Sekolah Dasar

Di halaman ini kamu akan mendapatkan banyak materi Sekolah Dasar

Sekolah Menengah Pertama

Di halaman ini kamu akan mendapatkan banyak materi Sekolah Menengah Pertama

Sekolah Menengah Atas

Di halaman ini kamu akan mendapatkan banyak materi Sekolah Menengah Atas

Materi Umum

Di halaman ini kamu akan mendapatkan banyak Pengetahuan Umum

Kelas Online

Jika kamu membutuhkan bimbingan untuk belajar online, kamu bisa gabung di kelas online.

Senin, 30 Desember 2024

Teknologi Kedirgantaraan

1. Pengadaan Satelit Buatan

Ada dua jenis satelit, yaitu satelit alam dan satelit buatan. Perbedaannya, satelit alam adalah benda langit alami yang mengorbit pada planet dan mengitari pusat tata surya (matahari). Adapun satelit buatan adalah satelit yang dibuat manusia yang diorbitkan disekitar bumi untuk kepentingan tertentu. Salah satunya adalah untuk informasi dan komunikasi jarak jauh sehingga mempermudah berbagai akses kehidupan manusia.

Sejak Perang Dingin, perlombaan dan perkembangan iptek sangat pesat. Negara-negara besar mengembangkan satelit untuk berbagai tujuan, di antaranya komunikasi, navigasi, meteorologi, dan militer. Bangsa Indonesia pun turut melakukan pengadaan satelit buatan untuk menunjang kebutuhan informasi dan komunikasi di Indonesia. Pada 8 Juli 1976, dengan menggunakan roket Amerika Serikat, Hughes (HS-333), yang diluncurkan dari Kennedy Space center, Tanjung Canaveral, satelit pertama milik Indonesia, yaitu Satelit Palapa A1 milik Perumtel (sekarang Telkom) berhasil mengorbit. Total ada 13 satelit milik Indonesia yang diluncurkan sejak pertama kali satelit Indonesia mengorbit pada 1976.

2. Industri Pesawat Terbang

Pembuatan pesawat terbang sebenarnya telah diupayakan dan dilakukan oleh putra-putri bangsa Indonesia sejak kemerdekaan Indonesia. Namun, pada awal kemerdekaan tersebut, belum dibangun sebuah industri pesawat terbang dalam skala besar karena minimnya iptek dan bahan pembuat pesawat yang dimiliki bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pembuatan pesawat di awal kemerdekaan hanya sebatas pesawat terbang modifikasi berukuran kecil. Pesawat tersebut digunakan untuk latihan maupun pertempuran.

Pada 26 April 1976, PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN) secara resmi didirikan. Bachruddin Jusuf Habibie dipercayai memimpin IPTN dengan jabatan sebagai direktur utama. Nama Nurtanio diambil dari nama perintis industri pesawat terbang Indonesia, Laksamana Muda (Anumerta) Nurtanio Pringgoadisuryo. Ia adalah sosok pembuat pesawat pertama all metal dan fighter Indonesia bernama Sikumbang.

Pada Agustus 1976, setelah sarana fisik industri pesawat terbang selesai, Presiden Soeharto akhirnya meresmikan IPTN. Pada 11 Oktober 1985, PT Industri Pesawat Terbang nurtanio (IPTN) berganti nama menjadi PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN). IPTN kemudian berubah nama menjadi PT. Dirgantara Indonesia pada 24 Agustus 2000.

3. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

Pada tanggal 31 Mei 1962, dibentuk Panitia Astronautika oleh Menteri Pertama RI, Ir. Juanda (selaku Ketua Dewan Penerbangan RI) dan R.J. Salatun (selaku Sekretaris Dewan Penerbangan RI). Panitia Astronautika merupakan salah satu Panitia Teknis Dewan Penerbangan. Dari kegiatan tersebut, lahirlah proyek litbang Roket Ilmiah dan Militer Awal (PRIMA) - afiliasi AURI dan ITB - pada 22 September 1962. Tujuan PRIMA adalah membuat wahana dasar yang standar bagi keperluan militer dan sipil.

