1. Pengadaan Satelit Buatan
Ada dua jenis satelit, yaitu satelit alam dan satelit buatan. Perbedaannya, satelit alam adalah benda langit alami yang mengorbit pada planet dan mengitari pusat tata surya (matahari). Adapun satelit buatan adalah satelit yang dibuat manusia yang diorbitkan disekitar bumi untuk kepentingan tertentu. Salah satunya adalah untuk informasi dan komunikasi jarak jauh sehingga mempermudah berbagai akses kehidupan manusia.
Sejak Perang Dingin, perlombaan dan perkembangan iptek sangat pesat. Negara-negara besar mengembangkan satelit untuk berbagai tujuan, di antaranya komunikasi, navigasi, meteorologi, dan militer. Bangsa Indonesia pun turut melakukan pengadaan satelit buatan untuk menunjang kebutuhan informasi dan komunikasi di Indonesia. Pada 8 Juli 1976, dengan menggunakan roket Amerika Serikat, Hughes (HS-333), yang diluncurkan dari Kennedy Space center, Tanjung Canaveral, satelit pertama milik Indonesia, yaitu Satelit Palapa A1 milik Perumtel (sekarang Telkom) berhasil mengorbit. Total ada 13 satelit milik Indonesia yang diluncurkan sejak pertama kali satelit Indonesia mengorbit pada 1976.
2. Industri Pesawat Terbang
Pembuatan pesawat terbang sebenarnya telah diupayakan dan dilakukan oleh putra-putri bangsa Indonesia sejak kemerdekaan Indonesia. Namun, pada awal kemerdekaan tersebut, belum dibangun sebuah industri pesawat terbang dalam skala besar karena minimnya iptek dan bahan pembuat pesawat yang dimiliki bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pembuatan pesawat di awal kemerdekaan hanya sebatas pesawat terbang modifikasi berukuran kecil. Pesawat tersebut digunakan untuk latihan maupun pertempuran.
Pada 26 April 1976, PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN) secara resmi didirikan. Bachruddin Jusuf Habibie dipercayai memimpin IPTN dengan jabatan sebagai direktur utama. Nama Nurtanio diambil dari nama perintis industri pesawat terbang Indonesia, Laksamana Muda (Anumerta) Nurtanio Pringgoadisuryo. Ia adalah sosok pembuat pesawat pertama all metal dan fighter Indonesia bernama Sikumbang.
Pada Agustus 1976, setelah sarana fisik industri pesawat terbang selesai, Presiden Soeharto akhirnya meresmikan IPTN. Pada 11 Oktober 1985, PT Industri Pesawat Terbang nurtanio (IPTN) berganti nama menjadi PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN). IPTN kemudian berubah nama menjadi PT. Dirgantara Indonesia pada 24 Agustus 2000.
3. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)
Pada tanggal 31 Mei 1962, dibentuk Panitia Astronautika oleh Menteri Pertama RI, Ir. Juanda (selaku Ketua Dewan Penerbangan RI) dan R.J. Salatun (selaku Sekretaris Dewan Penerbangan RI). Panitia Astronautika merupakan salah satu Panitia Teknis Dewan Penerbangan. Dari kegiatan tersebut, lahirlah proyek litbang Roket Ilmiah dan Militer Awal (PRIMA) - afiliasi AURI dan ITB - pada 22 September 1962. Tujuan PRIMA adalah membuat wahana dasar yang standar bagi keperluan militer dan sipil.
PRIMA berhasil memajukan teknologi peroketan dalam negeri. Hal ini membuat Indonesia menjadinegara kedua setelah India yang berhasil merekam data satelit TIROS milik Amerika Serikat. Dengan keberhasilan tersebut, Panitia Antariksa mengusulkan perlu dibentuknya wadah resmi untuk menampung kegiatan kentariksaan. Untuk itu, pada 27 November 1963, berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 236 tentang formasi pembentukan Lapan, pemerintah mendirikan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). LAPAN merupakan lembaga pemerintah non-kementrian. Kelahiran LAPAN sendiri sedikit banyak dipengaruhi oleh kemajuan dunia dalam meluncurkan satelit-satelit, seperti Sputnik, dan Explorer, pada orbitnya. Satelit-satelit yang dapat mengantarkan manusia (astronaut atau kosmonaut) ke antariksa. Lingkup kegiatan LAPAN adalah sebagai berikut.
- Pengembangan teknologi dan pemanfaatan penginderaan jauh
- Pemanfaatan sains atmosfer, iklim, dan antariksa.
4. Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal)
Pada 1938, pemerintah Hindia Belanda menyatukan seluruh jawatan pengukuran ke dalam satu badan. Badan tersebut diberi nama Permanente Kartering-Commissie (Komisi Tetap untuk Pemerataan). Selama sebelas tahun bekerja, pemerintah Hindia Belanda menilai kinerja komisi tersebut tidak sesuai dengan harapan. Badan ini kemudian dibubarkan melalui Keputusan Pemerintah No. 3 tanggal 17 Januari 1948. Setelah itu, pemerintah membentuk Raad en Directorium voor het Meet en Kaarteerwezen in Nederlands Indies (Dewan dan Direktorium untuk Pengukuran dan Pemetaan Hindia Belanda). Pasca pengakusan kedaulatan Republik Indonesia tahun 1949, badan tersebut dibubarkan melalui Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 1951. Pemerintah Indonesia kemudian membentuk Dewan dan Direktorium Pengukuran dan Penggambaran Peta. Dewan tersebut bertugas membuat kebijakan, sedangkan Direktorium bertindak sebagai pelaksana.
Selain itu, guna mendukung pemerintah mewujudkan pembangunan nasional, dibentuklah Panitia Pembuatan Atlas Sumber-Sumber Kemakmuran Indonesia. Panitia tersebut diawasi oleh Biro Ekonomi dan Keuangan Menteri Pertama. Panitia tersebut disahkan oleh Wakil Perdana Menteri II, Ir. Chaerul Saleh, tahun 1964. Namun, Presiden Soekarno menilai kinerja Dewan dan Direktorium Pengukuran dan Penggambaran Peta lamban dan tidak terkoordinasi. Badan ini kemudian dibubarkan dan digantikan oleh Komando Survei dan Pemetaan Nasional (Kosurtanal) dan Dewan Survei dan Pemetaan Nasional (Desurtanal). Penggantian badan ini dilakukan melalui Keppres No. 263 tahun 1965 tanggal 2 September 1965.
Selang beberapa tahun, Kosurtanal dan Desurtanal belum menunjukkan kinerja yang memuaskan. Pemerintah kemudian membentuk organisasi Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional). Pembentukan Bakosurtanal berdasarkan Keppres No. 63 tahun 1969 tanggal 17 Oktober 1969. Secara otomatis, fungsi-fungsi Kosurtanal dan Dekosurtanal digantikan oleh Bakosurtanal. Kedua badan tersebut kemudian dibubarkan. Pemerintah mempertimbangkan beberapa hal dalam membentuk Bakosurtanal, yaitu sebagai berikut.
Dalam pelaksanaan tugas dan survei dan pemetaan, dibutuhkan suatu badan dengan koordinasi yang baik.Hal ini agar hasil yang dicapai dapat maksimal dan menghemat pengeluaran keuangan negara. Pemerintah berusaha menertibkan kedudukan tugas dan fungsi badan-badan yang melakukan kegiatan survei dan pemetaan. Hal ini dilakukan agar badan-badan yang melakukan kegiatan survei dan pemetaan. Hal ini dilakukan agar badan-badan tersebut lebih efisien dan efektif.