A. Pengertian Kepribadian
- Theodore R. Newcombe, menjelaskan bahwa kepribadian adalah organisasi sikap-sikap (predispositions) yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap perilaku.
- Roucek dan Warren, menjelaskan bahwa kepribadian adalah organisasi faktor-faktor biologis, psikologis, dan sosiologis yang mendasari perilaku individu.
- Yinger, berpendapat bahwa kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari seorang individu dengan sistem kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian situasi.
- Koentjaraningrat, berpandangan bahwa kepribadian adalah ciri-ciri watak yang diperlihatkan secara konsisten dan konsekuen shingga seseorang individu memiliki suatu identitas yang khas dan berbeda dari individu-individu lainnya.
- Robert Sutherland (dkk), menganggap bahwa kepribadian merupakan abstraksi individu dan kelakuannya sebagaimana halnya dengan masyarakat dan kebudayaan. Dengan demikian kepribadian digambarkan sebagai hubungan saling memengaruhi antara tiga aspek tersebut.
Kesimpulan dari berbagai definisi tersebut dapat dikatakan bahwa kepribadian sesungguhnya merupakan integrasi dari kecenderungan seseorang untuk berperasaan, bersikap, bertindak, dan berperilaku sosial tertentu. Dengan demikian, kepribadian memberi watak yang khas bagi individu dalam kehidupan sehari-hari.
Kepribadian bukanlah perilaku, namun kepribadianlah yang membentuk perilaku manusia, sehingga dapat dilihat dari cara berpikir, berbicara, atau berperilaku. Kepribadian lebih berada dalam alam psikis (jiwa) seseorang yang diperlihatkan melalui perilaku.
Unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan perbedaan perilaku setiap individu merupakan susunan kepribadian yang meliputi sebagai berikut:
- Pengetahuan. Pengetahuan individu terisi dengan fantasi, pemahaman, dan konsep yang lahir dari pengamatan dan pengalaman mengenai bermacam-macam hal yang berbeda dalam lingkungan individu tersebut.
- Perasaan. Perasaan adalah suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang menghasilkan penilaian positif atau negatif terhadap sesuatu.
- Dorongan Naluri. Dorongan naluri adalah kemauan yang sudah merupakan naluri pada setiap manusia. Sedikitnya ada enam macam dorongan naluri, yaitu: (1) dorongan mempertahankan hidup; (2) dorongan untuk berinteraksi; (3) dorongan untuk meniru; (4) dorongan untuk berbakti; (5) dorongan seksual; (6) dorongan akan keindahan.
B. Proses Pembentuk Kepribadian
Kepribadian merupakan hasil sosialisasi. Proses pembentukan kepribadian melalui sosialisasi dapat dibedakan sebagai berikut:
- Sosialisasi yang dilakukan dengan sengaja melalui proses pendidikan dan pengajaran.
- Sosialisasi yang dilakukan tanpa sengaja melalui proses interaksi sosial sehri-hari dalam lingkungan masyarakatnya.
Proses sosialisasi tersebut berlangsung sepanjang hidup manusia (sejak lahir sampai tua) mulai lingkungan keluarga, kelompok, sampai kehidupan masyarakat yang lebih luas. Melalui serangkaian proses yang panjang inilah, tiap individu belajar menghayati, meresapi, kemudian menginternalisasi berbagai nilai, norma, pola-pola tingkah laku sosial ke dalam mentalnya.
Dari berbagai hal yang diinternalisasi itulah seseorang memiliki kecenderungan untuk berperilaku menurut pola-pola tertentu yang memberi ciri watak yang khas sebagai identitas diri dan terbentuklah kepribadian. Pengalaman sosialisasi yang dilakukan masing-masing individu bisa saja berbeda. Kepribadian yang tumbuh pada masing-masing individu tidak akan mungkin sepenuhnya sama. Oleh karena itu, seseorang dapat melihat keragaman kepribadian yang ditampilkannya dalam kehidupan sehari-hari.
C. Faktor-faktor Pembentuk Kepribadian
Adanya perbedaan kepribadian setiap individu sangatlah bergantung pada faktor-faktor yang memengaruhinya. Kepribadian terbentuk, berkembang, dan berubah seiring dengan proses sosialisasi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Faktor Biologis
Faktor biologis yang paling berpengaruh dalam pembentukan kepribadian adalah jika terdapat karakteristik unik yang dimiliki oleh seseorang. Contohnya, kalau orang bertubuh tegap diharapkan untuk selalu memimpin dan dibenarkan kalau bersikap seperti pemimpin, tidak aneh jika orang tersebut akan selalu bertindak seperti pemimpin.
Perlu dipahami bahwa faktor biologis yang dimaksudkan dapat membentuk kepribadian seseorang adalah faktor fisiknya dan bukan warisan genetik. Kepribadian seorang anak bisa saja berbeda dengan orangtua kandungnya bergantung pada pengalaman sosialisasinya.
Contohnya, seorang bapak yang dihormati di masyarakat karena kebaikannya, sebaliknya bisa saja mempunyai anak yang justru meresahkan masyarakat akibat salah pergaulan. Akan tetapi, seorang yang cacat tubuh banyak yang berhasil dalam hidupnya dibandingkan orang normal karena memiliki semangat dan kemauan yang keras. Dari contoh tersebut dapat berarti bahwa kepribadian tidak diturunkan secara genetik, tetapi melalui proses sosialisasi yang panjang.