PRIMA berhasil memajukan teknologi peroketan dalam negeri. Hal ini membuat Indonesia menjadinegara kedua setelah India yang berhasil merekam data satelit TIROS milik Amerika Serikat. Dengan keberhasilan tersebut, Panitia Antariksa mengusulkan perlu dibentuknya wadah resmi untuk menampung kegiatan kentariksaan. Untuk itu, pada 27 November 1963, berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 236 tentang formasi pembentukan Lapan, pemerintah mendirikan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). LAPAN merupakan lembaga pemerintah non-kementrian. Kelahiran LAPAN sendiri sedikit banyak dipengaruhi oleh kemajuan dunia dalam meluncurkan satelit-satelit, seperti Sputnik, dan Explorer, pada orbitnya. Satelit-satelit yang dapat mengantarkan manusia (astronaut atau kosmonaut) ke antariksa. Lingkup kegiatan LAPAN adalah sebagai berikut.

  • Pengembangan teknologi dan pemanfaatan penginderaan jauh
  • Pemanfaatan sains atmosfer, iklim, dan antariksa.

4. Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal)

Pada 1938, pemerintah Hindia Belanda menyatukan seluruh jawatan pengukuran ke dalam satu badan. Badan tersebut diberi nama Permanente Kartering-Commissie (Komisi Tetap untuk Pemerataan). Selama sebelas tahun bekerja, pemerintah Hindia Belanda menilai kinerja komisi tersebut tidak sesuai dengan harapan. Badan ini kemudian dibubarkan melalui Keputusan Pemerintah No. 3 tanggal 17 Januari 1948. Setelah itu, pemerintah membentuk Raad en Directorium voor het Meet en Kaarteerwezen in Nederlands Indies (Dewan dan Direktorium untuk Pengukuran dan Pemetaan Hindia Belanda). Pasca pengakusan kedaulatan Republik Indonesia tahun 1949, badan tersebut dibubarkan melalui Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 1951. Pemerintah Indonesia kemudian membentuk Dewan dan Direktorium Pengukuran dan Penggambaran Peta. Dewan tersebut bertugas membuat kebijakan, sedangkan Direktorium bertindak sebagai pelaksana.

Selain itu, guna mendukung pemerintah mewujudkan pembangunan nasional, dibentuklah Panitia Pembuatan Atlas Sumber-Sumber Kemakmuran Indonesia. Panitia tersebut diawasi oleh Biro Ekonomi dan Keuangan Menteri Pertama. Panitia tersebut disahkan oleh Wakil Perdana Menteri II, Ir. Chaerul Saleh, tahun 1964. Namun, Presiden Soekarno menilai kinerja Dewan dan Direktorium Pengukuran dan Penggambaran Peta lamban dan tidak terkoordinasi. Badan ini kemudian dibubarkan dan digantikan oleh Komando Survei dan Pemetaan Nasional (Kosurtanal) dan Dewan Survei dan Pemetaan Nasional (Desurtanal). Penggantian badan ini dilakukan melalui Keppres No. 263 tahun 1965 tanggal 2 September 1965.

Selang beberapa tahun, Kosurtanal dan Desurtanal belum menunjukkan kinerja yang memuaskan. Pemerintah kemudian membentuk organisasi Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional). Pembentukan Bakosurtanal berdasarkan Keppres No. 63 tahun 1969 tanggal 17 Oktober 1969. Secara otomatis, fungsi-fungsi Kosurtanal dan Dekosurtanal digantikan oleh Bakosurtanal. Kedua badan tersebut kemudian dibubarkan. Pemerintah mempertimbangkan beberapa hal dalam membentuk Bakosurtanal, yaitu sebagai berikut.

