa Sanskerta selama 6 bulan (1671); setelah pulang dari India ia tinggal selama 4 tahun (681-685) untuk menerjemahkan agama Buddha dari bahasa Sanskerta ke bahasa Cina. Di samping itu juga ada dari Tibet, yang bernama Atica yang datang dan tinggal di Sriwijaya selama 11 tahun (1011-1023) dalam rangka belajar agama Buddha dari seorang guru besar Dharmakirti.

Minggu, 18 Agustus 2019

Fenomena Crippling tidak sama dengan Fenomena Buckling

Kegagalan buckling terjadi jika tegangan yang terjadi pada posisi tertentu telah melebihi tegangan yield material. Kegagalan akibat buckling ini bisa terjadi pada daerah elastis maupun pada daerah plastis. Kegagalan pada daerah elastis lebih mudah di analisa, sedangkan kegagalan pada daerah plastis perlu dikaji lebih lanjut karena persamaan-persamaan yang ada masih bersifat semi empiris.

Kegagalan akibat buckling yang terjadi pada daerah plastis disebut crippling. Fenomena crippling ini tidak sama dengan fenomena buckling. Pada fenomena crippling ketika beban dihilangkan, struktur tidak akan kembali ke semula. Sedangkan pada fenomena buckling, ketika beban dihilangkan, maka struktur akan kembali ke semula. 

Fenomena crippling ditandai dengan terjadinya local buckling di banyak titik pada struktur yang apabila beban diteruskan akan mengakibatkan struktur menjadi runtuh. Tegangan dibanyak titik tersebut jika di rata-ratakan akan menjadi tegangan crippling (crippling stress).

Sabtu, 17 Agustus 2019

Kerja Sama Ekonomi Internasional

Prinsip kerja sama ekonomi antarnegara adalah saling membutuhkan dan saing menguntungkan. Bentuk kerja sama antarnegara bisa bilateral, regional, interregional, dan multilateral/internasional. Tujuan kerja sama ekonomi antarnegara:

  1. meningkatkan perekonomian
  2. meningkatkan taraf hidup
  3. saling mengisi kekurangan dan kebutuhan di bidang ekonomi
  4. mempererat persahabatan antarnegara.
Badan kerja sama ekonomi regional di antaranya:
  1. ASEAN
  2. EEC
  3. AFTA
  4. NAFTA
  5. APEC
  6. Colombo Plan
Badan kerja sama ekonomi internasional di luar PBB antara lain:
  1. GATT
  2. CGI
  3. OPEC
  4. OECD
Badan kerja sama ekonomi internasional di bawah PBB antara lain:
  1. IBRD
  2. IFC
  3. WTO
  4. UNCTAD
  5. UNDP
  6. FAO
  7. UNINDO
  8. ILO
  9. IDA
  10. ITO
Ada tiga peranan Indonesia dalam kerja sama ekonomi antarnegara yaitu:
  1. Indonesia sebagai pelopor dan pendiri organisasi kerja sama ekonomi antarnegara
  2. Indonesia sebagai anggota aktif organisasi kerjasama ekonomi antarnegara
  3. Indonesia sebagai pelaku dalam kerjasama ekonomi antarnegara
Kerja sama ekonomi antarnegara baik bilateral, regional maupun internasional mempunyai dampak positif dan negatif bagi perekonomian dalam negeri. 

Jumat, 16 Agustus 2019

Perilaku Masyarakat dalam Perubahan Sosial Budaya di Era Global

Globalisasi merupakan suatu proses sosial, proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.

Menurut pendapat J.A. Scholte ada lima kategori pengertian globalisasi, yaitu:

  1. globalisasi sebagai internasionalisasi
  2. globalisasi sebagai liberalisasi
  3. globalisasi sebagai universalisasi
  4. globalisasi sebagai westernisasi atau modernisasi
  5. globalisasi sebagai penghapusan batas-batas teritorial
Ciri-ciri globalisasi mencakup aspek-aspek berikut:
  1. Perubahan dalam konsep ruang dan waktu
  2. Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional
  3. Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa
  4. Peningkatan masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional dan lain-lain.

Kamis, 15 Agustus 2019

Kerja Sama Antarbangsa dan Peran Indonesia di Dunia Internasional

Konferensi Asia Afrika diselenggarakan di Bandung pada tanggal 18-24 April 1955. KAA dihadiri oleh 29 negara Asia Afrika yang terdiri dari 5 negara sponsor, 18 negara Asia, dan 6 negara Afrika. Hasil terpenting Konferensi Asia Afrika berupa prinsip-prinsip hubungan internasional dalam rangka memelihara perdamaian dunia. Prinsip-prinsip tersebut dikenal dengan nama Dasasila Bandung.

ASEAN (Association of South East Asian Nations) berdiri di Bangkok, Thailand pada tanggal 8 Agustus 1967. Didirikan oleh lima menteri luar negeri negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Kelima menteri luar negeri itu adalah:

  1. Adam Malik dari Indonesia
  2. Tun Abdul Razak dari Malaysia
  3. Thanat Khoman dari Thailand
  4. S. Rajaratnam dari Singapura
  5. Narsisco Ramos dari Filipina
Perserikatan Bangsa Bangsa berdiri pada tanggal 24 Oktober 1945 di San Fransisco, Amerika Serikat. Organisasi PBB terdiri badan-badan utama sebagai berikut: 
  1. Majelis Umum
  2. Dewan Keamanan
  3. Dewan Ekonomi dan Sosial
  4. Dewan Perwalian
  5. Mahkamah Internasional
  6. Sekretariat
Gerakan NonBlok berdiri pada tahun 1961 bertepatan dengan adanya KTT NonBlok I di Beogard, Yugoslavia tanggal 1-6 September 1961. Berdirinya Gerakan Non Blok di prakarsai oleh lima negara yakni, Indonesia, India, Mesir, Ghanadan Yugoslavia.