2. Faktor Geografis
Faktor lingkungan menjadi sangat dominan dalam memengaruhi kepribadian sesorang. Faktor geografis yang dimaksud adalah keadaan lingkungan fisik (iklim, topografi, sumberdaya alam) dan lingkungan sosialnya. Keadaan lingkungan fisik atau lingkungan sosial tertentu memengaruhi kepribadian indiidu atau keelompok karena manusia harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Contoh lain, orang-orang yang tinggal di daerah pantai memiliki kepribadian yang lebih keras dan kuat jika dibandingkan dengan mereka yang tinggal di pegunungan. Masyarakat di pedesaan penuh dengan kesederhanaan dibandingkan masyarakat kota.
3. Faktor Kebudayaan
Kebudayaan mempunyai pengaruh besar terhadap perilaku dan kepribadian seseorang, terutama unsur-unsur kebudayaan yang secara langsung memengaruhi individu. Kebudayaan dapat menjadi pedoman hidup manusia dan alat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Oleh karena itu, unsur-unsur kebudayaan yang berkembang di masyarakat dipelajari oleh individu agar menjadi bagian dari dirinya dan ia dapat bertahan hidup. Proses mempelajari unsur-unsur kebudayaan sudah dimulai sejak kecil sehingga terbentuklah kepribadian-kepribadian yang berbeda antar individu ataupun antarkelompok kebudayaan satu dengan lainnya.
Contohnya, orang Bugis memiliki budaya merantau dan mengarungi lautan. Budaya ini telah membuat orang-orang Bugis menjadi keras dan pemberani.
Walaupun perbedaan kebudayaan dalam setiap masyarakat dapat memengaruhi kepribadian seseorang, para sosiolog ada yang menyarankan untuk tidak terlalu membesar-besarkannya karena kepribadian individu bisa saja berbeda dengan kepribadian kelompok kebudayaannya. Misalnya, kebudayaan petani, kebudayan kota, dan kebudayaan industri tentu memperlihatkan corak kepribadian yang berbeda-beda.
4. Faktor Pengalaman Kelompok
Kelompok yang dangat berpengaruh dalam perkembangan kepribadian seseorang dibedakan menjadi dua sebagai berikut.
a. Kelompok Acuan (Kelompok Referensi)
Pembentukan kepribadian seseorang sangat ditentukan oleh pola hubungan dengan kelompok referensinya. Pada mulanya, keeluarga dalah kelompok yang dijadikan acuan seorang bayi selama masa-masa yang paling peka. Setelah keluarga, kelompok referensi lainnya adalah teman-teman sebaya.
Peran kelompok sepermainan ini dalam perkembangan kepribadian seorang anak akan semakin berkurang dengan semakin terpencarnya mereka setelah menamatkan sekolah dan memasuki kelompok lain yang lebih majemuk (kompleks).
b. Kelompok Majemuk
Kelompok majemuk menunjuk pada kenyataan masyarakat yang lebih beraneka ragam. Dengan kata lain, masyarakat majemuk memiliki kelompok-kelompok dengan budaya dan ukuran moral yang berbeda-beda. Artinya, dari pengalaman ini seseorang harus mau dan mampu untuk memilah-milahkannya.
5. Faktor Pengalaman Unik
Kepribadian itu berbeda-beda antara satu dan lainnya karena pengalaman yang dialami seseorang itu unik dan tidak seorang pun mengalami serangkaian pengalaman yang persis sama.
Sebagaimana menurut Paul B. Horton, kepribadian tidak dibangun dengan menyusun peristiwa di atas peristiwa lainnya. Arti dan pengaruh suatu pengalaman bergantung pada pengalaman-pengalaman yang mendahuluinya.
Tentang hubungan kepribadian dengan kebudayaan, sebagaimana menurut Ralph Linton bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan pengetahuan, sikap, dan pola perilaku. Adapun kepribadian menurut Yinger adalah keseluruhan perilaku dari seorang individu dengan sistem kecenderungan tertentu. Dengan demikian, antara kepribadian dan kebudayaan terdapat hubungan sebagai hasil dari suatu proses sosial yang panjang. Sebaliknya, kebudayaan suatau masyarakat turut memberikan sumbangan pada pembentukan kepribadian seseorang.
Hacilland (1988) mengatakan bahwa praktik pendidikan anak bersumber dalam adat kebiasaan pokok masyarakat yang berhubungan dengan pangan, tempat berteduh dan perlindungan, dan bahwa praktik pendidikan anak pada gilirannya menghasilkan kepribadian tertentu pada masa dewasa.
Dari konsep kepribadian umum, makin dipertajam lagi dalam antropologi sehingga melahirkan konsep baru yang dinamakan basic personality structure atau kepribadian dasar, yaitu semua unsur kepribadian yang dimiliki sebagian besar warga suatu masyarakat. Misalnya, "kepribadian Barat" memiliki ciri individualis, adapun "kepribadian Timur" lebih bersifat gotong royong.
Soerjono Soekanto (1977) mencoba melihat adanya keterkaitan antara kebudayaan dan kepribadian dalam ruang lingkup yang lebih sempit, yaitu "kebudayaan khusus" (subculture). Menurutnya, ada beberapa tipe kebudayaan khusus yang memengaruhi kepribadian sebagai berikut.
- Kebudayaan khusus atas dasar faktor kedaerahan. Contohnya "jiwa berdagang" identik dengan ciri khusus orang Minangkabau, "berlaut" merupakan ciri orang Bugis.
- Cara hidup di kota daan di desa yang berbeda. Contohnya, masyarakat kota cenderung individualistis dibandingkan masyarakat desa yang kekeluargaan dan gotong royong.
- Kebudayaan khusus kelas sosial. Contohnya, cara berpakaian orang kaya berbeda dengan orang miskin.
- Kebudayaan khusus atas dasar agama. Contohnya, adanya berbagai mazhab melahirkan kepribadian yang berbeda-beda di kalangan umatnya.
- Kebudayaan khusus berdasarkan profesi. Contohnya, kepribadian seorang guru sangat berbeda dengan politikus.