Dalam pelaksanaan tugas dan survei dan pemetaan, dibutuhkan suatu badan dengan koordinasi yang baik.Hal ini agar hasil yang dicapai dapat maksimal dan menghemat pengeluaran keuangan negara. Pemerintah berusaha menertibkan kedudukan tugas dan fungsi badan-badan yang melakukan kegiatan survei dan pemetaan. Hal ini dilakukan agar badan-badan yang melakukan kegiatan survei dan pemetaan. Hal ini dilakukan agar badan-badan tersebut lebih efisien dan efektif.

Teknologi Transportasi - Sistem Transportasi Udara

Perusahaan penerbangan nasional pertama adalah Garuda Indonesia. Perusahaan ini mulai melayani penerbangan dengan bandara Indonesian Airways pada 16 Januasi 1949. Pesawat yang digunakan adalah pesawat DC-3 yang bernama Seulawah RI-001. Pesawat ini dibeli oleh masyarakat Aceh.

Perkembangan perusahaan penerbangan dimulai pada tahun 1970-an. Selain Garuda, muncul perusahaan penerbangan lainnya, seperti Merpati, Sempati, Mandala, dan Pelita. Sampai awal 1980-an, pesawat terbang yang digunakan masih pesawat terbang generasi pertama dan pesawat warisan Perang Dunia II. Pada 1990-an, pesawat-pesawat modern, seperti Boeing 737 dan 747, Fokker-28 dan 100, DC-10 dan Md-11, serta Airbus mulai beroperasi.

Pada 1994, Garuda Indonesia lebih memusatkan diri pada jalur penerbangan internasional, khususnya kawasan Asia Pasifik. Sebagai langkah awal, Garuda Indonesia membuka jalur penerbangan Jakarta-Bombay dua kali seminggu. Selain itu, dibuka rute penerbangan ke Kansai, Jepang, tiga kali seminggu. Selanjutnya, jalur penerbangan domestik dilimpahkan pengelolaannya kepada Merpati Nusantara. 

Teknologi Transportasi - Sistem Transportasi Air

Sampai awal tahun 1950-an, pelayaran di Indonesia masih dimonopoli oleh maskapai pelayaran Belanda, Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM). Karena tidak menginginkan pelayaran dimonopoli perusahaan asing, pemerintah Indonesia mengusulkan pembentukan perusahaan pelayaran patungan dengan KPM. Pemerintah kemudian mengadakan perundingan dengan KPM yang berakhir dengan kegagalan. Kegagalan tersebut terjadi karena pemerintah ingin pembagian sahamnya sebesar 51:49, sedangkan KPM ingin 50:50.

Untuk menyaingi KPM, pada 5 September 1950, Menteri Perhubungan RI dan Menteri Pekerjaan Umum RI mengeluarkan surat keputusan bersama tentang pendirian Yayasan Penguasaan Pusat Kapal-Kapal (Perpuska). Pada awal berdirinya, Perpuska hanya memiliki delapan unit kapal. Hal ini membuat Perpuska tidak sanggup bersaing dengan kapal-kapal KPM. Akhirnya Perpuska pun bubar.

Selanjutnya, pada 28 April 1952, dengan modal swasta Rp200 juta, pemerintah mendirikan Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni). Armada Perli terdiri dari kapal-kapal bekas Perpuska dan kapal-kapal asing sewaan. Kapal-kapal tersebut kemudian diganti dengan kapal rampasan perang. Hingga tahun 1954, Pelni memiliki 42 kapal. Namun, hampir 90% pelayaran antarpulau masih dikuasasi KPM.

Pada 3 Desember 1957, terjadi aksi pengabilalihan kantor pusat KPM di Jakarta oleh serikat butuh KBKI. Buruh berhasil menguasai 34 kapal milik KPM. Tiga hari kemudian, menteri perhubungan menyatakan persetujuannya untuk mengambil alih KPM. KPM kemudian dilarang beroperasi di wilayah perairan Indonesia.

Selain KPM, pemerintah Indonesia juga manasionalisai delapan perusahaan maritim milik Belanda beserta cabang-cabangnya. Delapan perusahaan tersebut adalah perusahaan galangan kapal dan dok serta kapal uap. Perusahaan tersebut, antara lain

  1. NISHM (Nederlandsch-Indische Steenkolen Handel Maatschappij) Tanjung Priok;
  2. NISE (Nederlands Indische Scheepvaart Establisementen) Tanjung Priok
  3. Droodok-Maatschappij Tandjong Priok
  4. VPV (Verenidge Prauwen Veeren) Jakarta
  5. Radio-Holland
  6. Droogdok Maatschappij Surabaya
  7. IMP (Industrieele Maatschappij Palembang)
  8. Dock-Works Semarang.
Selain itu, ada dua kapal uap dan perahu, yaitu SSPV (Semarangsche Stoomboot en Prauwen Veer) dan Semarang Veer. Dua kapal tersebut digabung dengan Dock Works Semarang, menjadi Perusahaan Angkutan Air dan Dok Negara Semarang.

Pada masa Orde Baru, selama Pelita V, pemerintah berupaya membangun sarana transportasi laut. Upaya yang dilakukan adalah merehabilitasi dan meningkatkan kapasitas infrastruktur yang ada. Contohnya, pengadaan kapal feri, pengangkut barang, perbaikan pelabuhan-pelabuhan laut, terminal peti kemas, dan dermaga-dermaga. Tujuannya memperlancar lalu lintas antarpulau dan meningkatkan perdanganan domestik dan internasional Indonesia. 

Teknologi Transportasi - Sistem Transportasi Darat

Menurut KBBI, transportasi adalah pengangkutan barang oleh berbagai jenis kendaraan sesuai dengan kemajuan teknologi, perihal (seluk-beluk) transpor, dan pemindahan bahan lepas hasil pelapukan dan erosi oleh air, angin, dan es. Sistem transportasi dan jalur-jalur yang digunakan sangat dipengaruhi oleh tempat dan cara hidup manusia. Sistem transportasi sangat vital bagi kehidupan ekonomi suatu bangsa.

Pada 28 September 1945, pengelolaan kereta api diserahkan sepenuhnya oleh pemerintah Belanda kepada bangsa Indonesia. Tanggal ini kemudian diperingati sebagai Hari Kereta Api Nasional. Di Jawa, pengelolanya adalah Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia. Di Sumatra, pengelolanya adalah Kereta Api Negara Repoeblik Indonesia.

Sampai tahun 1953, kereta api di Indonesia masih ditarik oleh lokomotif dengan tenaga uap. Pada 1953, terjadi dieselisasi perkeretaapian di Indonesia. Pada 1963, semua kereta api publik di Indonesia dikelola oleh Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA). Pada 1973, PNKA berganti nama menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Pada tahun 1991, PJKA berubah menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka). Perumka kemudian berubah lagi menjadi PT (Persero) Kereta Api Indonesia.

Pada 31 Juli 1995, pemerintah meresmikan penggunaan kereta api ekspres Argo Bromo dan Argo gede. Keduanya mempunyai kecepatan 120 km/jam. Argo Bromo yang melayani penumpang sebenarnya 500 orang. Dengan menggunakan kereta api ekspres tersebut, perjalanan Surabaya-Jakarta dapat dipersingkat. Perjalanan yang sebelumnya ditempuh dalam waktu 14 jam dapat disingkat menjadi sekitar 9 jam. Adapun Argo Gede melayani rute lintas Jakarta-Bandung dengan lama perjalanan 2,5 jam. Selain itu, PT (Persero) Kereta Api Indonesia meluncurkan kereta api penumpang Dwipangga, Mahesa, dan Sancaka.

Revolusi Hijau di Indonesia Masa Reformasi

Pada era Reformasi, paradigma pembangunan pertanian meletakkan petani sebagai subjek, bukan semata-mata sebagai peserta dalam mencapai tujuan nasional. Hal ini karena pada masa Orde Baru, petani dijadikan objek program pemerintah. Melalui program bimbingan masyarakat (bimas) intensifikasi dan penyuluhan, pemerintah menentukan jenis tanaman yang akan ditanam. Semua harus mengikuti arahan dari pemerintah. Pemberdayaan ekonomi pertanian merupakan inti dari pembangunan pertanian/perdesaan masa Reformasi. Tujuannya adalah membentuk kualitas petani, baik kualitas hidup, kualitas berpikir, maupun sektor pertanian menjadi lebih baik.

Pada masa Reformasi, dibentuk gerakan mandiri (gema), termasuk Gerakan Mandiri Hortikultura Tropika Nusantara dilaksanakan untuk mendorong laju peningkatan produksi hortikultura. Tanaman atau komoditas utama hortikultura adalah tanaman yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Selain itu, tanaman hortikultura memiliki peluang pasar yang besar dalam pengembangan teknologi. Contohnya, sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan tanaman obat unggulan. Ada upaya untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya hortikultura unggulan. Upaya tersebut meliputi penumbuhan sentra agribisnis hortikultura dan pemantapan sentra hortikultura yang sudah ada.

Pada tahun 2000, pemerintah mengurangi dan menghapus bea masuk impor beras. Hal ini berdampak pada masuknya beras Vietnam, Thailand, Filipina, dan Tiongkok. Hal ini berdampak pada tingkat kesejahteraan petani menjadi semakin rendah. 

Revolusi Hijau di Indonesia Masa Orde Baru

Revolusi hijau yang dilaksanakan di negara-negara berkembang, dilaksanakan pula di Indonesia. Pada masa Orde Baru, pemerintah mulai fokusmelaksanakan revolusi hijau. Hal tersebut dilakukan dengan mengeluarkan berbagai kebijakan yang mendukug atau menunjang bidang pertanian. Pemerintah berusaha meningkatkan produksi pertanian dengan ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian. Sementara itu, intensifikasi dilakukan melalui Pascausaha Tani, yakni:

  • teknik pengolahan lahan pertanian
  • pengaturan irigasi
  • pemupukan
  • pemberantasan hama, dan 
  • penggunaan bibit unggul
Selain itu, pemerintah juga melaksanakan program transmigrasi. Kebanyakan penduduk dari Pulau Jawa dikirim ke daerah-daerah lain yang masih jarang penduduknya. Daerah tersebut, misalnya Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Sebenarnya program ini sudah dimulai sejak pemerintahan Soekarno, tepatnya 1950. Program transmigrasi ini dilakukan untuk menunjang program pembukaan lahan-lahan pertanian dan juga perluasan lahan pertanian. 

Revolusi hijau masa Orde Baru dilaksanakan sesuai dengan Pelita atau Pembangunan Lima Tahun.
  • Pelita I : Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974. Pelita I menekankan pada sektor pertanian dan industri untuk fokus dalam industri yang mendukung sektor pertanian.
  • Pelita II : Dilaksanakan pada 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Pelita II menitikberatkan sektor industri untuk mendukung sektor pertanian dengan mengolah bahan mentah menjadi bahan baku,
  • Pelita III : Dilaksanakan pada 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III menitikberatkan sektor pertanian dan industri pada pengolahan bahan baku menjadi barang jadi.
  • Pelita IV : Dilaksanakan pada 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. Pelita IV menitikberatkan sektor pertanian dan industri pada industri yang menghasilkan mesin-mesin industri, baik untuk industri berat maupun ringan.
  • Pelita V : Dilaksanakan pada 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Pelita V menekankan sektor pertanian dan industri untuk dapat menghasilkan barang ekspor industri yang menyerap banyak tenaga kerja, industri yang mampu mengolah hasil pertanian dan swasembada pangan serta industri yang dapat menghasilkan barang-barang industri.
  • Pelita VI : Dilaksanakan pada 1 April 1994 hingga 31 Maret 1998. Pelita VI menitikberatkan sektor pertanian dan industri pada pembangunan industri nasional. Pembangunan industri nasional mengarah pada penguatan dan pendalaman struktur industri yang didukung dengan kemampuan teknologi yang makin meningkat.
Pada Pelita I, pemerintah menerapkan program intensifikasi masyarakat (inmas). Pemerintah kemudian mendirikan beberapa pusat penelitian padi. Bersama pusat penelitian yang ada sebelumnya, pusat penelitian padi yang baru didirikan ini berhasil mengembangkan berbagai jenis padi baru yang unggul. Selain pusat penelitian padi milik pemerintah, penelitian juga dilakukan oleh berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

Berkat program inmas, produksi beras di Indonesia mengalami kenaikan yang cukup pesat. Para petani di beberapa tempat dengan didukung kualitas padi yang unggul dan sistem irigasi yang baik mampu mencapai panen sebanyak tiga kali dalam satu tahun. Hal ini memberi kesempatan kepada para petani mencapai tingkat produksi maksimal pada setiap tahunnya. Namun, harga jual sebagian besar gabah ini sangat rendah.

Pada 1972 produksi beras Indonesia terancam oleh musim kering yang panjang. Usaha peningkatan produksi beras nasional sekali lagi terganggu. Hal ini terjadi karena serangan gama yang mencakup wilayah yang sangat luas pada 1977. Namun, pada 1980, ketika program intensifikasi khusus (insus) dilaksanakan, produksi pangan mengalami kenaikan. Hasilnya, jika pada 1977 dan 1979 Indonesia merupakan pengimpor beras terbesar di dunia, pada 1984, Indonesia mampu mencapai tingkat swasembada beras dan berhenti mengimpor beras.

Pada musim tanam 1985/1986, produksi beras Indonesia mengalami penurunan. Jika ada musim tanam 1983/1984 produksi beras mencapai 7,8%, pada musim tanam 1985/1986, produksi beras turun menjadi 1,7%. Pada musim panen tahun berikutnya, kenaikan produksi hanya 0,7%. Akibatnya Indonesia kembali menjadi negara pengimpor beras.

Untuk mengatasi penurunan produksi beras, pemerintah melaksanakan program supra intensifikasi khusus (supra insus) sejak tahun 1987. Hasilnya, sejak tahun 1993 Indonesia kembali mencapai swasembada beras. Padahal, pada tahun 1991, terjadi kegagalan panen karena kekeringan yang berkepanjangan.

Peningkatan produksi beras di Indonesia tidak hanya karena padi yang unggul, tetapi didukng beberapa hal. Di antaranya penggunaan pupuk kimia, mekanisasi pengolahan tanah, pola tanam, pengembangan teknologi pascapanen, penggunaan bahan kimia untuk membasmi hama pengganggu, pencetakan sawah baru, dan perbaikan serta pembangunan sarana dan prasarana irigasi.

Pelaksanaan revolusi hijau di Indonesia pada masa Orde Baru membuat Indonesia meningkatkan produksi pandan dan meningkatkan taraf hidup petani. Di samping itu, berkat program Pascausaha Tani. Indonesia dianggap berhasil karena sejak tahun 1984, Indonesia telah mengalami surplus beras atau telah mencapai tingkat swasembada pangan. Oleh karena itu, pada tahun 1988, organisasi pangan dunia (FAO) memberikan penghargaan kepada pemerintah Indonesia. Penghargaan tersebut diberikan atas keberhasilan Indonesia dalam mencapai swasembada pangan.

Dampak negatif dari revolusi hijau bagi petani Indonesia di antaranya sebagai berikut.
  1. Sistem panen secara bersama-sama pada masa sebelumnya mulai digeser oleh sistem upah. Pembeli memborong seluruh hasil panen dan biasanya menggunakan sedikit tenaga kerja. Akibatnya, kesempatan kerja di pedesaan menjadi berkurang.
  2. Pengaruh ekonomi uang di dalam berbagai hubungan sosial di daerah pedesaan makin kuat.
  3. Kebergantungan pada pupuk kimia dan zat kimia pembasmi hama berdampak pada tingginya biaya produksi yang harus ditanggung petani.
  4. Meningkatnya produksi pangan tidak diikuti oleh pendapatan petani secara keseluruhan karena penggunaan teknologi modern hanya dirasakan oleh petani kaya.